Tenjolaya -- Perubahan iklim dapat memberi pengaruh buruk terhadap sektor  pertanian. Hujan yang berkepanjangan dari awal januari 2020 hingga akhir Februari ini membuat lahan pertanian di sebagian Kabupaten Bogor digenangi air. Salah satu tanaman seperti jagung tidak dapat dikelola dengan baik, dikarenakan  kapasitas air yang berlebihan membuat tanaman jagung tidak berkembang dan gagal panen.Â
Tidak hanya karena hujan, tiga bulan sebelumnya hampir semua Kabupaten Bogor mengalami kemarau panjang, menyebabkan lahan pertanian menjadi kering gersang. Selain tidak bisa ditanami karena krisis air, puluhan hektar padi dan sayur -- sayuran  terancam gagal panen.
Seperti yang dialami petani Kampung Cibalai RW 05 Desa Tapos 1 Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Afjar (58), Ketua RT kampung tersebut mengaku, sumber air yang jauh dan belum ada saluran irigasi yang paten untuk pengairan ke lahan pertanian, sehingga petani terpaksa menelantarkan lahannya dikarenakan hasil produksinya jauh dari yang diharapkan.
"Adanya kesulitan pengairan ini, para petani di Kampung Cibalai menyepakati lahannya untuk ditanami tumbuhan palawija seperti singkong dan ubi jalar, karena tanaman ini bisa tumbuh dan berkembang tanpa membutuhkan kadar air yang banyak. Akan tetapi, kekurangan modal juga menjadi faktor penghambat untuk menghasilkan produk tani yang berkualitas," kata Afjar saat di wawancari pada 23/02/2020 lalu.
Gagal panen yang sering terjadi, membuat petani di Kecamatan Tenjolaya merasa kecewa, meskipun mereka sudah mengetahui tanaman yang cocok untuk ditanami di lahan. Menggarap lahan yang begitu luas tentu membutuhkan modal yang tidak sedikit, mulai dari pembersihan lahan, pembelian bibit, penyemaian bibit  penanaman, perawatam (pupuk), bahkan hingga proses panen.
"Karena sering mendapati hasil panen yang tidak sempurna, rata -- rata petani di Kecamatan Tenjolaya lebih memilih menjadi petani upahan dibandingkan dengan harus menggarap lahannya sendiri", Kata Afjar.
Lalu kemana lahan mereka?. Lahan yang biasanya digarap sendiri saat ini sudah banyak yang disewakan ke investor, lantaran sering gagal panen dan tidak adanya modal usaha yang cukup, serta jarangnya campur tangan pemerintah untuk membantu petani mengelola lahan mereka. "Adapun penyuluhan yang dilakukan, itupun sudah lama sekali dan untuk mendapatkan pupuk dengan harga yang murah (disubsidi), petani harus memiliki kartu tani terlebih dahulu", kata Afjar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H