WONOGIRI--- Dalam pasal 17 UU No. 8 tahun 2016 menyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak kesejahteraan sosial yang meliputi hak rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Regulasi ini penting untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan yang adil dan setara dalam masyarakat, serta untuk memastikan bahwa mereka dapat hidup dengan martabat dan kesejahteraan yang layak.
Sebagai suatu desa yang didalamnya terdapat sekitar 60 warga penyandang disabilitas, Desa Pucung, Kecamatan Kismantoro, Wonogiri melakukan gebrakan sosial untuk membedayakan para penyandang disabilitas dengan membuat batik ciprat yang dipelopori oleh Kateno selaku Kepala Desa Pucung dan Yoyok Ernowo selaku perangkat desa yang aktif dalam bidang sosial sekaligus Ketua Yayasan Pucung Mandiri Sejahtera.
Diawali dengan dibentuknya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) tahun 2018, kemudian mengundang beberapa narasumber dan melakukan pelatihan pembuatan batik untuk penyandang disabilitas. Jenis teknik pembuatan batik yang pertama diajarkan adalah batik jumputan tetapi karena dirasa menyulitkan kemudian dipilihlah batik ciprat karena prosesnya yang lebih mudah dan simple.
Pada tahun 2019 mendapatkan perhatian dari Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) Kartini Temanggung dan mendapatkan pembinaan selama dua tahun. Dalam dua tahun tersebut diajarkan mengenai ilmu tentang motif batik serta proses pemasaran. Hingga pada tahun 2022 mendapatkan perhatian dari PLN Sukarjo dengan mendapatkan gedung serta modal usaha yang kemudian berdirilah nama Yayasan Pucung Mandiri Sejahtera.
Seiring berjalannya waktu, jumlah orang yang berusaha dibina dan dikembangkan dalam usaha batik ciprat mengalami fase naik-turun, hingga tahun 2024 terdapat sembilan orang penyandang disabilitas  dan empat pendamping yang masih aktif membuat batik ciprat. Mereka aktif dalam membuat batik dari hari senin -- sabtu mulai pukul 09.00 -- 16.00. Salah satu kendala dalam proses pembuatan batik adalah komunikasi. Dimana penyandang disabilitas tersebut tidak menempuh pendidikan formal maupun nonformal untuk belajar bahasa isyarat baku. Sehingga mereka hanya menggunakan bahasa isyarat yang sering mereka gunakan dalam keseharian yang terkadang memunculkan perselisihan pendapat.
Namun dibalik keterbatasan yang mereka miliki, batik ciprat yang dihasilkan pun sangat dikenal oleh masyarakat baik didalam pulau Jawa maupun diluar pulau. Terbukti dengan adanya pengiriman hingga ke pulau Lombok, Lampung, Kalimantan, dan Bali dengan nama brand Batik Ciprat Karya Barokah. Penjualan dilakukan baik secara offline maupun online dengan harga start from Rp 140.000 -- Rp 250.000 tergantung motif batik dan lamanya proses pembuatan.
Didukung dengan adanya dukungan dari lembaga atau instansi seperti BUMN Wonogiri dan BUMN Gunung Kidul, Pemerintah Daerah, RSUD Wonogiri serta beberapa sekolah, bisnis batik ciprat semakin populer. Masyarakat sekitar juga memberikan respon yang baik dan positif dengan adanya bisnis batik ciprat tersebut.
"... dari mereka yang dianggap beban keluarga, sekarang mereka (disabilitas) mendapatkan penghasilan. Penghasilan mereka bisa dipakai untuk tambah-tambah (memenuhi kebutuhan) keluarganya. Pandangan masyarakat terhadap mereka (disabilitas) tidak (lagi) dianggap sebelah mata (karena) lebih dihargai." Ungkap Wakil Ketua Yayasan Pucung Mandiri Sejahtera.
Dalam proses kedepanya akan diberikan pelatihan batik dengan metode eco print yang pembuatannya memanfaatkan pewarna alami dari tanin atau zat warna daun, akar atau batang yang diletakan pada sehelai kain, kemudian kain tersebut direbus. Hal tersebut bertujuan untuk lebih mengembangkan kreativitas motif batik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H