(Pengalaman Pater Devis Don Wadin, SVD)
Sebagai Imam - Pengalaman Yang MembahagiakanÂ
Sudah 26 tahun saya di Jerman. Sudah lebih dari 20 tahun saya mengabdikan diri sebagai imam. Saya masih tetap mencintai panggilan dan karya saya di sini. Sejak menjadi imam saya bekerja di beberapa paroki di daerah yang berbeda-beda dan juga delapan tahun sebagai guru agama dan pendamping rohani di sebuah "Gymnasium", yaitu sekolah dari kelas 5 sampai kelas 12.
Dalam masa pelayanan itu saya tidak lupa untuk membangun jembatan antara Jerman dan Indonesia. Sudah tiga kali saya mengundang dua koor gereja dari Jakarta ke Jerman.Â
Tahun 2011 saya pernah membawa murid-murid sekolah Jerman untuk berkunjung ke Jakarta, yaitu ke beberapa sekolah katolik. Kami juga sempat berkolaborasi musik dengan murid-murid sekolah Kanisius dan membuat konser bersama di Goethe Institut di Jakarta.
Selain itu saya telah membawa hampir sekitar 30 Orang Jerman ke Indonesia untuk mengenal budaya dan keindahan beberapa pulau. Selain itu kami membantu beberapa karya sosial di bidang pendidikan di pulau Sumba.
Pada masa Covid seperti ini semakin banyak umat yang membutuhkan pendampingan rohani. Ketika saya menulis pengalaman saya ini pada tanggal 5 Februari 2021 saya baru saja kembali dari kunjungan ke seorang ibu yang merayakan hari ulang tahunnya yang ke 85 dan ke seorang ibu lainnya yang membutuhkan komuni dan sakramen perminyakan suci. Di sini saya mengalami banyak perbedaan dengan di Indonesia. Kalau di Indonesia masih banyak paroki, di mana umat mencari pastor.
Di sini kami yang harus mencari umat. Kalau di Indonesia (bukan maksud saya untuk menggeneralisir) setelah misa orang masih datang ke pastoran dan menganggap pastoran sebagai rumah mereka sendiri, di Jerman tidak. Tetapi itu juga tergantung dari pastor itu sendiri. Karena itu saya juga berusaha mendampingi umat secara lain. Saya mengajak mereka ke pastoran. Kami duduk di taman pastoran dan membicarakan persiapan permandian atau pernikahan di sana, sambil minum Bir.