Di zaman sekarang, semua orang bisa menggunakan media sosial. Dari anak-anak yang seharusnya belum memiliki akun media sosial hingga orang tua. Hanya bermodalkan smartphone dan kuota, semua orang bisa berinteraksi melewati batas ruang dan waktu.
Semua orang bisa jadi apapun di media sosial. Setiap individu bisa mencitrakan diri lebih baik dari realita. Orang-orang bisa foto dengan suami/istri meski rumah tangganya tidak bahagia, kulit bisa mulus hasil edit di aplikasi, bisa jalan-jalan keluar negeri meski harus berhutang, berfoto sambil tiduran di atas bunga meski merusak tanaman. Semua itu dilakukan untuk konten yang bagus.
Saat diunggah di media sosial, orang-orang akan menunggu seberapa banyak jumlah "like" atau "love" yang mereka dapatkan. Baik atau buruk kini dihitung dengan angka dan banyak orang yang terobsesi pada angka tersebut. Maka, tidak heran jika Instagram sedang uji coba mencabut fitur "like" di platform mereka.
Tanda media sosial mempengaruhi kesehatan mental
Mulanya media sosial memiliki nilai positif yaitu kita jadi tahu kabar teman-teman, kabar dunia, atau membangun networking hingga mendapat pekerjaan.
Namun pernahkah kita mulai merasa ada kejanggalan, seperti munculnya rasa minder atau sedih setelah melihat Instagram atau Facebook teman kita? Mereka memperlihatkan keberhasilan-keberhasilan seperti sudah punya rumah, mobil, atau dapat promosi di perusahaan. Kemudian secara tidak sadar, kita jadi membandingkan dengan keadaan kita sekarang.
Tidak hanya itu, media sosial bisa merusak konsentrasi. Pernahkah kita tidak selesai-selesai membaca sebuah buku atau mengerjakan pekerjaan karena melakukannya sambil cek Facebook?
Saatnya istirahat sejenak
Kalau kita sudah merasakan hal-hal negatif ketimbang positif, sebaiknya offline sejenak. Temui teman atau keluarga kita secara langsung dan ganti semua interaksi online menjadi offline.
Lakukan hal-hal yang kita sukai seperti menjalani hobi. Olahraga atau jalan-jalan bisa menyegarkan pikiran. Terkadang kita tergoda untuk update, tetapi tahan dulu untuk tidak membuka media sosial. Jika sulit, uninstall aplikasinya.
Mengubah kebiasaan memang sulit. Kita juga mungkin akan merasa fear of missing out (FOMO) alias takut ketinggalan berita. Tetapi mari kita coba perlahan dan lihat dampaknya pada diri. Beranikah kita mencobanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H