Mohon tunggu...
Nisaa Hakim
Nisaa Hakim Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - NUB

Belajar dari setiap orang yang saya temui. Belajar dari lingkungan. Belajar tidak ada batas waktu. Refleksi diri.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengatasi Keraguan Saat Memutuskan Berhenti Menggunakan Produk Klinik Kecantikan

21 November 2018   08:33 Diperbarui: 21 November 2018   09:06 2065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pernah nggak sih teman-teman cemas tentang masalah kulit wajah yang beragam banget? Mulai dari jerawatan, bruntusan, komedo nongol dan sejenisnya gitu?

Kalau menurut pengalaman pribadi, waktu saya masih duduk di derajat SMA yang kebetulan bersekolah di salah satu Sekolah Farmasi tertua di Jogja, pastinya isi pikiran berat banget ditambah tugas-tugas yang segudang apalagi masih ada PR hafalan sinonim. Wuduh..ini mah memicu jerawat bermunculan. 

Pada waktu itu saya jerawatan, ya lumayan gede-gede gitu. Di pipi samping kanan kiri, dan pelipis. Mungkin karena keringat nempel di jilbab yang melekat selama seharian sekolah kali ya. Ah apapun itu, sampai akhirnya saya memutuskan untuk periksa di sebuah klinik kecantikan yang katanya dari bahan herbal (iklannya sih gitu). Jadi ceritanya saya kemakan iklan banget, dan teman-teman juga banyak yang perawatan kesitu pada waktu itu.

Lalu di klinik tersebut saya diberi 3 macam krim wajah yaitu krim pagi, krim malam dan tabir surya. Adapula sabun muka dan pembersih muka atau toner. Saya ingat betul saat itu sebulan berjalan kondisi si jerawat ini membaik. Kempes dan nggak bermunculan. 

Padahal sebelum perawatan dengan krim, kalau jerawat satu kempes, nanti ada muncul lagi jerawat di tempat lain, dan begitu seterusnya. Maka saya bersyukur ternyata pengobatan di klinik kecantikan ini berhasil dan Alhamdulillah cocok. 

Saya rutin pakai krim tersebut. Setelah dirasa sudah membaik, mbak-mbak admisi di pelayanan klinik kecantikan tersebut mengarahkan saya untuk kontrol ke dokter lagi. 

Dan di klinik tersebut tidak menerapkan dokter yang sama dalam satu pasien. Jadi siapapun dokter yang jaga, ya periksanya pada dokter itu. Jadi bukan dokter yang menangani masalah kulit wajah kita saat awal periksa.

Awalnya saya tidak mempermasalahkan tentang gonta-gantinya si dokter. Tapi lama kelamaan ternyata krim tersebut menjadi tidak cocok di wajah saya. Nah mulai ini kecemasan saya. Sampai akhirnya saya selalu ngotot dengan mbak-mbak admisi depan untuk minta diperiksa oleh dokter saya pada waktu penanganan awal. Dan biasanya kalau saya mau kontrol ke klinik dari rumah telfon dulu, siapa dokter yang jaga.

Tapi nih, sebagai lulusan farmasi yang mempelajari tentang Resep dokter, pun mengetahui singkatan-singkatan yang ada di dalam resep, saya baru ngeh kalau ternyata setiap kontrol, dosis perlahan-lahan dinaikkan. Sampai pada akhirnya saya mendapati dosis yang ketinggian. Masalah baru muncul di kulit wajah saya, yaitu timbulnya iritasi. Di sela hidung dan pipi memerah, lalu di pinggir bibir ngglodhogi alias mengelupas dan gatal. 

Kemudian saya kontrol lagi ke dokter yang sama. Berharap diberi krim yang sama seperti sebelumnya dengan dosis yang rendah, eh tapi malah hanya dikasih krim anti iritasi dan krim dengan dosis ketinggian tersebut disuruh tetap pakai. Jadi cuma kayak diolesin anti iritasi dulu sebelum pakai krim malam dan krim pagi. 

Saya nurut aja kan, sampai berlangsung seminggu dan tidak membaik. Kalau tidak diolesi anti iritasi dahulu, tetap saja terasa panas iritasi. Lalu saya mulai curiga. Akhirnya saya tidak memakai krim malamnya. 

Memang jerawat saya jadi timbul tenggelam, karena saya menghentikan pemakaian krim malam. Tapi saya belum sadar waktu itu, dan berkeinginan ingin konsultasi dengan dokter yang berbeda, tapi masih di klinik yang sama.

Dalam konsultasi dengan dokter yang berbeda saya mengeluhkan jika dosis ketinggian, dsb. Lalu dokter yang baru ini bilang jika ia menurunkan dosisnya dari dosis sebelumnya. 

Saya agak lega dan tetap membeli krim malam yang baru. Berharap akan kembali cocok dan kulit jadi mulus. Eh tapi ternyata tetap tidak cocok menggunakan krim malam yang baru ini. Tetap saja wajah iritasi.

Belum kapok juga nih, saya masih belum menyerah untuk konsultasi ke dokter yang berbeda lagi, satu klinik yang sama. Saya menjelaskan keluhan wajah saya dan menceritakan kronologi dari awal. 

Dokter tersebut menerima keluhan saya, dan memberi bermacam-macam solusi tentang hidup sehat. Karena pola hidup sehat juga mempengaruhi masalah pada wajah. Saya iya-in aja perkataan dokter tersebut. 

Nah tapi, setelah saya baca resep yang diberikan kepada saya untuk ditebus, ternyata eh ternyata, loh kok krimnya dosis yang ketinggian banget sama seperti waktu dulu itu. Saya pikir, apa gunanya daritadi saya konsultasi panjang lebar tentang keluhan wajah kalau akhirnya diberi krim yang sama. Dan krim yang sama tersebut pun masih ada dirumah dan nggak saya pakai, masak mau beli lagi. 

Duh. Akhirnya saya tidak menebus resep tersebut. Krim tidak saya beli. Beruntung saya mengerti bahasa resep dokter ya. (Alhamdulillah)

Lalu saya capek konsultasi lagi dan lagi yang ternyata tidak membuahkan hasil. Sebenarnya saya hanya menginginkan dosis yang rendah yang tidak mengiritasi. Memang jerawat saya di krim yang baru ini tidak banyak muncul, tapi kan perih ya karena iritasi, nggak nyaman gitu. 

Jadi nggak saya paksakan. Dan betul memang sekalinya masuk ke klinik kecantikan untuk perawatan wajah, itu bikin ketergantungan banget. Jadi pada waktu itu saya nyesel udah pilih perawatan wajah bukannya mengubah pola hidup sehat yang alami. Agak drama sedih sedih gimana gitu. Ah tapi nggak usah disesali segala peristiwa pasti akan ada hikmahnya.

Saya memutuskan untuk menghentikan pemakaian krim. Awalnya saya berhenti krim malam selama dua bulanan. Krim pagi masih saya pakai. Kemudian berlanjut ke penghentian krim paginya juga. 

Terus terang, untuk memilih menghentikan ketergantungan terhadap krim wajah perlu menyiapkan mental yang kuat untuk menerima kemungkinan terburuk yang terjadi. Masalah yang saya terima adalah jerawat kembali bermunculan di pipi bagian samping.

Sedih sih rasanya. Sembari itu saya browsing di internet apa solusinya. Dan solusinya pun ada banyak sekali. Diantara solusi yang banyak itu saya memilih minyak zaitun sebagai perawatan alami kulit wajah. 

Saya menghentikan krim pagi dan krim malam dan sampai saat ini memakai minyak zaitun sebagai ganti perawatan wajahnya. Saya oleskan minyak zaitun setiap malam sebelum tidur dan sedikit saat pagi akan berangkat kerja. Yang pagi hari tidak banyak-banyak karena supaya tidak kelihatan berminyak.

Alhamdulillah sejauh ini kondisi wajah saya membaik tanpa krim wajah dari klinik kecantikan. Di hidung yang biasanya komedoan mruntus, semenjak rutin mengoles minyak zaitun pun menjadi mulus dan lembut. Semoga saya tetap konsisten nih dan nggak kemakan iklan lagi. Hehe. Oiya, minyak zaitunnya ini saya beli di apotek. Minyak zaitun yang bisa diminum. Bukan minyak zaitun yang untuk pijat, yah. Hehehe.

Jadi intinya nih, apapun kata-kata di iklannya yang entah itu dosisnya rendah, tidak menimbulkan ketergantungan, jika dihentikan tidak masalah, tapi tetap saja lama-lama akan dinaikkan juga dosisnya. 

Dan kulit wajah setiap orang berbeda-beda. Tidak melulu cocok terus. Jadi menurut pengalaman pribadi saya begitu. Bukan maksud menghasut ya, karena pilihan dan keyakinan masing-masing individu kan berbeda-beda.

Jika teman-teman yang belum pernah perawatan nih, beruntung deh kalian, saran dari pengalaman saya sih kalau masalah wajahmu tidak terlalu serius, mending kamu pilih untuk merawat sendiri saja dengan bahan-bahan yang alami. Jangan buru-buru memilih ke klinik kecantikan untuk pilihan utama. 

Seberapa ringan masalah wajahmu, kalau kamu ke klinik kecantikan tuh lama-lama akan diberi dosis yang tinggi juga, dan takutnya kalau malah jadi ketergantungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun