Perayaan Hari Kuningan oleh umat Hindu dilaksanakan setiap 210 Hari sekali pada Hari Saniscara / Sabtu Wuku Kuningan, 10 hari setelah dirayakannya hari suci Galungan.Â
Pada Tahun 2024 Hari Kuningan jatuh berdekatan dengan Hari Nyepi yang dirayakan setiap Tilem Kesanga (IX). Perayaan Hari Kuningan dengan Hari Nyepi di Tahun 2024 hanya berselat 1 hari tepatnya dari Tanggal 9 -- 11 Maret 2024.
Hari Raya Kuningan, berasal dari dasar kata Kuning yaitu Wuku ke-12 dalam kalender Bali yang memiliki hitungan 1 Wuku 7 Hari. Perayaan Hari Kuningan masih dalam 1 rentetan dengan Hari Galungan yang dimana berjarak 10 hari.Â
Perayaan Hari Galungan dan Kuningan dilaksanakan untuk melambangkan hari kemenangan Dharma (Kebenaran) melawan Adharma (Kejahatan). Hal ini merujuk pada cerita peperangan antara Bhatara Indah yang melambangkan kebenaran melawan Mayanadewa yang melambangkan kejahatan. Peperangan ini dimenangkan oleh Bhatara Indah.
Sejarah Hari Kuningan dimulai sejak 1.200 Tahun silam oleh Umat Hindu. Berdasarkan apa yang tertulis pada Lontar Purana Bali Dwipa, Hari Kuningan pertama kali dirayakan di Tahun 882 Masehi. Hari Kuningan dimaksudkan untuk selalu menjaga kemenangan Dharma (Kebaikan) melawan Adharma (Kejahatan) yang dirayakan di Hari Galungan.Â
Hari Kuningan merupakan hari raya yang memperingati kebesaran Sang Hyang Widhi dalam wujudnya sebagai Sang Hyang Parama Wisesa, beliau merupakan roh roh suci serta pahlawan Dharma yang berjasa dalam membentuk akhlak manusia menjadi luhur.Â
Sehari sebelum merayakan Hari Kuningan, Umat Hindu merayakan hari Penampahan Kuningan. Sama seperti Penampahan Galungan, pada hari Penampahan Kuningan ini umat Hindu melaksakan penyembelihan hewan ternak yang akan dikorbankan untuk sesajen persiapan persembahyangan Hari Raya Kuningan di esok hari.Â
Perayaan penampahan Kuningan jatuh pada Sukra (Jumat) Wage Wuku Kuningan. Pada Hari-H Kuningan, Umat Hindu biasanya akan menghaturkan Nasi berwarna kuning sebagai simbol yang melambangkan kemakmuran dan rasa terimakasih kita kehadapan Sang Hyang Widhi atas rahmat dan kemakmuran yang beliau berikan.Â
Nasi Kuning ala Umat Hindu ini memiliki keunikan yaitu pewarnaannya yang didapat dengan kunyit yang telah dicacah dan direbus Bersama dengan minyak kelapa yang dicampur juga dengan daun pandan harum.Â
Selain menghaturkan rasa terimakasih kepada Sang Hyang Widhi, umat Hindu juga melakukan persembahyangan menghadap kepada para leluhur masing masing untuk memohon maaf serta tuntunan kedepannya.Â
Sehari setelah perayaan Kuningan disebut dengan Umanis Kuningan, yang pada tanggal 10 Maret 2024 berbarengan dengan upacara Tawur Kesangan (Mecaru) dan Pengrupukan sebelum Hari Nyepi.
Hari Nyepi adalah perayaan Tahun Baru Saka, yang tahun ini berganti ke Tahun Saka 1946. Hari Nyepi diartikan sebagai hari untuk penyucian diri manusia dan alam yang dilakukan oleh semua Umat Hindu dimanapun berada. Selama perayaan Nyepi, semua aktivitas di Pulau Bali benar benar terhenti, kecuali unit unit pelayanan kesehatan masyarakat pusat.
Rentetan perayaan Hari Nyepi diawali pada sehari sebelum hari Nyepi yang biasa disebut Hari Pengrupukan. Di hari ini semua umat Hindu melakukan Tawur Kesangan (Mecaru) yang dimaksudkan untuk menyucikan roh roh jahat yang ada di lingkungan rumah dengan melakukan bunyi bunyian serta membawa sarana api, tirta, dan bija (Beras) sambal berkeliling keseluruh area rumah.Â
Tidak hanya itu, umat Hindu juga menghaturkan Segehan / nasi sesajen yang memiliki warna di area depan rumah, lengkap dengan Sanggah Cucuk dan berbagai Banten lainnya.Â
Tawur Kesanga biasanya dilaksanakan umat hindu di sore hari sebelum hari mulai gelap atau disebut Sandi Kala. Setelah upacara Mecaru, remaja remaja di Bali biasanya akan berangkat menuju Balai Banjar untuk Mengarak Ogoh Ogoh yang sudah di buat.
 Ogoh Ogoh dibuat sejak jauh jauh hari bahkan beberapa bulan sebelum Hari Pengrupukan. Ogoh Ogoh diciptakan sebagai perwujudan Bhuta Kala atau Roh jahat yang akan diarak disekeliling area Banjar diiringi dengan seka Gong Baleganjur yang pada akhirnya ogoh ogoh tersebut akan di bakar untuk menyucikan Bhuta Kala atau Roh Jahat yang ada.Â
Jaman sekarang Tradisi Ogoh Ogoh juga dilombakan dan diadakan festival di beberapa tempat sebagai salah satu Upaya pelestarian budaya, tanpa mengurangi esensi sejatinya. Upaya ini dilakukan oleh pemerintah sebagai salah satu support budaya lokal serta kepada karang taruna banjar atau disebut dengan Seka Teruna Teruni.
Usai perayaan Pengrupukan dan pembakaran Ogoh Ogoh tersebut, keesokan harinya, dimulai saat jam 6 Pagi Umat Hindu kemudian merayakan Hari Nyepi dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian (4 Cara Pengendalian Diri).Â
Catur Brata Penyepian terdiri dari Amati Gni yaitu tidak menyalakan Api alias bergelap gelapan hingga malam hari tanpa menyalakan sumber pencahayaan satupun, Amati Karya yaitu tidak bekerja, Amati Lelunganan yaitu tidak berpergian dan beraktivitas diluar rumah, serta terakhir Amati Lelanguan yaitu tidak bersenang senang.Â
Di Hari Nyepi kita dimaksudkan untuk melakukan perenungan atau semedhi untuk menyucikan diri serta mengevaluasi apa saja kesalahan kesalahan kita sebelum sebelumnya. Tidak hanya melakukan perenungan, kita juga bisa membaca buku buku atau kitab kitab suci sebagai upaya lainnya dalam menyucikan diri.Â
Selama kegiatan Penyepian, para pecalang atau penjaga keamanan lokal milik banjar akan bekerja sama dengan polisi untuk melakukan pengamanan lingkungan untuk menertibkan jika ada pihak pihak yang melanggar. Pihak pihak yang dipersilakan untuk berpergian selama Penyepian hanya jika memiliki urusan genting, sebagai salah satu contohnya adalah ibu yang memiliki anak bayi yang menuju ke fasilitas kesehatan.Â
Berkat perayaan Hari Nyepi di Bali tidak hanya berdampak di Bali saja, namun juga ke satu Indonesia bahkan dunia. Berkat Hari Nyepi masyarakat dapat menghemat sekitar satu juta liter bahan bakar, menginspirasi World Silent Day, bahkan sampai mengurangi Global Warming dengan mengurangi polusi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI