Media sosial adalah salah satu bentuk dari kemajuan teknologi. Media sosial sendiri dapat didefinisikan sebagai platform digital yang memfasilitasi penggunanya untuk berkomunikasi dengan pengguna lain melalui berbagai cara, seperti tulisan, gambar, video, dan lain sebagainya (Umam, 2021). Di zaman serba digital ini, mustahil jika masih ada orang yang tidak mengetahui media sosial karena media sosial dianggap sebagai suatu hal penting yang perlu untuk dimiliki seseorang. Hal ini disebabkan karena media sosial memiliki peran besar dalam penyebaran informasi di era serba digital ini.
Kegunaan media sosial sangatlah luas, apalagi di zaman sekarang kita membutuhkan suatu platform yang dapat menyediakan segala bentuk informasi yang ada. Dalam bidang bisnis misalnya, kita dapat dengan mudah membangun dan menjalankan bisnis baru melalui media sosial. Kita juga dapat memanfaatkan media sosial sebagai tempat untuk mempromosikan barang atau jasa kita sehingga bisnis kita akan lebih mudah berkembang.
Tidak hanya di bidang bisnis, media sosial juga menyediakan berbagai informasi yang sangat bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari kita. Kita bisa mengetahui berita atau kabar-kabar yang tengah terjadi dan diperbincangkan oleh masyarakat (Sari, 2019). Dari manfaat-manfaat ini saja, kita dapat mengetahui bahwa media sosial adalah platform digital yang sangat berguna. Selain itu, manfaat media sosial sangatlah luas, apalagi jika kedepannya platform digital ini lebih dikembangkan.
Seperti apa yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa media sosial memiliki berbagai dampak positif yang sangat bermanfaat bagi penggunanya. Namun, media sosial juga bisa memberi dampak negatif pada penggunanya. Kita pasti tahu bahwa semua yang berlebihan tidaklah baik, begitu juga dengan media sosial. Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berdampak buruk bagi diri kita. Mulai dari penyakit fisik seperti mata minus, sampai gangguan mental seperti gangguan tidur atau insomnia, depresi, insekuritas, dan lain sebagainya.
Gangguan mental merupakan kondisi kesehatan yang mempengaruhi perasaan, pikiran, dan suasana hati. Gangguan mental memiliki banyak jenis, mulai dari depresi, gangguan kecemasan, gangguan makan, PTSD, bipolar, dan lain sebagainya. Gangguan mental ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik, biologis, psikologis, dan faktor lingkungan yang lain.
Pada Januari 2022, pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta orang atau setara dengan 68,9 persen dari total populasi. Di balik banyaknya pengguna media sosial di Indonesia, tidak sedikit dari mereka yang mengalami gangguan mental karena penggunaan media sosial sendiri. Karena itulah pada tulisan ini, saya akan mencoba menganalisis dampak negatif terutama perihal gangguan mental yang disebabkan oleh penggunaan media sosial.
(Sujarwoto, Tampubolon, & Pierewan, 2019) Menjelaskan bahwa berdasarkan studi-studi sebelumnya, hubungan antara media sosial dan kesehatan mental terbagi menjadi dua yaitu positif dan negatif. Sebagian studi atau penelitian mengindikasi jika penggunaan media sosial seperti Twitter dan Facebook yang dapat memberi dampak positif pada kesehatan mental. Melalui media sosial, seseorang bisa mendapatkan dan meningkatkan dukungan sosial dan kontak sosial. Melalui kontak sosial yang terjadi lewat media sosial, seseorang bisa merasa terhubung dengan orang lain. Adanya kontak dan dukungan sosial tersebut bisa menjadi faktor yang bermanfaat bagi kesehatan mental seseorang. Tetapi sebagian studi yang lain beranggapan bahwa media sosial memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan mental penggunanya. Pengaruh negatif tersebut dapat berupa depresi, gangguan tidur, insekuritas, dan lain sebagainya.
(Pittara, 2022) Mendefinisikan depresi sebagai gangguan yang mempengaruhi suasana hati di mana hal ini ditandai dengan hilangnya minat terhadap suatu hal yang disukai. Depresi berkaitan dengan penggunaan media sosial karena intensitas penggunaan media sosial dapat menjadi faktor penyebab depresi. Faktor psikososial menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan depresi. Faktor psikososial sendiri terdiri dari faktor psikologis dan faktor sosial. Distorsi kognitif merupakan pemikiran negatif terhadap diri sendiri, apa yang dimiliki, dan hal- hal yang akan datang. Distorsi kognitif ini adalah salah satu faktor psikologis dari munculnya depresi. Kegiatan membandingkan diri sendiri dengan orang lain secara tidak adil merupakan salah satu bentuk dari distorsi kognitif. Banyak orang yang berpikiran bahwa dirinya tidak sebanding dengan orang lain, apa lagi melalui media sosial peluang untuk membandingkan diri ini sangatlah terbuka.
(Vogel, Rose, Roberts, & Eckles, 2014, h. 207) Menerangkan bahwa saat melihat konten yang dibagikan oleh orang lain, maka dapat memunculkan rasa untuk membandingkan konten tersebut dengan konten diri sendiri. Hal yang dibandingkan ialah kelebihan orang lain dengan kelemahan diri sendiri. Perbandingan sosial ini dapat memberi pengaruh buruk seperti rasa rendah diri sehingga kita menganggap diri kita tidak sepadan dengan orang lain. Pengaruh buruk inilah yang merupakan salah satu faktor psikologis dari munculnya depresi. Tidak hanya depresi, media sosial juga memiliki dampak negatif yang lain.
Dampak negatif lainnya dari penggunaan media sosial adalah cyberbullying. Cyberbullying merupakan suatu tindakan negatif yang dilakukan oleh suatu kelompok tertentu atau seseorang kepada orang lain dengan cara mengirimkan gambar, pesan teks, foto, dan lain- lain yang bertujuan untuk merendahkan dan melecehkan orang tersebut. Cyberbullying umumnya berbentuk suatu ujaran kebencian yang dilontarkan oleh seseorang terhadap orang lain. Cyberbullying di media sosial sering kali dilakukan secara tidak sengaja. Kebanyakan orang yang melontarkan ujaran kebencian terhadap orang lain menganggap hal tersebut sebagai suatu hal yang remeh. Namun berbeda dengan orang yang menerima ujaran tersebut yang akan merasa bahwa dirinya tidak cukup baik di mata orang lain. Tetapi banyak juga cyberbullying yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan ingin menjatuhkan dan menyerang orang lain.
Cyberbullying memiliki berbagai dampak negatif yang dapat mempengaruhi korbannya. Cyberbullying tidak kalah menakutkan dengan bullying yang dilakukan secara langsung, karena keduanya sama-sama memberi pengaruh yang tidak sepele terhadap korbannya. Bahkan kasus yang paling parah adalah korban yang memutuskan untuk bunuh diri karena sudah tidak kuat akan depresi yang diderita karena cyberbullying.
Bentuk lain dari pengaruh negatif penggunaan media sosial adalah insecurity. Menurut (Asta, 2019) insecurity dapat didefinisikan sebagai tindakan yang ditimbulkan oleh adanya emosi ketika seseorang menilai dirinya lebih rendah dari orang lain. Insecurity sangat mudah muncul ketika kita menggunakan media sosial. Seperti contoh ketika postingan seorang aktris muncul di media sosial seorang perempuan yang mana membuat perempuan tersebut merasa insecure terhadap sang aktris. Munculnya rasa insecure ini dapat disebabkan karena perempuan tadi membandingkan dirinya dengan sang aktris, yang mana ia merasa dirinya tidak secantik aktris tersebut. Insecurity ini dapat mempengaruhi cara seseorang menilai dirinya sendiri. Dampak insecurity ini bahkan dapat menimbulkan gangguan kecemasan dan membuat seseorang tidak percaya akan dirinya sendiri.
Tidak sampai di sini saja, media sosial juga dapat mempengaruhi pola pikir penggunanya dalam mengikuti dan melakukan suatu hal. Penggunaan media sosial ini sangat bisa mempengaruhi penggunanya untuk mengikuti apa yang sedang tren atau tengah dilakukan orang lain hanya karena tidak ingin merasa tertinggal. Fear of missing out atau FOMO pastinya sudah tidak asing lagi di telinga kita. (Anggraeni, 2021) mendefinisikan FOMO sebagai perasaan takut yang dirasakan seseorang ketika dirinya merasa tertinggal.
FOMO ini mungkin bagi sebagian orang terasa remeh atau bukan suatu perkara besar, tetapi ada fase dimana FOMO dapat menyebabkan seseorang terkena depresi. Ketika seseorang merasa takut tertinggal, dia akan mengikuti apa yang dilakukan orang lain semata-mata karena rasa takut tersebut. Seseorang yang FOMO cenderung melakukan suatu hal bukan karena keinginannya sendiri, melainkan hanya sebagai ajang ikut-ikutan. FOMO yang berlebihan dapat membuat seseorang tertekan dan depresi ketika dirinya merasa tertinggal dari orang lain.
Setelah mengetahui apa saja dampak positif dan negatif dari media sosial, kita sebagai pengguna media sosial tentu harus cerdas dalam menggunakan media sosial. Jika kita bisa menggunakan media sosial secara baik dan benar, maka kita akan dapat merasakan manfaat dari media sosial. (Zulfikar, 2021) menjelaskan bahwa sebelum menggunakan media sosial, kita harus paham akan apa alasan kita menggunakan media sosial. Memahami alasan ini sangatlah penting agar kita dapat menggunakan media sosial sesuai alasan tersebut dan tidak perlu membuang-buang waktu terlalu lama dalam menggunakan media sosial.
Agar terhindar dari depresi dan insekuritas akibat penggunaan media sosial, kita harus bisa menerima diri kita apa adanya. Penerimaan diri sendiri yaitu memandang diri kita sebagai orang yang pantas dicintai tanpa perlu pembuktian dan tanpa mencoba untuk mengungguli orang lain (Brelnes, 2016). Seseorang yang dapat menerima dirinya sendiri secara otomatis akan mulai mencintai dirinya dengan apa adanya. Perasaan cinta diri sendiri inilah yang dapat menghindarkan kita dari depresi maupun insekuritas. Ketika kita sudah mencintai diri kita, maka kita tidak akan membiarkan diri kita terluka dan akan selalu berusaha untuk bahagia.
Pembatasan penggunaan media sosial perlu dilakukan untuk menghindari banyaknya pengaruh buruk yang salah satunya adalah Fear of Missing Out atau FOMO. Media sosial memiliki pengaruh besar dalam membuat seseorang menjadi FOMO. Karena itulah ketika kita membatasi penggunaan media sosial, maka kita tidak perlu melihat konten yang kurang penting dan terhindar dari FOMO (Isnaini, 2022). Untuk menghindari FOMO, kita harus memprioritaskan kebutuhan dibanding kemauan.
Banyak sekali ujaran-ujaran kebencian yang bisa dengan mudah kita temukan di media sosial. Ketikan-ketikan penuh kebencian tersebut dapat memberikan pengaruh negatif terhadap orang yang dituju. Sebagai pengguna media sosial, menjaga ketikan saat menggunakan media sosial sangatlah penting. Dengan menjaga dan menyaring kalimat yang akan kita post di media sosial, kita dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti cyberbullying.
Dalam menggunakan media sosial, peran lingkungan sangatlah penting dalam menjaga kesehatan mental seseorang. Orang tua berperan mengawasi anak mereka dalam menggunakan media sosial dan memberi dukungan moral ketika sang anak tengah mengalami masa sulit. Tidak hanya orang tua, namun kita sebagai sesama pengguna media sosial harus memiliki sifat peduli terhadap sesama. Sehingga ketika kita menemukan seseorang yang tengah depresi di media sosial, setidaknya kita dapat membantu orang tersebut dengan memberi mereka kata-kata penyemangat. Kesimpulan dari tulisan ini adalah kita sebagai pengguna media sosial harus cerdas dalam menggunakan media sosial agar kita dapat merasakan pengaruh positif dan terhindar dari pengaruh negatif media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H