Mohon tunggu...
Niam At Majha
Niam At Majha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat Buku dan Penikmat Kopi

Penulis Lepas dan Penikmat Kopi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

(Ter) Update Status

23 Desember 2022   14:04 Diperbarui: 23 Desember 2022   14:10 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Suatu ketika saya ketemu orang yang ingin kerjasama dalam hal pengembangan usaha. Baru sekali ketemu sudah banyak aturan yang diutarakan. Tak boleh ini, tak boleh itu. Bahkan dalam menjalankan usaha harus begini dan tak boleh begitu. Saya tak suka kerjasama seperti itu, tetapi saya menyukai kerjasama seperti ini. Hal demikian seringkali terjadi setiap kali saya bertemu dengan orang yang baru latihan usaha, latihan berwirausaha. Yang selalu didahulukan adalah analisa-analisa dan gagasan tentang bisnis, tanpa eksekusi.

Persoalannya mereka itu adalah tipe orang yang menjaga statusnya; telah sarjana, semestinya lebih mengerti ketimbang lainnya. Karena mayoritas orang, status adalah hal paling utama dan diutamakan. Status sangat penting untuk begitu banyak orang. Apalagi yang berkaitan dengan kedudukan dan pangkat, yang biasanya orang menyebutnya status sosial sangatlah penting dan harus tetap dijaga bagaimana pun caranya dan konsekuensinya.

 Seringkali orang mempertahankan statusnya acap kali yang ditampilkan bukan keadaan yang sesungguhnya. Saya juga tidak tahu kenapa banyak orang lebih menampilkan keadaan bukan aslinya. Seringkali dengan perwujudan selfi atau update status lagi jalan jalan, lagi makan ini, makan itu, padahal kesehariannya bukan seperti kondisinya aslinya.

Sebenarnya kondisi seperti itu sudah banyak yang melakukannya, sudah banyak yang menjalaninya. Awalnya saya cuek saja dan tak mau tahu-menahu soal status atau sebangsanya. Bagi saya hidup yang saya jalani ya seperti ini, tak perlu dibuat buat atau memolesnya agar tampak wah dan wih di mata orang lain. Jika seperti itu adalah bentuk imaji saja.

Akan tetapi semenjak saya bertemu kembali dengan teman kecil saya, gadis cantik nan menawan, ia bercerita banyak hal terkait ambisinya dulu yang memburu status sosial dengan harapan jika akan bahagia apabila pemburuannya tercapai.

Namun, kita hanya berencana dan berteori. Kenyataan tentu sangat berbeda sekali. Bukan kebahagiaan yang didapatkan melainkan kesengsaraan. Hal tersebut hanya sekelumit kisah cinta teman saya, yang notabenenya menggadaikan cintanya demi status sosial.

Bisa jadi, dulu ia beranggapan apabila ketika status sudah didapatkan, maka lainya akan ikut didapat. Tentu harapan seringkali berjalan tak sebagaimana mestinya. Ia berliku-liku dan penuh kesabaran untuk menjalaninya.

Akibatnya, orang yang lebih mementingkan status sosialnya akan merasa berjalan dalam sebuah impian. Selalu kurang dan kurang. Seolah-seolah orang tersebut tak bisa membedakan berada di dunia maya atau nyata. Lama kelamaan orang tersebut kelelahan akan apa yang dilakoninya hingga lebih mementingkan tampilan luarnya dari pada ketenangan jiwa dan hati. Sehingga tak menadapatkan cinta semestinya dalam balutan bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun