Tahun 2014, saya dan teman-teman volunteer PSE Gereja Santa Perawan Maria Ratu -- Blok Q - Jakarta Selatan, melakukan kegiatan arung jeram di Cicatih -- Sukabumi -- Jawa Barat. Sejak survey lokasi hingga hari H acara, saya begitu jatuh hati dengan tempat eksotis ini. Berada dibibir sungai Cicatih yang asri, membentang panjang kearah selatan hingga Pelabuhan Ratu, lengkap dengan bangunan tradisional yang saya kagumi. Konon bangunan ini adalah replikasi dari rumah adat Lombok - Sumbawa. Melihat bangunan ini, pikiran saya melayang nun jauh ke Atakore, tepatnya di Tartuto.
Demi untuk melepas rindu melihat bangunan semacam ini, sayapun akhirnya merekomendasikan tempat ini ketika seluruh karyawan di tempat saya bekerja melakukan kegiatan yang sama. Itu cara saya agar dapat kembali kesana. Apa sebab? Bangunan tempat menginap di lokasi wisata ini berupa semacam lumbung atau dalam bahasa daerah disebut Wetak. Dalam ingatan saya, wetak adalah bangunan legendaris pada jamannya. Betapa tidak, Wetak dapat disebut sebagai pusat kehidupan keluarga.
Seluruh kerja keras keluarga bermuara pada Wetak. Berangkat pagi, pulang siang untuk makan, lalu sore hari ketika selesai mengurus ternak dan rutinitas lain, Wetak adalah peraduan terakhir. Dari sinilah kehidupan dimulai, pun dari sinilah hari diakhiri. Semua dalam irama kebersamaan yang kompak.
Bangunannya unik, serupa sebuah bukit kecil, memiliki 4 pilar utama yang kokoh berasal dari batang pohon Pukai (biasanya), dalam bahasa indonesia disebut pohon pahlawan (mungkin saking kuatnya). Pada bagian ujung setiap pilar, dipasang sebuah kayu pipih/tipis berbentuk bulat seukuran payung, disebut klilit, tempat meletakan barang atau benda tertentu sehingga tidak mudah dijangkau oleh hewan peliharaan atau anak kecil. Pada Klilit inilah saya ingat betul saat kecil dulu ketika terjadi gempa bumi hebat akibat letusan gunung Hobal, orang tua selalu mengingatkan, jika terjadi letusan gunung api dan menyemburkan banyak abu, jangan lari kemana-mana, berlindunglah di bawah klilit ini.
Rangka bagian atas Wetak adalah berupa bambu-bambu kecil dan kuat (Ur), dipasang melengkung, menjulur keatas, mengerucut, membentuk semacam bukit kecil tadi. Atapnya terbuat dari daun kelapa atau alang-alang. Saat pengerjaannya, sejak perencanaan, hingga pembangunannya, dikerjakan secara gotong-royong, hal yang kini mulai redup.
Memiliki pintu yang rendah sehingga ketika masuk kedalam harus sambil membungkuk, ruangan dalam Wetak sendiri terdiri dari dua. Bagian paling bawah adalah ruangan tanpa sekat, terdapat satu atau dua bale-bale, diletakan mengelilingi sebuah tungku atau perapian dengan fungsi ganda, sebagai penghangat sekaligus untuk memasak. Pada sisi luar bale-bale diletakan banyak sekali wadah atau dalam bahasa daerah disebut mawal, berupa wadah anyaman dari daun lontar. Pada wadah inilah hasil bumi untuk menyambung hidup keluarga diletakan. Ada labu, kacang hutan (makejawa), kemiri, dan hasil-hasil bumi lainnya, sementara jagung dan makanan lainnya disimpan dibagian dalam. Keadaan dalam wetak dapat dilihat pada link berikut :