tua.
Waktu berjalan begitu cepat. Saya kira ini dirasakan oleh sebagian besar orang. Saya sendiri merasakan betul hal ini. Tanpa terasa kita telah beranjakRasanya baru kemarin menyelesaikan jenjang pendidikan SMA. Kini anak saya juga sudah menginjak jenjang pendidikan yang sama.
Memang, salah satu hal yang menyadarkan saya tentang cepatnya waktu adalah anak. Ya, anak saya dan anak kawan-kawan saya adalah bukti bahwa usia terus beranjak tua. Rasanya belum lama anak sulung saya lahir, tetiba kini ia sudah harus bersiap untuk kuliah tahun depan.
Beberapa waktu lalu saya bertemu kawan semasa sekolah di MTsN. Ini kawan laki-laki seangkatan, beda kelas. Kebetulan saya sedang memcuci mobil yang lokasinya ada di samping rumah beliau. Hanya berjarak sekitar 100 meter di utara rumah beliau.
Tahu saya sedang mencucikan mobil, beliau pun menghampiri. Kami pun terlibat dalam perbincangan hangat. Berbincang banyak hal karena sangat jarang bertemu. Kesibukan yang berbeda membuat kami hanya riuh di grup WA tanpa sempat bertatap muka.
Saat asyik berbincang seorang bocah seusia anak bungsu saya datang.
"Ini anakmu Mas?", tanya saya.
"Ini cucuku", katanya.
Aku terperangah. Ia kemudian bercerita bahwa beberapa bulan setelah tamat SMA ia menikah. Setahun kemudian anak pertamanya lahir. Anak perempuan. Sama seperti bapaknya, anak pertama ini juga menikah beberapa bulan setelah tamat SMA. Wajar jika kini teman saya sudah bercucu.
Begitulah waktu berjalan. Kawan dan anak-anaknya adalah salah satu tolok ukur bahwa kita tidak muda lagi. Tentu tidak hanya kawan. Orang tua juga salah satu parameter bagaimana kita tidak lagi muda.
Realitas usia yang semakin menua sekarang ini menyadarkan saya untuk menata diri. Hal ini penting karena semakin tua, saya akan memasuki etape kehidupan yang tidak sederhana. Anak-anak semakin dewasa. Nanti mereka akan mandiri dan memiliki kehidupan sendiri. Rumah akan kembali sepi. Justru karena itulah saya harus mempersiapkan diri sebaik mungkin.
Pertama, persiapan spiritual. Ya, usia menjelang lima puluh tahun sekarang ini menjadi momentum yang tepat bagi saya untuk semakin intens menekuni dunia spiritual. Ini dunia yang membuat batin kaya makna.
Jujur sampai sekarang saya belum menjadi seorang Muslim yang baik. Ibadah saya masih fluktuatif. Namun saya berusaha keras untuk terus memperbaiki diri.
Usaha lainnya adalah menekuni ilmu-ilmu agama. Bisa dengan membaca buku-buku agama yang sudah saya miliki, bisa mendengarkan ceramah para ulama, bisa lewat banyak cara lainnya. Ini adalah wujud rasa syukur saya untuk terus belajar ilmu agama agar saya semakin religius.
Kedua, persiapan fisik. Semakin tua fisik bukan semakin prima. Fungsi-fungsi fisik perlahan menurun. Ini harus saya sadari. Jadinya saya harus bergaya hidup sehat, istirahat cukup, dan rajin melakukan olahraga.
Saya ingat pesan Almarhum Bapak saya untuk aktif bergerak. Jangan malas. Prinsip utama hidup manusia adalah bergerak. Jangan malas gerak atau mager. Itu cara agar hidup kita sehat.
Gerak membuat kita berkeringat. Keringat yang keluar membuat kita sehat. Mungkin sesaat tidak nyaman tetapi justru itulah yang membuat kita sehat.
Ketiga, persiapan finansial. Saya berharap di usia tua hidup saya sudah mapan. Saya tidak ingin justru di usia tua masih harus bergulat dengan urusan ekonomi. Tentu ini harapan yang harus diperjuangkan.
Cara utama yang saya tempuh adalah hidup sederhana. Saya bersyukur atas apa yang telah saya capai sekarang ini. Saya berusaha tidak menuruti nafsu dengan bersenang-senang yang melampui batas.Â
Hidup sederhana itu membahagiakan. Saya banyak belajar terkait gaya hidup dengan mengamati kehidupan kawan-kawan dan membaca banyak tulisan terkait hal ini.
Salah satu cara yang saya lakukan adalah berusaha tidak hutang di bank. Saya ingin hidup nyaman. Jika ingin membeli sesuatu ya menabung dulu. Ini cara yang membuat saya tidak bermain spekulasi. Buktinya dengan cara ini hidup rasanya damai.
Dulu saya meminjam di bank beberapa kali. Kepentingannya jelas yaitu memiliki rumah, kendaraan, dan biaya studi. Sekarang ini saya usahakan bersyukur atas apa yang sudah saya miliki.
Tentu tidak hanya tiga hal itu saja. Namun prinsipnya saya bersyukur dan berusaha menerima atas apa yang telah saya miliki sekarang ini. Semoga hidup saya penuh dengan keberkahan. Amin.
Tulungagung, 23-12-2022
Ngainun Naim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H