Kalau Anda berniat untuk membeli mobil bekas, Anda yang tinggal di Solo bisa datang ke bursa mobil bekas di sekitar Stadion Sriwedari pada hari Minggu. Atau bisa juga datang ke Jalan Magelang di sekitar Gedung TVRI Yogyakarta untuk yang tinggal di Yogya dan sekitarnya. Tapi saya tidak sedang berjualan mobil bekas. Saya cuma mau sedikit menganalisis perilaku orang yang melakukan transaksi jual beli mobil bekas serta etika yang melekat pada diri pelakunya. Dalam sebuah transaksi jual beli mobil bekas yang melibatkan pembeli dan penjual, calon pembeli tentu saja menginginkan mobil yang kondisinya masih bagus dengan harga yang pantas. Kalau orang jawa mengatakan, “ono rego ono rupo”.
Namun tidak jarang, pembeli tersebut mendapatkan barang yang tidak sesuai dengan keinginan karena kerusakan-kerusakan mobil pada bagian tertentu baru diketahui setelah transaksi terjadi. Entah karena pembeli yang kurang teliti atau penjual yang sengaja tidak memberitahukan kerusakan-kerusakan itu. Fenomena seperti ini disebut Lemon Market. Lemon adalah jenis jeruk yang rasanya cenderung masam dan warnanya kuning. Jenis jeruk lain adalah orange dengan rasa yang lebih manis dan warnanya pun orange. Kecenderungan orang akan mencari orange karena rasanya yang manis. Namun karena tidak tahu, pembeli yang mencari orange kadang justru mendapatkan lemon.
Mengutip hipotesis pasar efisien milik Fama, “pasar efisien adalah pasar sekuritas di mana harga sekuritas telah mencerminkan seluruh informasi yang relevan” atau tidak terjadi asimetri informasi. Lemon market terjadi karena adanya asimetri informasi, di mana penjual memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pembeli. Dalam konteks jual beli mobil bekas, ketika penjual mengetahui ada kerusakan pada bagian-bagian mobil tertentu, informasi ini tidak disampaikan kepada calon pembeli. Secara sederhana, pasar yang efisien tercipta pada saat pembeli dan penjual memiliki informasi yang berimbang sehingga harga yang tercipta dari transaksi tersebut adalah harga yang wajar dengan kondisi mobil yang sesungguhnya.
Lalu, apa hubungan lemon market dengan pilpres?
Saya ingin memberikan ilustrasi seperti ini. Seorang teman memiliki uang sekitar Rp 70 juta dan berniat membeli mobil bekas jenis sedan. Si A menawarkan mobil Suzuki Baleno tahun 1997. Si B menawarkan mobil Toyota Great Corolla tahun 1994. Harga penawaran sama-sama Rp 70 juta. Teman ini menanyakan kepada si A tentang kondisi mobil Baleno dan ke B tentang mobil Great Corolla. Etika seharusnya adalah si A menjelaskan kelebihan mobil Baleno yang dijualnya dan si B menjelaskan kelebihan mobil Great Corollanya. Berdasarkan informasi tersebut si calon pembeli akan mengambil keputusan memilih mobil yang mana. Bayangkan kalau si B yang punya mobil Great Corolla menjelaskan justru kekurangan mobil Baleno dan si A pemilik mobil Baleno menguraikan kejelakan mobil Great Corolla, tentu ini adalah hal yang aneh bahkan cenderung tidak etis. Lebih-lebih kalau sampai mengarang cerita bahwa mobil yang dijual pesaing adalah mobil curian dan BPKB nya palsu. Tapi inilah yang terjadi dalam masa menjelang pilpres ini.
Rakyat menginginkan terciptanya pasar efisien, pasar dalam kondisi wajar dan seimbang (ekuilibrium), serta tidak terjadi asimetri informasi. Untuk itu, memang rakyat membutuhkan banyak informasi agar dapat memilih presiden yang benar-benar sesuai dengan harapan rakyat dan bangsa Indonesia. Masyarakat juga perlu mengetahuikelebihan dan kekurangan masing-masing capres untuk kemudian memilih yang paling banyak memberikan manfaat dan paling sedikit madharatnya, sekali lagi untuk rakyat dan bangsa Indonesia. Namun penting juga bagi masing-masing pihak capres untuk mengemas informasi tersebut sebijak mungkin agar tidak mengarah ke black campaign. Alangkah baiknya bila informasi yang diberikan benar-benar informasi yang bermanfaat bagi calon pemilih, bukan membingungkan atau malah menyesatkan. Informasi memang penting agar tidak ada yang mendapatkan lemon padahal mencari orange. Kalaupun ada yang mendapatkan lemon itu adalah karena perbedaan selera. Karena orang tersebut memang lebih suka jeruk yang masam bukan karena salah pilih, salah informasi atau salah persepsi. Karena memang ada juga orang yang menyukai jeruk yang masam karena dianggap lebih segaaaar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H