Mohon tunggu...
Niala cita
Niala cita Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - INFJ

Perempuan yang hobi mengamati sekitar, suka bercerita dan mendengarkan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Kasus Pemerkosaan. Sebuah Krisis Sosial yang Mendesak untuk Ditangani

20 September 2024   08:38 Diperbarui: 20 September 2024   08:46 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemerkosaan, perogolan atau rudapaksa menurut Wikipedia adalah segala bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dapat mengakibatkan kerugian fisik, trauma emosional dan psikologis terhadap korbannya.

Baru-baru ini viral pemerkosaan disertai pembunuhan  yang menimpa Nia, penjual gorengan. Berita ini cukup banyak menyita perhatian masyarakat sebab Nia hanyalah gadis remaja yang sedang berjuang mencari nafkah. Naas di usia muda dia harus merenggang nyawa dengan keadaan yang mengenaskan.

Nia hanyalah salah satu kasus dari banyaknya pemerkosaan di Indonesia. Menurut Badan Pusat statistik laporan " Statistik laporan kriminal 2023" menunjukan adanya 1.443 kasus tindak kejahatan asusila pemerkosaan di Indonesia. Jumlah tersebut naik 23,9 persen di banding tahun sebelumnya.

Di tahun 2022 ada 10 provinsi dengan kasus pemerkosaan tertinggi. Aceh, 135 kasus. Jawa barat, 114 kasus. Jawa Timur, 106 kasus. Sulawesi selatan 101 kasus. Sumatera Utara, 68 Kasus. Lampung, 61 kasus. Nusa tenggara barat, 60 kasus. Sumatera selatan, 59 kasus. DKI jakarta 59 kasus. Nusa tenggara timur 55 kasus.

Meningkatnya kasus pemerkosaan tidak hanya menjadi permasalahan hukum. Kasus pemerkosaan juga jadi krisis kemanusiaan yang melibatkan berbagai aspek. Seperti moralitas, pendidikan dan budaya.

Faktor-faktor yang memicu meningkatnya kasus pemerkosaan.

1. Patriarki.

   Pandangan terhadap kaum perempuan dan anak sebagai makhluk yang lemah dan mudah diperdaya juga berpotensi memicu tindakan kasus pemerkosaan.

2. Kurangnya pendidikan seksual.

   Minimnya pendidikan seksual yang komprehensif di sekolah sehingga membuat para remaja tidak punya pengetahuan yang cukup untuk melindungi dan mengendalikan dirinya.

3. Pengaruh media dan teknologi.

   Banyaknya konten-konten yang tidak pantas yang menjurus ke arah pornografi sekarang ini sangat mudah di akses oleh anak-anak dan remaja.

4. Faktor lingkungan dan masyarakat 

   Lingkungan pertemanan sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Keluarga yang abai, masyarakat yang tidak perduli membuat perilaku negatif tidak ada pengawasan.

5. Payung hukum yang lemah

  Hukuman bagi tindak pemerkosaan maksimal 12 tahun penjara namun pada praktiknya banyak yang tidak lebih dari 7 tahun penjara.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan

1. Edukasi dan kampanye kesadaran.

2. Penegakan hukum yang ketat.

3. Dukungan bagi korban.

4. Pengawasan dan regulasi media.

Diperlukan pendekatan yang komprehensif dari berbagai pihak. Pemerintah, penegak hukum, lembaga pendidikan hingga masyarakat luas. Perjuangan melawan pemerkosaan adalah perjuangan melawan ketidakadilan dan kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun