Mohon tunggu...
Nurhikmah
Nurhikmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Blogger

Si bungsu yang suka berbagi cerita dan opini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulitnya Punya Nama Satu Kata

27 Desember 2020   13:19 Diperbarui: 27 Desember 2020   15:09 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ternyata sebenarnya mereka ingin memberikan nama saya dengan dua kata (terpisah). Namun orang tua saya tidak menyadari keliruan pencatatan sipil di akta kelahiran. Beranjak SD dan SMP, masih aman dan tidak ada kendala. Memasuki SMK dan semakin kesini, saya rasa nama dengan satu kata akan mempersulit banyak hal. 

Orang tua saya yang namanya juga hanya dengan satu kata, memberikan alasan kurang masuk akal agar saya tidak merasa kesal dengan nama satu kata ini. Dengan memberikan pepatah orang dulu "nama yang panjang, akan membuat seseorang bertubuh pendek. Sebaliknya jika diberi nama yang singkat, maka anak akan bertumbuh tinggi." Saya yang dulu diberi pepatah ini, iya-iya saja karena masih bocah. Karena tubuh saya yang lumayan tinggi, jadi saya percaya pepatah itu. Namun sekarang, saya tahu itu hanya mitos zaman dulu.

Ada lagi, di Jawa sendiri terkenal dengan sebutan kabotan jeneng (keberatan nama). Keberatan nama yang disebutkan biasanya terjadi jika orang yang menyandang nama tersebut sering sakit-sakitan, tak kunjung sembuh, dan sering tertimpa sial. Makna nama yang terlalu muluk-muluk atau tinggi sehingga orang tersebut tidak kuat untuk menyandangnya. Jika sudah demikian, maka tradisi pergantian nama akan dilakukan.

Mau dikata apa lagi, diumur saya yang sedikit lagi beranjak 20, sudah sangat sulit mengubah nama. Bukannya mustahil memang, tapi pasti perlu waktu dan biaya yang besar. Mengubah KTP, akta kelahiran, kartu keluarga, ijazah. 

Apa lagi tradisi di Indonesia, jika merubah nama maka harus membuat syukuran atau semacam selametan dengan mengundang para tetangga dan membuat nasi kuning, bubur merah maupun bubur putih. Dengan dibacakannya doa-doa sekaligus diumumkan namanya yang baru pada di upacara tersebut. Duh, saya tidak bisa membayangkan bagaimana ribetnya. Selama bisa nama saya hanya dengan satu kata, saya tetap mensyukurinya.

Bagaimana pendapat dan keluh kesahmu yang mempunyai nama hanya dengan satu kata? Jika orang dulu sah sah saja, tapi semakin berkembangnya zaman, lebih baik memberi nama anak lebih dari satu kata, ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun