Mohon tunggu...
Ngudi Tjahjono
Ngudi Tjahjono Mohon Tunggu... Dosen - Menyukai menulis dan menggambar

NGUDI TJAHJONO. Lahir di Lumajang tanggal 22 Maret 1960. Bekerja sebagai dosen di Universitas Widyagama Malang. Menekuni bidang Transportasi, Ergonomi dan Lingkungan Hidup. Menulis dan melukis adalah kegemarannya. Menjadi motivator spiritual dan pengembangan sumberdaya manusia adalah panggilan hatinya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bahagia dengan Musibah Sakit

22 September 2021   16:00 Diperbarui: 22 September 2021   19:00 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya sekeluarga terpapar Covid-19 terhitung sejak tanggal 1 Juli 2021. Isteri saya lebih dulu masuk rumah sakit, sedangkan saya dan tiga anak saya isoman di rumah. Pada tanggal 7 Juli isteri saya diperkenankan pulang untuk pemulihan di rumah.

Pada tanggal itu juga, setelah diketahui saturasi oksigen saya 85%, maka saya diharuskan dirawat di rumah sakit. Saya dijemput ambulans Dinas Kesehatan Kota Malang. Setelah di UGD satu hari, malamnya dirawat di ruang khusus pasien Covid-19.

Virus ini sampai sekarang belum ada obatnya. Maka tingkat imunitas kitalah yang dapat melawannya. Untuk menghadapinya, kita harus meningkatkan imunitas itu. Makanan yang bergizi harus kita jaga, ditambah dengan vitamin-vitamin C, D, E dan ditambah Zinc. Semua keperluan itu sudah disiapkan penuh di rumah sakit.

Hal yang lebih penting dari asupan makanan dan vitamin, adalah ketenangan jiwa kita dalam menerima kenyataan itu. Kita adalah makhluk ciptaan Allah dan virus pun juga demikian. Kita terpapar virus pun juga atas izin Allah. Maka, tidak ada alasan lain kecuali kita harus memasrahkan diri kepada-Nya serta memohon disembuhkan dari paparan virus itu.

Mungkin kita menganggap hal ini sebagai musibah yang menimpa diri kita. Maka ada dua kemungkinan orang dalam mengambil sikap. Orang pertama mungkin bersikap marah dan tidak terima atau protes terhadap musibah tersebut. Dan orang kedua bersikap menerima dengan pasrah kepada-Nya, memahami bahwa semua itu adalah kehendak-Nya.

Allah SWT berfirman dalam hadis Qudsi: "Wahai hamba-Ku, Aku punya keinginan dan kamu pun punya keinginan. Yang pasti terjadi hanyalah keinginan-Ku. Aku akan berikan apapun yang kamu inginkan jika kamu ikuti keinginan-Ku. Jika kamu tidak mengikuti keinginan-Ku, Aku akan lelahkan kamu dalam mengejar keinginanmu. (Jami'us Sa'adat)

Berkaitan dengan hadits qudsi tersebut, orang yang memilih sikap marah, tidak terima atau protes terhadap ketentuan Allah, maka ia akan menderita. Semakin marah dan tidak terima, akan semakin menderita. Dan yang akan berlaku adalah ketetapan (keinginan) Allah. Sikap tidak terima seperti ini tentu akan menurunkan imunitas tubuh.

Sedangkan orang yang memilih pasrah dan berserah diri akan ketetapan Allah, maka ia akan tenang dan tidak stres. Sikap seperti ini akan menimbulkan kebahagiaan dalam kesadaran mengikuti apapun kehendak Allah.

Sikap kedua inilah yang saya pilih saat menghadapi Covid-19. Sikap ini akan membangkitkan semangat dan optimisme untuk sembuh serta menaikkan imunitas tubuh.

Alhamdulillah, perjuangan untuk sembuh saya saya lakukan dengan kepasrahan dan penyerahan diri kepada Allah Swt. Saya tidak memiliki kekuasaan apapun, hanya Allah yang memilikinya. Saya mohon kepada-Nya agar diberi kesempatan untuk sembuh, supaya dapat memperbaiki diri dan lebih dekat dengan-Nya.

Memang berat dan tidak mudah. Tetapi saya berusaha tetap menjaga kesadaran itu, bahwa saya harus tetap ikhlas dan pasrah. Shalat, dzikir dan doa terus saya jaga walaupun dalam segala keterbatasan gerak.

Alhamdulillah. Fase demi fase, hari demi hari saya lalui dengan menjaga kesadaran dan rasa syukur atas semua nikmat yang telah diberikan kepada saya. Masa-masa kritis sudah berhasil saya lewati, yang saya ketahui dari pemberitahuan dokter.

Donor plasma darah AB+ tidak ditakdirkan untuk saya dapatkan. Isteri dan anak saya telah berusaha berburu ke beberapa kota. Dari tujuh calon pendonor yang bergolongan darah AB+, ternyata tidak ada yang memenuhi syarat. Alhamdulillah, saya disembuhkan oleh Allah tanpa transplantasi plasma tersebut.

Cukup lama saya dirawat di rumah sakit, dua puluh tiga hari. Keluarga tidak boleh mendampingi. Isteri dan anak-anak selalu memberi semangat melalui komunikasi telepon selular. Motivasi penuh cinta dari mereka sangat membantu memberi semangat yang kuat untuk senantiasa bersyukur dan pasrah kepada Allah Swt.

Semua upaya medis yang dilakukan oleh para dokter dan nakes lainnya, telah dilakukan sesuai SOP dengan penuh ikhlas. Keramahan mereka juga sangat membantu memberi semangat untuk sembuh. Dukungan moril dan materiil, doa, dan motivasi dari saudara dan teman-teman di luar (yang dilakukan melalui chat WA) juga sangat membantu meningkatkan semangat untuk sembuh.

Alhamdulillah, pada tanggal 1 Agustus 2021, saya diperkenankan pulang untuk menjalani pemulihan di rumah. Keluarga menyambut dengan sukacita. Saudara dan teman-teman pun juga demikian.

Tiada daya dan kekuatan kecuali hanya milik Allah. Semua ketetapan yang terjadi pada makhluk-Nya adalah sepenuhnya ada di tangan-Nya. Maka, hanya kepada-Nya kita harus memasrahkan diri.

Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Aamiin.

Malang, 15 Agustus 2021

Al Faqir,

Ngudi Tjahjono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun