Mohon tunggu...
Money

Bayar Angkot Pakai E-Money dan Sistem Kredit Solar

14 Juni 2015   12:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angkot adalah moda transportasi umum utama yang familiar di Indonesia terutama Bandung. Banyaknya angkot dengan berbagai rute perjalanan hampir mencakup seluruh wilayah Bandung. Murahnya ongkos bila dibandingkan transportasi umum lainnya seperti taksi dan ojek menjadikan alasan mengapa angkot masih bertahan hingga kini. Selain itu angkot juga selalu ada di tiap menitnya. Kita tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan angkot ke tempat yang kita tuju.

Namun sayang untuk menjadi juara, angkot masih memiliki kekurangan dalam beberapa hal. Seperti ada beberapa angkot “nakal” yang ngetem di sembarang tempat, kebut-kebutan, lemahnya sistem keamanan (rawan copet dan tindakan kriminal lain), serta ongkos angkot yang tidak sama tiap angkotnya sehingga membingungkan penumpang dan ribetnya menyiapkan uang receh untuk pembayaran.

Saat ini Indonesia masih dilanda problema mainstream kota besar. Apalagi kalau bukan macet. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kendaraan pribadi yang tumpah ruah di jalan raya saat jam-jam tertentu (terutama jam kerja dan pulang kerja) serta angkot yang menaik-turunkan penumpang dan ngetem di sembarang tempat. Coba bayangkan, jika layanan angkutan umum diperbaiki, fasilitasnya baik dan layak, bersih, aman, no ngetem sembarangan,  semua kasta tak malu naik angkot, kendaraan pribadi tak lagi sliweran memadati jalan, harapannya tak ada lagi namanya macet di Kota Kembang.

Sayang sungguh sayang, pada kenyataannya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Disamping fasilitas yang harus terus diperbaiki agar semakin nyaman untuk dijadikan angkutan utama dalam kota, pemerintah dan pihak terkait juga perlu mengadakan perombakan secara masal dan menyeluruh untuk manajemen sistem transportasi di Bandung. Harus ada aturan yang mengikat seluruh bisnis angkot di kota Bandung untuk memudahkan koordinasi. Perlahan namun pasti angkot harus berbenah diri, bukan mobil butut yang suka ngetem, kebut-kebutan, dan ladangnya kriminalitas, tapi transportasi umum yang modern, nyaman dan berteknologi.  Sistem pembayarannya yang lama, tak pasti dan ribet pun sudah saatnya ditinggalkan.

Saya mempunyai mimpi, suatu hari nanti pembayaran angkot di Bandung dilakukan secara non tunai seperti busway di Jakarta dan MRT di Singapore. Tidak hanya itu saja, lebih tinggi lagi saya membayangkan jika ada feature tambahan semacam kartu kredit yang dimiliki sopir angkot untuk membeli BBM. Hal ini menjawab masalah: kecilnya pendapatan sopir angkot setelah dikurangi biaya BBM dan setoran wajib per harinya. Tidak jarang sopir angkot harus tombok untuk membeli solar keesokan harinya. Tentu saja untuk mencapai hal ini diperlukan kerjasama antara penyedia BBM, Pemerintah dan BI.

Saya menyebutnya Sistem Angkot Elektronik dan Kredit Solar. Sebuah sistem baru dalam dunia transportasi umum yang menggabungkan sistem pembayaran non tunai dan manajemen angkot di dalam kota. Saya berasumsi sistem ini dijalankan di Bandung terlebih dahulu sebagai kota percontohan. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk dapat diterapkan juga di kota lain di Indonesia.

  1. Kartu Identitas Digital Sopir dan Mesin Refund

Fungsi utama adalah tanda pengenal untuk sopir angkot. Fungsi lainnya adalah kartu kredit dan kartu ATM. Kartu ID ini terintegrasi ke rekening sopir dan database di penyedia BBM. Jadi sistematikanya seperti ini:

Data diri sopir disimpan dalam sebuah chip kartu yang berfungsi sebagai kartu identitas. Data base sopir beserta ID terintegrasi ke dua tempat. Pertama adalah ke penyedia layanan BBM (sebagai jaminan kredit solar) dan ke stasiun pemberhentian pusat di tiap trayek (untuk refund penghasilan per harinya). Tidak perlu menunggu berhari-hari untuk pembayaran kredit karena semua transaksi dilakukan hari itu juga. Nah, untuk itu harus dibuat kesepakatan antara pihak terkait batas waktu operasi angkot karena hal ini yang menentukan kapan refund dan credit payment dilakukan.

Setelah uang yang direfund  dari stasiun pusat ke Kartu ID Sopir melebihi jumlah BBM yang dipinjam, secara otomatis akan langsung memotong uang didalam Kartu ID sopir. Namun, jika sampai batas waktu akhir angkot beroperasi ternyata uang didalam Kartu ID sopir masih kurang untuk membayar BBM, secara otomatis kartu akan memotong hanya 50% saja. Dan sisanya akan dibayar di hari berikutnya ketika penghasilan sopir sudah melebihi jumlah hutangnya Tentu saja harus ada periode maksimal pembayaran tunggakan sisa hutang. Misalnya sebulan dari tunggakan kredit yang pertama. Hal ini dilakukan untuk mencegah penghasilan Rp 0 untuk sopir angkot.

Analogi

Berikut analogi untuk memudahkan pemahaman pembaca. Pak Dayat adalah sopir angkot di Kota Bandung. Langkah pertama adalah Pak Dayat mendaftarakan diri terlebih dahulu ke Komunitas Sopir Angkot se-Bandung Raya untuk membuat kartu ID. Portal stasiun pemberhentian hanya bisa dibuka oleh kartu ID sopir. Kartu ID ini berfungsi sebagai “pengenal” angkot mana yang sedang ngetem dan ke mana E-Money dari penumpang dibayarkan. Dengan kata lain, tanpa Kartu ID angkot Pak Dayat tidak bisa ngetem dan menaik turunkan penumpang di stasiun pemberhentian. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut di bagian Mesin Tiket dan Pembaca ID Sopir. Di akhir waktu operasi angkot sesuai perjanjian di awal,  pak Dayat baru bisa refund penghasilannya hari itu.

Menggunakan mesin untuk refund secara otomatis akan terlihat berapa penumpang yang naik angkot Pak Dayat hari itu. Setelah ditotal, penghasilan Pak Dayat adalah Rp210.000, sementara hutang Pak Dayat di SPBUadalah Rp 100.000. Secara otomatis uang yang masuk ke rekening (Kartu ID) Pak Dayat hanya Rp 110.000 karena sisanya langsung disalurkan ke rekening SPBU dimana dia berhutang.

Namun sistemnya beda jika penghasilannya dibawah jumlah hutang di SPBU. Misalnya penghasilan Pak Dayat hari pertama hanya Rp 80.000 sementara hutang untuk membeli BBM di SPBU sebesar Rp 100.000. Mesin Refund secara otomatis hanya akan memotong 50% untuk SPBU. Jadi, dari Rp 80.000 itu Rp 40.000 akan masuk ke rekening sopir, dan sisanya masuk ke rekening SPBU. Jumlah akumulasi 3 kali kredit yang tidak terbayar tidak boleh lebih dari Rp 150.000. Jika demikian, sopir akan mendapat peringatan dari Paguyuban dan terancam tidak bisa beroperasi lagi.

  1. E-Money Penumpang

E-money untuk penumpang adalah e-money yang sama seperti yang beredar saat ini. Tidak ada beda sama sekali kecuali penambahan fitur untuk membayar ongkos angkot dan mungkin peningkatan keamanan kartu dengan menambah PIN atau Fingerprints.

  1. Stasiun Pemberhentian Angkot , Mesin Pembaca ID dan Mesin Ticketing

SPA adalah satu-satunya pemberhentian legal untuk angkot. SPA akan dibuat disepanjang trayek yang dilalui angkot dan disediakan satu SPA Pusat untuk mengatur segala transaksi keuangan dari penumpang ke SPA Cabang, SPBU dan sopir angkot.

 Sistem kerja dan bentuk fisik dari Stasiun Pemberhentian Angkot ini hampir sama seperti halte busway. Bedanya jika busway tidak dilengkapi dengan portal penutup jalan, di Stasiun Pemberhentian Angkot ini dilengkapi oleh dua portal (penutup jalan) yaitu portal masuk dan portal keluar.

 Ada 2 mesin yang tersedia di Stasiun Pemberhentian Angkot yaitu Mesin Pengenal ID Sopir dan Mesin Ticketing.

Pertama, untuk membuka portal dan memasuki stasiun pemberhentian, sopir harus sign in terlebih dahulu menggunakan kartu ID-nya. Dengan cara menempelkan kartu ID ke mesin pembaca ID. Hal ini dilakukan agar terekam “siapa yang ngetem, kapan ngetemnya, berapa jumlah penumpangnya” dan data tersebut akan langsung dikirim ke Stasiun Pemberhentian Pusat untuk keperluan refund diakhir waktu operasi angkot.

Langkah kedua, penumpang membeli ticket di mesin ticketing dengan cara menempelkan e-money ke mesin ticketing di SPA asal dan menempelkan kembali di SPA tujuan. Namun, pengurangan nominal uang di e-money penumpang hanya dilakukan sekali di stasiun akhir. Mesin ticketing ini adalah mesin cerdas yang menjadi pembaca dan pencatat rute yang dilalui penumpang.  Mesin ticketing ini yang akan menentukan nominal tarifnya. Tarif bergantung pada jarak yang dilalui angkot. Semakin jauh, tarifnya akan semakin mahal. Sistem ini menseragamkan tarif angkot sehingga adil dan tidak merugikan kedua belah pihak.

  1. “EDC” Kredit Solar

Seperti yang telah dibahas di awal, salah satu keuntungan untuk sopir bila beralih ke sistem ini adalah bisa “ngutang dulu” BBM di SPBU tertentu yang telah bekerjasama dengan pemerintah. Tentunya dibutuhkan pencatatan “siapa yang ngutang, kapan transaksinya dan berapa liter BBM yang dipinjamnya”. Nah untuk itu diperlukan mesin menyerupai EDC yang fungsinya ditingkatkan yaitu mengenali identitas sopir dan melakukan pencatatan kredit BBM meliputi data diri sopir, trayek mana, kapan transaksi dan jumlah BBM yang dihutang jika diuangkan. Data tersebut akan dikirimkan ke SPA pusat di tiap trayek dari angkot yang berhutang dan disimpan untuk bukti pencatatan bagi SPBU.

SISTEMATIKA PEMBAYARAN ANGKOT:

Sopir angkot sign in di SPA menggunakan kartu ID à Penumpang daftar beli tiket di SPA asal à Daftar SPA asal terekam di e money penumpang à Penumpang naik angkotàWaktu ngetem ditentukan misalnya x menit à X menit berlalu, alarm stasiun berbunyi àSopir angkot sign out SPA menggunakan kartu ID à Penumpang turun di SPA tujuan  à Membayar tiket di mesin ticketing stasiun tujuan à Uang pembayaran langsung dikirim ke Stasiun pusat trayek angkot oleh mesin ticketing à Saat akhir waktu operasi, sopir ke SPA pusat untuk refund menggunakan Kartu ID à Pembayaran kredit solar diambil dari penghasilan hari itu à Refund penghasilan sopir angkot setelah dikurangi bayar BBM, berdasarkan jumlah penumpang dan rute yang dilalui penumpang diambil dari data yang terekam di Kartu ID

SISTEMATIKA KREDIT SOLAR

Sopir datang ke SPBU yang ditunjuk Pemerintah à Menempelkan Kartu ID ke mesin “EDC” Kredit Solar à Petugas mengisi BBM à Selesai.

TANTANGAN SISTEM ANGKOT ELEKTRONIK & KREDIT SOLAR

  • Biaya Pembangunan Sistem yang Tidak Murah

Untuk pengadaan sistem ini membutuhkan fasiitas mesin-mesin canggih dan pembangunan Stasiun Pemberhentian Angkot yang jumlahnya lebih dari satu di setiap trayek sehingga memerlukan biaya yang tidak murah.

  • Perubahan Budaya

Secara tidak langsung sistem ini merubah kebiasaan masyarakat yang sebelumnya membayar angkot menggunakan uang tunai dituntut menggunakan instrumen non tunai (e-money). Ada dua kemungkinan, masyarakat akan beralih ke instrumen pembayaran non tunai bila sistem ini diterima atau masyarakat akan beralih ke transportasi lain jika sistem ini ditolak. Persepsi di masyarakat tentang tidak amannya transaksi non tunai juga menjadi tantangan untuk realisasi sistem ini.

KELEBIHAN SISTEM ANGKOT ELEKTRONIK & KREDIT SOLAR

Keuntungan untuk BI dan Penyedia Layanan E-Money:

  • Mengurangi penggunaan uang tunai di masyarakat (membentuk less cash society)
  • Menekan laju inflasi
  • Menambah penghasilan perbankan dengan adanya biaya layanan non tunai

Keuntungan untuk Pemerintah:

  • Mengurangi kemacetan
  • Menekan laju inflasi
  • Meminimalisir penggunaan uang tunai
  • Mengurangi pengeluaran pemerintah untuk pengadaan uang tunai
  • Mewujudkan sistem transportasi umum yang lebih modern, terkoordinasi dan berteknologi

Keuntungan untuk Sopir Angkot:

  • Adanya fasilitas kredit solar
  • Kredit solar hanya memotong 50% dari penghasilan hari itu jika jumlah penghasilan kurang dari hutang. Mengurangi kemungkinan penghasilan Rp 0 per hari
  • Tarif yang adil karena ditentukan rute
  • Memiliki paguyuban yang menjadi tempat bernaung, besosialisasi dan mencari perlindungan

Keuntungan untuk Masyarakat

  • Tidak perlu ribet mencari uang receh atau uang pas untuk bayar angkot
  • Tarif yang adil berdasarkan rute
  • Fasilitas yang nyaman dan “ngetem only x minute” sehingga menghemat waktu
  • Adanya waktu operasi angkot yang jelas sehingga terhindar dari “angkot gelap” dengan modus kriminalitas

Sistem ini masih memiliki banyak kekurangan. Ini hanya ide sederhana dari seorang mahasiswa berpikiran dangkal yang masih minim pengalaman. Satu yang saya percaya. Suatu hari nanti teknologi akan menjadi solusi untuk membentuk masyarakat yang madani. Pemerintah dan perbankan terus berbenah, riset dan penelitian terus digalakan, Gerakan Nasional Non Tunai bertubi-tubi didengungkan. Tak peduli saat ini penggunaan instrumen non tunai belum mencapai ekspektasi, saya percaya, dengan adanya inovasi dalam penggunaan dan paksaan yang tidak memberatkan, pada tahun 2020 Indonesia mampu mencapai titik 85% penggunaan transaksi non tunai. Akankah ide ini terealisasi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun