Tulisan ini bukan memojokkan siapapun. Yang gue cermati adalah sangat berbeda sekali tulisan wartawan amanah, dan wartawan yang “ARS-Asal Redaktur Senang”. Ya, mereka bekerja dibawah tekanan Redakturnya. Menyedihkan sekali.
Sehari menjelang acara penandatanganan MOU antara Lemsaneg dengan Pemprop DKI Jakarta, tidak sengaja gue menangkap kegelisahaan insan media, terutama para pemula.
Ya, dari gestur mereka, kegelisahan itu nampak jelas. Bayangkan mereka berpayah mengejar lajunya Innova Hitam yang membawa DKI-1 ke arah selatan Jakarta. Dan secara tiba-tiba menghilang masuk dalam gedung berpagar tinggi. Sialnya mereka gak boleh masuk. Kekesalan itu pun mereka tumpahkan ke Redaktur. Hasilnya bisa dilihat di media esok harinya. Wah wah.
Begitu juga ketika Jawa Pos National Network memberitakan Lemsaneg MOU dengan Pemkab Kukar –dan dipanasi dengan twitting Ibu Bupati, dan … mereka pun merasa ketinggalan lagi. Redaktur pun mulai membanting apa saja dan melemparnya ke muka para pemula. Hasilnya, bisa ditebak, dari pola yang gelisah pastinya akan menuliskan berita yang gelisah pula. Silahkan simak tanggal terbitnya.
Akhirnya sehari (26/2) menjelang acara MOU ditandatangani, beberapa pemula dari beberapa media menelpon saya dan mengeluarkan jurus meng-iba. ”Bang, di Balai Agung sedang persiapan acara penandatanganan dengan Lemsaneg, apa isinya Bang, tentang Penyadapan ya Bang” dan lain sebagainya. Karena belum ada kepastian tanggal, yaaa –apalagi yang akan saya sampaikan ke mereka kecuali materi yang sudah diberitakan.
“Gubernur minta aplikasi elektronis agar diamankan oleh Lemsaneg”,
“Gak ada pembicaraan tentang sadap-menyadap, hanya aplikasi e-e-an itu”,
“Lagi pula kan sudah sudah terbit di media kalian, gak ada yang baru”,
“Jadi gak perlu ditulis obrolan kita, nama saya jangan disebut”, mohon saya merendah.
Tapi lihat apa yang terjadi keesokan harinya. Media-Spin pun terjadi. Secara jelas nama saya disebut tegas. Secara struktur, pernyataan saya menegasikan ucapan seorang Pejabat DKI di alinea-alinea atasnya. Saya SMS dia, dan tanya kenapa nama saya dimunculkan, sambil berkeluh –kenapa anda tidak amanah.
Pembaca sekalian pasti sudah tahu jawabannya. Ya betul, apa lagi selain “tekanan dari Redaktur” dan “Hak Jawab” … apa lagi kilahnya. Hah.
Bagi saya ini melanggar amanah dan etika –sangat menyedihkan dan memuakkan sekali.
Saya berharap, media semakin arif dalam pemberitaan dan pada setiap tulisannya, sehingga masyarakat mendapatkan berita yang berimbang sesuai dengan kenyataan, dan mencerdaskan bangsa. Jangan lupa media adalah pilar demokrasi keempat, jadi obyektifitas harus dijaga.
Lagi pula, amanah harus dijunjung tinggi, ingat semuanya akan dipertanggungjawabankan pada Tuhan kelak.
versi lengkap dengan gambar ada di http://www.rfirmans.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H