Mohon tunggu...
Niko Hukulima
Niko Hukulima Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta dan Aktivis Credit Union Pelita Sejahtera

Hidup terlalu singkat untuk disia-siakan. Berusaha untuk lebih baik hari demi hari.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kupu - Kupu

24 Desember 2024   08:02 Diperbarui: 24 Desember 2024   08:06 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanaman kecil ini tidak sengaja tumbuh di halaman kecil belakang rumah. Semakin besar, semakin kelihatan, gerangan apa jenis tumbuhan ini. Dari bentuk daunnya ternyata adalah pohon jeruk. Entah  jeruk nipis atau jenis yang lain, tidak jelas. Sayang kalau di buang. Saya lalu memindahkannya ke pojok belakang berharap tumbuh lebih baik. Benar saja, semakin hari semakin subur, dengan dedaunan yang rimbun. Tambahan bumbu masak tersedia. Bonusnya tak terduga, kupu-kupu berdatangan.

Belakangan pohon jeruk ini seolah meranggas, tidak lagi rimbun. Daun-daunnya tidak lagi utuh. Kebanyakan tinggal urat-urat penyangga lembar-lembar daun. Gerangan apa sebab? Saya perhatikan lebih dekat. Ternyata begitu banyak ulat hijau, sedang aktif menggerogoti dedaunan. Pantas saja meranggas.

Pohon Jeruk yang meranggas (Sumber: Dokpri)
Pohon Jeruk yang meranggas (Sumber: Dokpri)

Dengan botol semprotan hand Sanitizer, saya isi alkohol hendak membasmi ulat-ulat ini. ketika berjalan mendekat, seekor kupu-kupu turun hinggap. Saya menghentikan langkah, sembari memperhatikan dan menikmati kupu-kupu yang indah ini. Hinggap disalah satu dahan, memperagakan gerakan buka tutup sayap, seolah sedang memamerkan keindahan dirinya. Sesaat kemudian terbang kembali, mengelilingi pohon jeruk ini sebentar seolah sedang memperhatikan sesuatu, lalu melesat tinggi, menjauh, hilang dibalik pepohonan.

Saya tercenung sejenak. Mungkinkah dia datang memastikan ulat-ulat kecil yang dengan riang menyantap daun-daun jeruk yang adalah bakal pengganti dirinya yang sebentar lagi menjadi kupu-kupu? Saya telusuri sejenak ulat-ulat kecil tersebut melalui google Lens, apakah benar mereka adalah calon kupu-kupu yang induknya turun mengunjungi mereka tadi. Benar saja. Ulat-ulat ini termasuk bakal kupu-kupu jeruk jenis Papilio Demoleus. Hampir saja saya menghentikan peluang hidup mereka yang singkat itu. Kedatangan induk mereka mengehentikan langkah saya.

Kegigihan membawa mereka sampai pada kemampuan luar biasa; menempelkan telur kemudian menggantungkan kepalanya dan pada akhirnya siap berproses menjadi kepompong. Selanjutnya, mencari makan sendiri hingga merasa cukup dan siap untuk tahap yang lebih tinggi; mencapai kesempurnaan, yaitu menghasilkan bagian-bagian tubuh seperti sayap, kaki, mata, mulut, dan organ yang lain.

Ketika sudah memiliki sayap-pun, kupu-kupu tidak serta-merta langsung terbang. Harus menunggu hingga dua jam agar sayapnya mengering. Barulah siap terbang, berpetualang mencari makan, kemudian menemukan pasangan agar bisa kembali memulai siklus kembali. Begitulah hidup.

Di balik parasnya yang cantik, terselip sebuah perjuangan panjang yang harus dilalui; bertelur, menjadi ulat (larva), kemudian beralih menjadi kepompong (pupa), dan terakhir bermetamorfosis menjadi kupu-kupu dewasa yang indah menghiasi semesta.

Ahh.... untung saja saya urungkan niat membasmi ulat-ulat ini. Semakin dekat mengamati mereka, semakin kagum. Ternyata mereka begitu indah. Membiarkan mereka tumbuh melanjutkan hidup menghiasi bumi adalah hal terbaik. To tidak mengganggu apa-apa. Jika butuh bumbu tambahan, masih ada daun tersisa untuk dipetik.

Dokpri
Dokpri

Desember yang hening dan syadu. Sembari menikmati hari-hari terakhir masa adventus, seekor kupu-kupu yang riang dan indah menghentakan kesadaran saya akan hidup melalui sebuah cara ; transformasi rohani, yang adalah  proses mengubah diri, dalam relasi dengan Sang Pencipta dan sesama makluk hidup. Hidup harus diperbarui agar semakin dipenuhi kasih kasih dan kebenaran. Transformasi ini harus melibatkan perubahan pola pikir, sikap, dan tindakan saya.

Semua ini harus dimulai dengan refleksi mendalam diiringi pertobatan, yaitu kesadaran akan dosa, penyesalan, dan tekad untuk meninggalkan kehidupan lama dan beralih menjadi 'manusia baru' dengan kesadaran penuh bahwa; transformasi rohani bukan semata hasil usaha saya, tetapi lebih-lebih karena rahmat dna kasih-Nya. Transformasi rohani harus membawa saya semakin dekat kepada-Nya, hingga mampu berkata: "Hidupku bukannya aku lagi, tetapi Dia yang hidup di dalam aku". Dengan demikian hidup semakin mencerminkan kasih, kerendahan hati, pengampunan, dan kebenaran. Melalui Transformasi ini saya dipersiapkan untuk menerima hidup kekal bersama Sang Pemberi Hidup.

Gunung Putri, Selasa, 24 Desember 2024

N. Hukulima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun