Prosesi ini pun tidak sembarangan dan berbeda dengan di tempat lain lho. Prosesi Rejeban Plabengan ini diawali dengan Ritual Doa Malam Jumat di Punden Plabengan yang diikuti para kaum lelaki warga desa dengan penerangan ratusan obor di sepanjang jalan menuju punden, acara sakral ini dipimpin oleh sesepuh dan pemangku adat desa dalam balutan pakaian jawa yang berupa beskap dan bangkon.
Bekal tersebut  berupa dua sisir pisang atau lebih, ketan dan jenang, ingkung ayam serta aneka lauk pauk yang dibawa dalam dua tenong (wadah makanan berbentuk bundar yang terbuat dari anyaman bambu) dan dipikul oleh kaum laki laki dusun Cepit Desa Pagergunung. Selain itu warga masyarakat juga mempersiapkan beberapa buah gunungan yang berupa makanan pokok lengkap dengan lauk pauknya.
Setelah semua tenong dan gunungan ini masuk ke lokasi Punden Plabengan, semuanya ditata membentuk barisan memanjang dengan dikelilingi oleh masyarakat yang duduk di sebelah kanan dan kirinya. Beberapa saat kemudian sesepuh desa mengkomando masyarakat untuk melantunkan ayat ayat suci Al Quran, dan lokasipun menjadi penuh khikmad....... tenang ...... dan syahdu .......
Sekitar  20 menit kemudian, sesepuh desa dan Kepala Desa Pagergunung mulai memberikan wejangan, petuah bijak serta harapan harapan di depan semua yang hadir di lokasi itu, dilanjutkan dengan melakukan jamasan terhadap anak anak yang berambut gimbal dengan menggunakan air dari mata air yang ada di sebelah punden tersebut.
Para tukang foto pun ambyar ......... berebut maju ke depan ....... baik yang pemula seperti saya maupun sudah pro seperti om om yang suka pake hal hal berwarna merah brewokan yang tidak mau disebutkan namanya, berebut mencari posisi terbaik untuk mengabadikan momen di lokasi yang super sempit itu.
Selanjutnya adalah acara yang paling ditunggu tunggu sodara sodara..... pranoto coro memberikan komando kepada kami untuk merapat ke gunungan tumpeng utama yang ada di sebelah gazebo. Untuk apa ? makan tentu saja .....
Belum sampai komando selesai disampaikan, sedetik kemudian kondisi lokasi tersebut menjadi krodit dengan banyaknya manusia yang berebut makanan yang disediakan. Tumpah ruah manusia dengan berbagai rasa dan aroma hehehehe.........
Lha saya ? berhubung saya cerdas, makanya saya justru menepi dan mencari tenong di pinggir lokasi yang relatif sepi dan tanpa rebutan demi bisa makan pisang dengan aman, nyaman tertib dan kenyang hehehee......
Oya, sambil makan kami disuguhi 8 kesenian tradisional yang tampil bergantian, mulai dari emblek (tari kuda kepang), tari angguk, tari butho galak, dan sebagainya. Epik, eksotis dan gaib......... begitu yang saya rasakan. Ada perasaan takut terbersit mengingat bahwa biasanya acara macam ini akan membawa banyak kejadian mistis
Dan benar saja, belum sampai 1 jam kesenian itu berlangsung tiba tiba banyak warga yang kesurupan. Tidak hanya kaum laki laki, tapi juga kaum hawa yang berada di sekitar lokasi ituk kesambet juga. Seru ......