Sudah diperkirakan sejak awal bahwa pertarungan pilpres kali ini akan sangat ketat. Kejar-kejaran angka perolehan suara akan berlangsung seru. Ternyata hal ini terbukti. Dari hasil quick count sejumlah lembaga, perolehan suara kedua kubu berbeda sangat tipis. Sayang hasil hitung cepat tersebut dikacaukan dengan munculnya lembaga survey abal-abal yang membuat bingung rakyat.
Dari hasil iseng saya mengamati sejumlah media televisi nasional pada rabu malam (pukul 20.00), setidaknya ada 13 lembaga survey yang hasil quick count nya ditayangkan. 4 lembaga memperlihatkan hasil perhitungan untuk kemenangan Prabowo-Hatta dan 9 lembaga memenangkan Jokowi-JK. Berikut ini hasil quick count 13 lembaga survey yang berhasil saya catat:
1. Puskaptis : Prabowo-Hatta (52.06%)
2. ISI : Prabowo-Hatta (50.16%)
3. LSN : Prabowo-Hatta (50.60%)
4. IRC : Prabowo-Hatta (51.11%)
5. LSI : Jokowi-JK (53.37%)
6. RRI : Jokowi-JK (52.68%)
7. SMRC : Jokowi-JK (52.91%)
8. Pol Tracking : Jokowi-JK (53.37%)
9. CSIS-CYRUS : Jokowi-JK (51.2%)
10. Populi Center : Jokowi-JK (50.95%)
11. LitbangKompas : Jokowi-JK (52.33%)
12. Saiful Mujani Consultan: Jokowi JK (52.82%)
13. Lembaga Indikator Politik: Jokowi-JK (52.98%)
Sepanjang diperkenalkannya sistem quick count di Indonesia, baru kali ini ada lembaga survey nakal yang berani mempublikasikan hasil perhitungan yang berbeda tajam dengan lembaga yang lain. Pada pilpres Tahun 2004 maupun Tahun 2009, biasanya lembaga-lembaga survey selalu menampilkan angka hasil quick count yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Kisaran perbedaannya paling antara 1-2%. Tapi dalam pilpres kali ini, perbedaannya bahkan mencapai lebih dari 5% sehingga hasil ini berpengaruh terhadap penentuan siapa pemenang pilpres sebenarnya. Pertanyaanya adalah kenapa bisa ada perbedaan seperti itu? Jawabannya hanya ada satu kemungkinan yaitu ada sejumlah lembaga survey yang tidak jujur dengan hasil surveynya sendiri.
Hal ini terbukti dari pernyataan Anggota Dewan Etik PERSEPI (Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia), Handi Muluk. Ketika diwawancara oleh salah satu stasiun televisi semalam, ia mengakui ada kejanggalan terutama terkait hasil quick count dari lembaga survey yang memenangkan Prabowo. Dalam ulasan berita Tribunnews.com (09/07), PERSEPI mempertanyakan validitas data dari empat lembaga survey yang memenangkan Prabowo. dalam waktu dekat PERSEPI akan memanggil dua lembaga yaitu Puskaptis dan JSI terkait hasil quick count yang ‘aneh’. Sementara dua lembaga lainnya yaitu IRC dan LSN tidak bisa dikonfirmasi karena bukan anggota asosiasi.
Apakah benar ada lembaga survey abal-abal yang mencoba memanipulasi data? Bisa ya dan bisa tidak. Yang jelas, berdasarkan pengamatan saya terhadap sejumlah stasiun televisi nasional, memang ada indikasi bahwa empat lembaga survey yang memenangkan Prabowo (Puskaptis, ISI, LSN dan IRC) tampaknya memang berasal dari kubu tim sukses Prabowo sendiri. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan bahwa stasiun televisi yang menayangkan hasil quick count dari keempat lembaga tersebut adalah televisi yang diduga punya kaitan erat dengan tim sukses capres nomor 1. Kelima televisi tersebut adalah TVONE & ANTEVE (milik ARB) serta MNC Group (RCTI, GLOBALTV, MNCTV) milik Hari Tanu.
Bagaimana dengan kubu Jokowi-JK? Apakah mungkin kubu mereka juga mencoba memanipulasi hasil survey? Jawabannya bisa ya dan bisa tidak. Hanya saja agak absurd kalau kubu Jokowi mampu mempengaruhi sampai 9 lembaga survey untuk memenangkan dirinya. Apalagi sebagian dari lembaga tersebut cukup kredibel dan memiliki track record yang baik. Selain itu, penayangan hasil quick count untuk kemenangan Jokowi tidak hanya dimonopoli Metro TV milik Surya Paloh, tapi juga ditayangkan oleh media televisi lain seperti TransTV, Trans7, Indosiar, SCTV dan yang lainnya yang sebagian besar diluar kendali tim sukses Jokowi-JK.
Perbedaan perhitungan lembaga-lembaga survey jelas memberikan catatan kurang menyenangkan bagi rakyat Indonesia. Kalau lembaga survey sudah bisa dibeli, lalu rakyat harus percaya pada siapa? Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena ada sejumlah lembaga survey yang nakal, rakyat jadi gelisah. Timbul keraguan dan ketidakpastian tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Hal ini terjadi karena ada salah satu kubu yang bersifat pengecut. Tidak mau mengakui kekalahannya sehingga dia rela menggunakan dan atau membayar lembaga survey abal-abal demi memenangkan dirinya. Padahal kalau dipikir apa gunanya? Kalau sudah kalah ya kalah saja tidak perlu menggunakan manipulasi. Kenapa harus memperpanjang konflik?
Dalam tulisan ini saya ingin memberikan saran kepada kedua pasangan capres-cawapres agar bertindak layaknya seorang negarawan. Saya yakin Bapak Prabowo maupun Pak Jokow pasti tahu hasil quick count yang sebenarnya. Anda berdua pasti tahu bahwa anda kalah atau menang. Cuma masalahnya ada salah satu dari tim sukses anda yang tidak jujur dan mencoba menipu publik. Untuk apa itu dilakukan? Sedemikian tingginya napsu para tim sukses tersebut sehingga mereka berani berbuat curang? Berani membohongi Tuhan dan 250 juta rakyat? Apalagi itu dilakukan di bulan Ramadhan yang mulia ini.
Dari sejumlah indikasi yang terlihat, saya benar-benar curiga bahwa ada upaya sistematis dari salah satu kubu capres kita untuk membohongi dan memanipulasi publik. Bagaimana itu dilakukan dan apa alasannya? Silakan lihat sumber tulisan saya disini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H