( Makanan Sedekah Bumi)
Sedekah Bumi adalah suatu bentuk tradisi atau upacara adat yang bisa kita temukan pada masyarakat Jawa, yang melambangkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil bentuk bumi. Sedekah bumi diperingati setelah panen tiba, biasanya dilaksanakan setiap setahun sekali. Pelaksanaan pada tiap daerah akan berbeda - beda, baik dari segi waktunya, bentuk makanannya, Maupun cara memperingatinya.Â
Pada tahun ini karena masih pandemi Covid-19 sedekah Bumi di Desa Sambongrejo, dilaksanakan secara sederhana tanpa mengundang orang banyak atau tamu dari luar desa. Pada tahun sebelumnya perayaan sedekah bumi selalu rame dan menarik banyak pengunjung, baik kerabat, sahabat maupun tetangga desa. Biasanya diiringi dengan berbagai hiburan seperti Wayang, Tayub, Barongan dan hiburan masyarakat lainnya. Sehingga suasana desa sangat rame, penuh kehangatan dan kekeluargaan.
Pada saat perayaan sedekah Bumi warga menyediakan banyak makanan. Mulai dari hidangan wajib seperti  Dumbek, Pasung, Tape, Gemblong, Bongko, Bogis, dan Nagasari , juga tidak ketinggalan adanya buah pisang sebagai pelengkap .Â
Selain itu juga, warga desa Sambongrejo membuat tumpeng atau ambeng untuk kemudian dikumpulkan menjadi satu di salah satu rumah untuk kemudian dipanjatkan doa yang dipimpin oleh Kepala Desa atau Modin (pemuka agama setempat) . Masyarakat berharap hasil panen selalu berkah dan melimpah. Setelah didoakan makanan tersebut dibagikan kepada warga yang hadir, biasanya tamu undangan dari luar desa/ tetangga desa untuk dibawa pulang.
Di dalam tradisi Sedekah Bumi kita dapat menemukan berbagai macam nilai-nilai sosial atau pendidikan, seperti nilai pendidikan Ketuhanan, nilai pendidikan kemasyarakatan, nilai gotong royong, nilai pendidikan moral, yang mana dizaman sekarang sangat jarang bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga dengan adanya tradisi Sedekah Bumi dapat meningkatkan rasa syukur kita kepada Yang Maha Kuasa, meningkatkan rasa solidaritas antar masyarakat, saling menghargai perbedaan dan masyarakat bisa selalu menjaga tradisi yang sudah turun temurun, untuk dapat terus dilestarikan keberadaanya sampai anak cucu kita nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H