Mohon tunggu...
Niabatul Ulya Mufidah
Niabatul Ulya Mufidah Mohon Tunggu... -

saya seorang mahasiswi Universitas Islam Negeri Malang pada Jurusan Pendidikan Bahasa Arab

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aku adalah Sama

1 April 2015   13:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:41 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul ini saya ambil dari pengamatan saya sewaktu berada di salah satu sekolah Pendidikan Luar Biasa Tuna Rungu di Kota Malang. Pagi itu saya sampai disana disambut dengan sapaan hangat oleh guru beserta wali murid disimbolkan dengan anggukan diiringi senyum lebar menyapa. Suasana kala itu tenang karena sedang berlangsung kegiatan belajar mengajar dari jenjang SD sampai SMA. Setiba kami di lantai 3, ternyata sedang berlangsung ujian praktek kelas IX atau setara dengan kelas 3 SMP. Saya diperkenankan mengikuti pelajaran di kelas namun saya hanya berada di balik pintu, sembari sesekali saya mendengarkan penjelasan guru, saya sambil bertanya kepada salah satu guru muda yang sedang tidak ada jam mengajar. “Hemb..bu, kendala apa yang dialami ibu alami ketika mengajar di SLB ini?” dengan senyum manis beliau menjawab, “Komunikasi dengan murid itulah yang perlu untuk adaptasi, karena tidak semua guru disini dari latar belakang pendidikan PLB (Pendidikan Luar Biasa)”. Tak terasa 30 menit berlalu suasana pecah karena rasa keakraban diantara kami meskipun baru kenal, penjelasan ibu guru tadi sebut saja namanya gina, mampu menghapus pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak saya. Tidak lama kemudian ada salah satu murid menghampiri kami, jarinya mulai mengisyaratkan apa yang ingin ia katakan. Ternyata ia mengatakan, “siapa nama kakak ini?” sambil menunjuk ke arah saya. Berbekal tiga kata dengan bahasa isyarat yang sempat diajarkan oleh guru tadi sewaktu kami berbincang-bincang, saya menjawab sambil mengepalkan jari untuk mengisyaratkan bahasa agar ia memahami apa yang saya katakan.

Dari cerita singkat pengalaman saya sewaktu berada di salah satu sekolah luar biasa tuna rungu di Kota Malang, dapat disimpulkan bahwa anak yang mengalami perkembangan dengan berkurangnya salah satu fungsi organ tubuhnya dapat berkembang seperti anak normal yang lain. Yang membedakan dari mereka adalah usaha untuk melakukan suatu kegiatan tertentu. Seperti belajar, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan ligkungannya. Terkadang tidak banyak orang yang memahami akan hal ini. Sehingga masih kerap terjadi anak yang mengalami keterbutuhan khusus menjadi korban bully oleh teman atau orang sekitar. Padahal, apabila kita dapat berkaca dari mereka, bahwa usaha dan semangat mereka melebihi orang biasanya. Pernahkah kalian mendengar kejuaraan tingkat nasional pun internasional dalam perlombaan atau olimpiade, dijuarai oleh anak berkebutuhan khusus yang memiliki usaha dan tekad lebih untuk menang?. Pemerintah diharapkan melek akan hal ini, dengan memberikan perhatian dan apresiasi lebih terhadap mereka yang ‘sama’ dengan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun