Mohon tunggu...
Rasikh Fuadi
Rasikh Fuadi Mohon Tunggu... -

"Yang pemalas adalah yang menang melawan arus badai ini" Lelaki penggiat sastra dan seni, khususnya teater walau seperti jalan sunyi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pernikahan

25 Juni 2012   14:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:33 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang akan selalu terjadi masa masa penting dalam kehidupan tiap manusia. Entah walaupun seseorang itu ialah penyendiri, petapa yang selalu meminggirkan dirinya dari hiruk pikuk dunia, pasti ia akan tetap melewati momen penting dalam kehidupannya. Satu hal yang mungkin akan selalu dilalui dan menjadi momen penting untuk semua orang ialah pernikahan. Pernikahan, dimana dua insan saling membelai cinta mesra dan menyatukan hasratnya untuk menjalani kehidupan bersama secara serius. Pernikahan hanya akan tercapai pada orang orang yang telah ikhlas dalam dirinya untuk membagi keseluruhan hidupnya untuk pasangannya yang tercinta. Dan pernikahan ialah penjelasan kenikmatan akan kehidupan, dimana pasti semua orang menginginkan dicintai dan mencintai, dan pernikahanlah tempatnya. Pernikahan ialah surganya dunia bagi para pedamba cinta.

Tapi entahlah, apakah akan selalu seperti itu? Selalu menyenangkankah pernikahan itu? Layaknya bunga mawar, akankah ia selalu terlihat anggun nan cantik? Bukankah ia tetap berduri? Dan merahnya seperti merah darah yang melegam dalam hati? Tak mungkin ada suatu hal di dunia ini yang mutlak kenikmatan, ataupun mutlak sebagai bencana. Semua hal di dunia ini memiliki potensi keduanya. Bisa sebagai kebahagiaan sekaligus sebagai kesengsaraan. Bisa sebagai hadiah pun bisa sebagai cobaan. Dan, apabila manusia ingin melihat kehidupan secara nyata dan hakiki, haruslah manusia melihat kedua hal tersebut dalam tiap hal yang mereka jalani.Lihatlah momen penting tersebut, yaitu pernikahan, sebagai kebahagiaan sekaligus kebencanaaan. Untuk hal ini, saya tak akan membahasnya lebih lanjut. Hal himbauan moral yang terbaik sudah ada dalam hati nurani anda masing masing. Anda hanya perlu menengok kembali nurani anda untuk mendapatkan jawaban yang terbaik dalam urusan moral.

Kemudian, haruskah pernikahan itu kau jalin dengan orang yang benar benar kau cintai? Itukah yang terbaik? Menikah dengan orang yang benar benar kau cintai? Entahlah, soal yang terbaik mana ada manusia yang mengetahuinya. Bila disini saya berkata ‘iya’ pada hal tersebut, dan kenyataannya kedua mempelai yang saling mencintai tersebut menjalani kehidupan yang tak diharapkan, maka salahlah jawaban saya. Dan bila saya berkata ‘tidak’ pada hal tersebut, dan kenyataannya kedua mempelai memang menjalani kehidupan yang bahagia selamanya, maka salah juga jawaban saya. Tak ada yang pasti untuk masa depan. Tak ada yang bisa memastikan masa depan. Walaupun faktor-faktor yang penting dalam menilai masa depan sudah terlihat jelas waktu ini, masa depan tetaplah tanda tanya besar untuk manusia. Lantas, bagaimana jawabannya? Entahkah?

Saya meyakini untuk jawaban diatas ialah tidak. Tidaklah harus kau menikahi orang yang benar benar kau cintai. Dan kau tidak harus menikah hanya dengan orang yang kau cintai saja. Kenapa? Karena saat kau yakin kau hanya ingin menikahi orang yang benar-benar kau cintai, saat itu kau menyandarkan hakekat cinta itu pada diri sendiri. Kau meyakini bahwa kaulah yang mengerti tentang cinta, dan kau sendirilah yang merasa memegang kuasa atas cinta, saat itulah kau merenggut cinta dari sumber cinta yang ada. Bukan pada Maha Cinta yang sebenarnya.

Walaupun begitu, ini bukan berarti bahwasannya jangan ada pernikahan dengan hasrat dari cinta yang muncul dari diri sendiri. Bukan begitu. Memang, tak adakah cinta yang sejalan dengan takdir cinta sang ilahi? Pasti banyak juga cinta manusia yang terestui oleh cinta sang ilahi. Mereka-mereka yang berangkat dari cinta yang muncul dari hatinya masing masing, dan berhasil memikat sang pujaan hati, tetap direstui oleh allah dan memiliki kehidupan yang bahagia. Yang terpenting bagi kita ialah, bagaimana kita tahu bahwa jalinan cinta kasih kita ini ialah jalinan yang direstui oleh allah swt? Padahal,sebelumnya maaf, kita tak mungkin tahu apakah jalinan pernikahan ini direstui oleh allah ataupun tidak. Yang kita tahu ialah yang mungkin membuat pernikahan tersebut dapat direstui oleh allah swt.

Pertama ialah mendapat restu dari kedua orang tua. Restu dari kedua orang tua kita ialah restu dari allah swt. Kalau orang tua tidak merestui suatu pernikahan, maka allah pun tak merestui pernikahan tersebut. Lantas, kenapa harus kedua orang tua kitalah yang mempunyai hak atas pilihan diri kita untuk masa depan diri kitananti? Boro-boro untuk masa depan diri kita nanti, padahal diri kita ada di dunia ini pun dikarenakan orang tua kita. Maka dari itu, bukan hanya pernikahan untuk masa depan saja yang harus mendapat restu orang tua, seluruh kehidupan kita seharusnya harus mendapatkan restu dari orang tua kita. Bukannya kita menyerahkan seluruh hak hak kehidupan kita kepada orang tua kita, dan membuat orang tua kita seakan akan ialah tuhan yang harus dituruti. Tapi, rasa terimakasih syukur kita atas jasa orang tualah kita harus selalu meminta restu atas dirinya. Kalau kita mengaku mencintai allah, kita juga harus mencintai nabi muhammad sebagai utusanNyadi dunia ini. Karenanabi muhammad kita mengenal agama islam. Hal ini juga seperti kepada kedua orang tua. Kalau mengaku mencintai allah, cintailah orang tua kita. Karena mereka kita ada di dunia ini.

Yang kedua ialah landasan niatnya. Semua tindakan amalan dinilai dari niatnya. Jika niatnya buruk walau amalannya baik, hal itu dinilai tetap buruk. Sedangkan niatnya baik tapi amalannya buruk, maka hal tersebut tetap dinilai baik. Pemahaman tentang hal ini tergantung dari seberapa kita mengerti akan kata ‘niat’ tersebut. Apabila kita telah berniat akan sesuatu, sesungguhnya kita sudah melakukan 90% dari keseluruhan proses tersebut. 10% ialah tinggal tindakan nyata. Apabila kita sudah berniat akan sesuatu, berarti hal tersebut ‘sudah terjadi’ dalam kalam manusia. Karena tugas manusia hanyalah bekerja, dansoal hasil itu sudah urusan allah. Hal yang sudah kita niatkan dari dalam, tinggal kita manifestasikan keluar, dan soal lancar tidaknya diluar itu tergantung pada kehendak allah. Karena, walaupun tidak lancar tindakan nyatanya diluar, walaupun banyak hambatan yang ada, kalau kita sudah niat pasti kita tetap akan meneruskan kerja itu sampai di akhir. Hambatan dan rintangan itu ialah cobaan dari allah, dan hasil dari kerja itu ialah kuasa allah. Maka dari itu, niat adalah pondasi nyata dari tiap amalan manusia.

Sekarang kita lihat bagaimanakah niat yang baik dalam pernikahan? Pasti sangat banyak, dan tak bisa saya jelaskan satu persatu. Yang mungkin untuk disebutkan ialah satu hal yang tak boleh dalam meniatkan sesuatu, yaitu nafsu. Apabila niat kita dalam melakukan sesuatu, apapun itu termasuk pernikahan, ialah lebih besar nafsunya, lebih besar ketundukan kita pada nafsu, insyaallah pernikahan itu tidak direstui oleh allah. Hati hati lah soal nafsu ini kepada niatan kita, karena kepandaian setan itu amat sangat diluar batas kita. Setan bisa menutupi segala kejelekan yang ada dengan awalan awalan yang baik. Setan bisa merencakana sesuatu kejahatan dengan amat piawai, yaitu meletakkan kejahatan itu hanyalah di ujung akhirnya belaka. Dari langkah awal, dari 1 sampai 99 setan selalu membisiki kebaikan yang nyata, tapi ternyata diujungnyalah maksud akhirnya, yaitu 1 kejahatan. Cukup satu kejahatan di ujung saja untuk mengalahkan manusia. Misal sebelum pernikahan kita dibisiki setan untuk memilih wanita yang selalu terlihat baik tingkah laku kesehariannya. Kemudian setelah kita menyeleksi beberapa wanita, setan membisiki untuk memilih wanita yang mempunyai background harta kaya, agar nantinya bisa jelas masa depan keluarganya. Kemudian terpilihlah salah seorang wanita yang sesuai dengan kriteria tersebut. Tapi setelah terjalin pernikahan, ternyata wanita yang terpilih itu mempunyai satu akhlak yang buruk, yang membuat kita tak menyukainya lagi. Kemudian kita berlari pada aspek satunya yang kita sukai, yaitu hartanya. Ternyata saat menjalin kehidupan bersama, sang suami terlalu menitikberatkan harta dunia sehingga membuat kehidupannya terlalu materilistis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun