Saat kita ditanya tentang sejauh mana pentingnya jari jempol (ibu jari) di samping jari-jari lainnya, kita baru mulai berpikir. Padahal sebelumnya kita hampir tidak pernah memikirkan atau merenungkannya. Boleh jadi kita menganggap perannya sama pentingnya dengan jari-jari lainnya.Â
Sekarang mari kita renungkan! Andaikan jempol Anda diminta kembali oleh Allah melalui suatu kecelakaan tertentu, patah dan tidak bisa disambung kembali. Apa yang Anda rasakan? Ya, Anda tidak lagi bisa melakukan banyak hal dengan jari-jari Anda. Makan dengan tangan (jari) menjadi sulit. Menulis pun juga sulit. Melakukan banyak pekerjaan yang harus dipegang dengan jari-jari akan kesulitan.Â
Barulah kita menyadari betapa pentingnya jari jempol tersebut. Padahal selama ini hampir tidak pernah kita rasakan tingkat kepentingan akan keberadaannya. Kita baru merasakan akan nilai penting keberadaannya pada saat dia sudah tiada. Tanpa kehadirannya kita tidak bisa memegang dengan baik. Hanya dia yang mampu menjangkau dan berinteraksi dengan jari-jari lainnya dengan baik. Sedangkan jari-jari lainnya tidak mampu sebaik dia. Karena itulah, hanya bersinergi dengan dia jari-jari lainnya bisa berfungsi dengan baik.
Ketika Anda diminta, "Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kamu minum!", bagaimana sikap Anda? Permintaan dari Allah melalui Al Qur'an surat ke 56 [Al Waqi'ah] ayat 68 sungguh mengejutkan kita. Betapa tidak? Kita diminta untuk menerangkan suatu benda yang tidak banyak kita ketahui dengan amat baik, padahal benda itu setiap saat kita butuhkan. Berapa hari kita mampu bertahan tidak meminumnya? Apa yang akan terjadi pada diri kita jika tidak menemukan air untuk diminum?
Barulah kita bisa merasakan betapa pentingnya keberadaan air dalam hidup kita. Sedangkan selama ini kita hanya memandangnya sambil lalu seolah-olah hanya sekedar sebagai pelengkap kehidupan. Ya, mungkin lebih pas disebut "meremehkannya." Semoga tidak terjadi pada diri kita (na'udzubillaahi min dzaalik).Â
Di antara kita mungkin ada yang tidak menyukai bentuk hidungnya sendiri karena tidak seideal milik temannya. Renungkan, bagaimana jika hidung itu diambil kembali oleh Allah yang memberikannya selama ini? Apa yang kita rasakan? Bagaimana pula dengan bagian-bagian tubuh kita yang lain yang selama ini kita sesali keberadaannya?
Banyak hal yang ada di luar diri kita atau disebut sebagai di lingkungan kita. Di antara mereka banyak yang lepas dari pengamatan atau perhatian kita, bahkan jauh dari pikiran kita. Ada banyak juga yang kita anggap remeh dan mungkin cenderung untuk tidak kita sukai. Ataukah juga ada yang kita anggap tidak penting dan bahkan kita benci. Apakah benar keberadaan semua itu tidak bernilai penting?
Ya, mungkin kita anggap tidak penting bagi diri kita pribadi. Tetapi, ketahuilah bahwa mereka itu penting bagi ciptaan Allah lainnya. Kita merasa jijik terhadap cacing, tetapi mereka penting bagi ekosistem tanah. Tanah yang subur tidak lepas, salah satunya, dari peran mereka. Tanah tersebut akan menghasilkan berbagai tanaman yang buahnya kita butuhkan.
Keberadaan ular begitu menakutkan bagi kita dan harus disingkirkan jauh-jauh atau jika bisa dimusnahkan saja. Ketahuilah, bahwa mereka adalah merupakan salah satu binatang predator puncak. Mereka merupakan salah satu pengendali hama tikus. Jika mereka tidak ada, maka hama tikus akan berkembang merajalela. Akibatnya tanaman pangan akan hancur dan berakibat pada kelangkaan ketersediannya. Siapa yang akan merasakan dampak kerugiannya? Kita juga, bukan?
Karena itulah Rasulullah Muhammad saw. melarang (mengharamkan) kita memakan binatang-binatang predator itu. Mereka itu antara lain binatang-binatang yang mencengkeram mangsanya dengan cakarnya dan memakan mangsanya dengan taringnya. Harimau, serigala, kucing, kelelawar, ular, burung elang adalah termasuk dalam kategori itu. Mereka adalah predator pengendali ekosistem. Jumlah mereka tidak banyak. Jika mereka dibolehkan untuk dimakan, maka boleh jadi mereka akan diburu tanpa kendali. Jika mereka musnah karenanya, maka ekosistem dunia akan hancur.
Nah, kendati sesuatu itu kita anggap tidak penting keberadaannya, sejatinya mereka itu penting bahkan amat penting. Sesuatu yang kita anggap tidak bermakna, pada saatnya ia akan menjadi bermakna saat kita menyadarinya.
Wallahu a'lam bish shawab []
Ngudi Tjahjono (Malang, 28 Agustus 2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H