Anda mungkin pernah shalat di masjid yang berada di pinggir jalan raya dengan tingkat kebisingan tinggi. Apa yang Anda rasakan? Bisakah Anda shalat dengan khusyu'? Tidak bisa, bukan? Pada saat shalat zhuhur dan ashar mungkin tidak bermasalah. Namun, pada saat shalat maghrib dan isya' berjama'ah pasti Anda kesulitan mendengarkan bacaan imam shalat.Â
Terlebih lagi bagi sang imam. Dia mengerahkan segenap kemampuannya untuk mengeraskan suara (bacaannya) agar bisa didengar oleh para jama'ah. Saya juga pernah menjadi imam di masjid yang bising seperti ini, tentu merasakan hal yang sama. Bahkan suara sendiri pun juga tidak terdengar dengan jelas. Sungguh melelahkan, karena harus berteriak sekuat tenaga.
Saya tidak mengerti mengapa kini banyak dibangun masjid baru dengan memilih lokasi di pinggir jalan raya yang bising? Mengapa tidak mengambil lokasi yang agak jauh dari jalan, yang terlindung oleh rimbunnya pepohonan yang daun-daunnya bisa mengurangi tingkat kebisingan? Semestinya kita bisa memilih lokasi strategis dengan kemudahan akses dari jalan raya menuju masjid tersebut.Â
Bangunan masjid bisa dibuat sedemikian atraktif, sehingga menarik minat pengguna jalan raya untuk singgah di sana. Secara arsitektural tentunya bisa dibuat desain masjid yang indah dan megah dengan fasilitas pendukungnya yang lengkap, seperti: tempat parkir yang luas, tempat istirahat yang nyaman, kantin, dan sebagainya. Sistem akustik masjid juga didesain dengan perhitungan yang cermat, sehingga dapat membuat suasana ruang masjid yang tenang dan tidak bising. Maka, kekhusyu'an para jama'ah pun bisa dikondisikan.
Perlukah ada campur tangan pemerintah? Saya kira pemerintah daerah perlu membantu memfasilitasi pengadaan lahan pada lokasi yang ideal sekaligus dengan penyiapan desain yang terintegrasi. Mungkin Singapura dapat dijadikan contoh yang baik. Setiap pendirian bangunan baru, termasuk masjid, harus mengikuti peraturan pemerintah. Masjid harus indah, kokoh, dan ramah lingkungan. Jika tidak mempunyai dana yang cukup, maka pemerintah pun membantunya. Bisakah hal ini ditiru oleh pemerintah daerah di Indonesia? Tentu tergantung pada wali kota atau bupatinya.
Kita, sebagai rakyat, tentu sangat menginginkan kenyataan seperti itu. Kepala daerah yang memedulikan kepentingan spiritual rakyatnya secara penuh, bukan basa-basi. Semoga.
Malang, 21 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H