Mohon tunggu...
Ni Putu Nandini
Ni Putu Nandini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Undiksha

Mahasiswa Undiksha Prodi S1 PGSD

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mitos Dewa Berung Pada Hari Raya Kuningan Bila Melaksanakan Persembahyangan Lewat Dari Tengah Hari

20 November 2021   10:46 Diperbarui: 20 November 2021   10:49 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah pelaksanaan Hari Raya Galungan,umat Hindu selanjutnya menyambut pelaksanaan Hari Raya Kuningan yang dilaksanakan tepat 10 hari setelah Galungan yakni pada hari Saniscara Kliwon,wuku Kuningan. Pada Hari Raya Kuningan,umat Hindu menghaturkan persembahan dengan tujuan untuk memohon keselamatan,keberkahan dan kesejahteraan. Umat Hindu juga menunjukkan rasa syukurnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa lewat perayaan Hari Raya Kuningan ini.

Pada Hari Raya Kuningan ada yang namanya pantangan yang selalu dibicarakan yakni saat melaksanakan upacara atau persembahyangan tidak boleh lewat tajeg surya atau tengah hari (jam 12 siang). Konon jika tidak menaati pantangan tersebut maka persembahyangan yang kita lakukan akan diterima oleh sosok Dewa Berung atau sosok Dewa yang kotor dan borok. Apakah benar adanya sosok manifestasi Tuhan yakni Dewa Berung? 

Saat Kuningan para Dewa turun dari kahyangan untuk meneriman persembahan yang dihaturkan oleh Umat Hindu. Dalam Lontar Sundarigama dikatakan bahwa  janganlah menghaturkan banten atau persembahan lewat dari tengah hari melainkan sebaiknya menghaturkan saat hari masih pagi,karena lewat dari itu Dewa-Dewa telah kembali ke kahyangan. Dari apa yang telah terdapat dalam Lontar Sundarigama tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa benar adanya kita sebagai Umat Hindu sebaiknya menghaturkan persembahan jangan lewat dari tajeg surya karena Dewa atau pitara telah kembali ke surga atau kahyangan. Kemudian menghaturkan persembahan pada pagi hari dianggap paling baik karena unsur-unsur dari Panca Maha Bhuta bangkit dari pagi dan saat lewat tajeg surya energi alam semesta dianggap menurun (Pralina). Pagi hari tergolong Satwika Kala dan siang hari sampai sore tergolong Rajasika Kala dan malam hari tergolong Tamasika Kala.

Pada Satwika Kala energi satwam meliputi alam semesta dan manusia sehingga pada waktu ini manusia dan alam cenderung diliputi aura kebaikan,tenang, dan bijaksana,maka dari itu pagi hari dianggap paling cocok untuk menghaturkan persembahan. Namun pada Rajasika Kala manusia dan alam cenderung diliputi aura yang progresif,rakus,sombong,dan mementingkan diri sendiri, dan pada saat Tamasika Kala manusia dan alam cenderung beristirahat dari segala macam kegiatan. Dalam Lontar Sundarigama tidak ada disebutkan bahwa saat melakukan persembahyangan lewat tajeg surya maka akan diterima oleh Dewa Berung dan mungkin mitos tersebut digunakan agar manusia tetap konsisten melaksanakan persembahyangan pada pagi hari dan dikelilingi aura satwam karena pada pagi harilah dianggap waktu yang terbaik. Walaupun begitu bukan berarti kita tidak boleh melakukan persembahyangan saat Rajasika Kala maupun Tamasika Kala, asalkan aura yang kita berikan saat melakukan persembahyangan ataupun persembahan adalah aura yang positif dan tulus dari hati kita.

Oleh : Ni Putu Nandini/Prodi PGSD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun