Kedelapan, para pelayan hendaknya memperlihatkan kerajinan dan kesediaan untuk taat, tidak hanya sejauh yang kelihatan oleh mata, tetapi juga dengan hati yang rela, seakan-akan Allah sendiri yang mereka layani.
Kesembilan, tuan-tuanpun terhadap pelayan-pelayan mereka tidak boleh bersikap galak atau tidak dapat dihampiri, tidak boleh mereka sakiti dengan kekerasan, dan mereka perlakukan dengan hina; tetapi sebaliknya mereka anggap pelayan-pelayannya sebagai sesama pelayan Allah yang di sorga, yang cintanya harus mereka balas dan yang harus mereka perlakukan sebagai manusia seutuhnya.
Kita akan bisa mentaati perintah ini sebagaimana mestinya, bila kita menerima nasib kita dengan senang hati dan kita tidak mencoba mencari keuntungan selain yang layak menjadi hak kita; bila kita tidak berhasrat menjadi kaya dengan cara yang tidak adil, dan tidak mencoba merampas harta kekayaan sesama kita; supaya milik kita bertambah banyak; bila kita tidak berusaha menimbun kekayaan yang dengan kejam dihisap dari darah orang lain; apabila kita tidak berlebihan meraup harta dari segala penjuru, dengan jalan yang benar atau tidak benar, supaya terpenuhi ketamakan kita atau untuk kepuasan nafsu kita.
Sebaliknya senantiasa harus ada maksud ini pada kita, yaitu membantu semua orang sedapat-dapatnya, dengan nasehat dan dengan tenaga kita, supaya selamatlah kepunyaan mereka. Dan jika kita sendiri berurusan dengan orang-orang yang tidak jujur dan yang curang, lebih baik kita bersedia melepaskan sesuatu dari kepunyaan kita dari pada bertengkar dengan mereka.
Dengan cara ini, maka setiap orang wajib menyelidiki apa yang mejadi kewajibannya terhadap sesamanya menurut derajat dan tempatnya dan membayar hutangnya. Selain dari itu pikiran kita selalu harus tujukan kepada pemberi hukum, supaya kita mengetahui mengetahui bahwa peraturan ini ditetapkan untuk jiwa mapun tangan, agar jiwa dan tangan itu berusaha melindungi dan memajukan kesejahteraan dari kepentingan orang lain
KEPUSTAKAAN
1. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)
2. Ramly B. Lumintang, Bahaya Postmodernisme dan Peranan Kredo Reformed (Batu: Literatur PPII, 2010)
3. Van den End, Institutio (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI