Berikut adalah perbandingan konsep negara menurut pandangan ilmuwan Barat dan ilmuwan Muslim:
*Ilmuwan Barat*
1. *Plato*: Negara ideal adalah negara yang dipimpin oleh filosof-raja yang bijak dan adil (Repulik, 380 SM).
2. *Aristoteles*: Negara adalah persekutuan politik yang bertujuan mencapai kebahagiaan dan keadilan (Politik, 350 SM).
3. *John Locke*: Negara memiliki kontrak sosial dengan rakyat untuk melindungi hak-hak alamiah (Two Treatises of Government, 1689).
4. *Jean-Jacques Rousseau*: Negara adalah hasil dari kontrak sosial antara individu untuk mencapai kebebasan dan kesetaraan (Du Contrat Social, 1762).
5. *Adam Smith*: Negara memiliki peran dalam mengatur ekonomi dan menjaga keamanan (The Wealth of Nations, 1776).
*Ilmuwan Muslim*
1. *Al-Farabi*: Negara ideal adalah negara yang dipimpin oleh filosof-raja yang bijak dan adil, dengan tujuan mencapai kebahagiaan dan keadilan (Al-Madinah Al-Fadhilah, 950 M).
2. *Ibnu Sina (Avicenna)*: Negara harus dipimpin oleh pemimpin yang bijak dan adil untuk mencapai kebahagiaan dan keadilan (Al-Ilahiyyat, 1020 M).
3. *Ibnu Khaldun*: Negara terbentuk dari solidaritas sosial, kekuasaan dan keadilan, dengan pemimpin yang bijak (Muqaddimah, 1377 M).
4. *Al-Ghazali*: Negara harus dipimpin oleh pemimpin yang adil dan bijak untuk mencapai keadilan dan kesetaraan (Al-Iqtisad fi Al-Itiqad, 1100 M).
*Perbandingan*
1. *Kedaulatan*: Ilmuwan Barat menekankan kedaulatan rakyat, sedangkan ilmuwan Muslim menekankan kedaulatan Allah.
2. *Tujuan Negara*: Ilmuwan Barat fokus pada kebahagiaan, keadilan dan kebebasan, sedangkan ilmuwan Muslim menambahkan tujuan mencapai keadilan, kesetaraan dan ketaatan pada syariat.
3. *Peran Pemimpin*: Ilmuwan Barat menekankan peran pemimpin sebagai pelayan rakyat, sedangkan ilmuwan Muslim menekankan peran pemimpin sebagai khalifah Allah.
4. *Kontrak Sosial*: Ilmuwan Barat menekankan kontrak sosial antara individu, sedangkan ilmuwan Muslim menekankan kontrak sosial antara individu dan Allah
Konsep sentral dalam teori negara Ibnu Khaldun adalah ashabiyah. Ashabiyah dapat diartikan sebagai semangat persaudaraan, solidaritas, dan kohesivitas sosial yang kuat di antara suatu kelompok. Semangat ini berperan sebagai perekat sosial yang menyatukan suatu kelompok dan menjadi dasar pembentukan negara.
Berikut adalah peran ashabiyah dalam pembentukan dan perkembangan negara menurut Ibnu Khaldun:
Pembentukan Negara: Ashabiyah yang kuat menjadi landasan bagi terbentuknya suatu negara. Ketika suatu kelompok memiliki semangat persaudaraan yang tinggi, mereka akan cenderung bersatu untuk mencapai tujuan bersama, termasuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat.
Pertumbuhan Negara: Ashabiyah yang terus terpelihara akan mendorong negara untuk tumbuh dan berkembang. Semangat persaudaraan yang kuat akan memicu inovasi, kerja sama, dan semangat juang yang tinggi di antara anggota masyarakat.
Kemunduran Negara: Sebaliknya, melemahnya ashabiyah akan menyebabkan kemunduran suatu negara. Ketika semangat persaudaraan mulai luntur, konflik internal akan muncul, dan negara akan menjadi lemah dan mudah dijajah.
Siklus Peradaban dalam Perspektif Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun juga mengajukan teori tentang siklus peradaban. Menurutnya, setiap peradaban akan mengalami fase-fase tertentu, yaitu:
- Fase Pertumbuhan: Pada fase ini, ashabiyah sangat kuat, masyarakat bersatu, dan negara mengalami pertumbuhan yang pesat.
- Fase Kejayaan: Pada fase ini, negara mencapai puncak kejayaannya, namun ashabiyah mulai melemah karena kemewahan dan kesenangan hidup.
- Fase Kemunduran: Pada fase ini, ashabiyah semakin melemah, konflik internal meningkat, dan akhirnya negara runtuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H