Menurut Jurnal Hamdani, uang adalah alat yang digunakan untuk melakukan transaksi atau perdagangan. Manusia, atau mungkin seluruh Bangsa, sangat peka terhadap mata uang. Untuk menjamin keberhasilan strategi pembangunan APBN, diperlukan riset yang signifikan untuk meningkatkan jumlah peserta dan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, uang juga berfungsi sebagai pengaman bagi bank ketika melakukan transaksi kredit (pembiayaan) dengan badan non-bank. Selain itu, uang juga berfungsi sebagai alat ekonomi modern untuk meramalkan pertumbuhan ekonomi suatu negara karena, secara historis, uang telah digunakan sebagai alat eksploitasi ekonomi secara massal, terutama oleh negara-negara non-Muslim.[1]
Â
Menurut H. Syahrul, uang disebut sebagai "konsep aliran" dalam keuangan Islam karena harus digunakan secara konsisten dalam semua transaksi perekonomian. Menurut teori ekonomi, volatilitas mata uang akan mengakibatkan perilaku konsumen yang lebih fluktuatif dan kondisi ekonomi yang lebih berfokus pada keuntungan. Perbandingan antara pasar konvensional dan Islam dapat menyoroti persamaan dan perbedaan; keduanya memiliki tujuan yang sama, seperti mengakomodasi perbedaan. Jika bank mempunyai rasio likuiditas yang tinggi maka akan menggunakan sistem pengelolaan kas untuk melakukan investasi, dan apabila bank mempunyai rasio likuiditas yang rendah maka akan menggunakan sistem pengelolaan kas untuk peminjaman (tunai). Perbedaan utama terletak pada mekanisme dan komposisi instrumennya. Instrumen yang digunakan dalam perdagangan konvensional adalah nilai perdagangan yang ditentukan oleh indeks yang mudah berubah.[2]
Â
Cara paling sederhana untuk memahami konsep "psikologi sosial" seperti yang disajikan dalam buku Arya Hadi Darmawan adalah dengan membandingkannya dengan subbidang psikologi lainnya, baik yang berkaitan dengan psikologi sosial secara umum atau tidak. Contoh pendekatan matematika dan instrumental dalam psikologi antara lain "psikologi kekayaan", "psikologi pengelolaan kekayaan", "psikologi komunitas", dan bahkan "psikologi sehari-hari". Setiap objek memiliki tujuan pembelajaran yang unik terkait dengan pemahaman realitas sosial kontemporer (uang, gosip, interaksi sosial, dan kejaman) yang ada pada komunitas tertentu.[3]
Â
Menurut Tengku Romi Marnelly dan Ranada Purba, uang digunakan sebagai alat untuk membantu masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial atau keagamaan. Dengan cara ini, mata uang dikorelasikan dengan semua jenis barang yang diproduksi baik dalam konteks tradisional maupun transnasional, dan juga memiliki nilai emas dan perak yang konsisten. Mata uang sering disebut sebagai alat untuk memprediksi kejadian di masa depan yang dipengaruhi secara negatif oleh faktor non-ekonomi atau sosial (Nugroho, H. 2001). Berdasarkan analisis tersebut, mata uang memiliki sentimen dan volatilitas yang kuat ketika melakukan aktivitas tertentu. Penting untuk dipahami bahwa kecerdasan emosional individu akan meningkat dibandingkan dengan keadaannya saat ini. Dalam hal ini mata uangnya sama dengan barang yang dijual, sehingga dapat digunakan untuk menentukan nilai suatu transaksi, misalnya wish list atau daftar barang yang diinginkan.[4]
Â
Pendapatan golongan bawah, atau lebih sering disebut dinar dan dirham, tidak akan mengalami dampak buruk dari alat peredam tersebut di atas. Muhammad Alfan Rumasukun adalah penulis ayat ini. Paradoks ini menyatakan bahwa beberapa teori ekonomi Islam bertujuan untuk mengatasi krisis keuangan global yang telah mengguncang dunia selama beberapa abad dengan menggunakan emas sebagai pengganti uang modern. Misalnya, beberapa fisikawan klasik menjelaskan bahwa ada sistem wariq yang diketahui ada dalam Islam sebelum berdirinya ajaran Nabi Muhammad SAW.[5]
Â
Sebagai alat perdagangan, mata uang memberikan efek peredam yang signifikan terhadap interaksi proses perekonomian, sebagaimana ditunjukkan oleh Darania Anisa dan Ali Amran Hasibuan. Dalam perekonomian, uang mempunyai tiga tujuan: pertama sebagai mekanisme pembayaran; kedua sebagai jumlah yang tetap; dan ketiga sebagai mekanisme penukaran mata uang! dan keempat sebagai mekanisme pembayaran yang diamanahkan oleh undang-undang.[6]