Mohon tunggu...
Nizar Alamsyah
Nizar Alamsyah Mohon Tunggu... -

lahir di bogor, besar di bogor. sekarang tinggal di jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dokter Ayu di mata MA dan Orang Awam

27 November 2013   21:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:36 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan MA untuk menghukum Dokter Ayu, bagi saya tidak mengejutkan, toh sebelumnya ada dokter dari Sidoarjo yang diputus bersalah oleh MA dan dihukum selama sepuluh bulan. Yang mengherankan bagi saya justru pembelaan dari sesama dokter atas keputusan itu. ada yang demo langsung, ada juga yang bergerilya di dunia maya, dengan menggelontorkan opini (yang sebagian besar tidak saya mengerti) juga dengan istilah khas kedokteran.

hampir semua dokter yang pendapatnya saya baca, rata-rata menyatakan prosedur yang sudah di lakukan dokter ayu sudah sesuai SOP. Apakah demikian menurut orang awam (termasuk MA)?

dari keputusan MA yang saya baca, bisa diurutkan rangkaian kejadian yang menyeret dokter Ayu dkk.  antara lain

1.  Julia Siska Makatey (25 tahun) mengalami pecah ketuban di puskesmas, karena memiliki riwayat melahirkan secara vakum, maka pihak puskesmas merujuk ke RS Dr Kandau Manado.

2. Menurut keterangan dari saksi Prof. Dr. NAJOAN NAN WAROUW, Sp.OG., dokter Ayu melaporkan ketuban pasien/ korban sudah dipecahkan di Puskesmas dan jika ketuban sudah pecah berarti air ketuban sudah keluar semua. Selanjutnya Dokter Ayu mengawasi korban pada pukul 09.00 WITA sampai dengan pukul 18.00 WITA tindakan yang dilakukan oleh Dr Ayu hanya pemeriksaan tambahan dengan "USG (Ultrasonografi)" dan sebagian tindakan medis yang telah dilakukan tidak dimasukkan ke dalam rekam medis.

3. ternyata pada pukul 18.30 WITA tidak terdapat kemajuan persalinan pada korban, Dokter Ayu melakukan konsul dengan konsulen jaga dan setelah mendapat anjuran, Dr Ayu mengambil tindakan untuk dilakukan CITO SECSIO SESARIA, Dr Ayu menginstruksikan kepada saksi dr. HELMI untuk membuat surat konsul ke bagian anestesi dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap dan setelah mendapat jawaban konsul dari saksi dr. HERMANUS JAKOBUS LALENOH, Sp.An. yang menyatakan bahwa pada prinsipnya setuju untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi, oleh karena ini adalah operasi darurat maka mohon dijelaskan kepada keluarga resiko yang bisa terjadi sebelum operasi atau usai operasi.

4. Terdakwa I (satu) menugaskan kepada dr. HENDY SIAGIAN untuk memberitahukan kepada keluarga pasien/ korban tetapi ternyata hal tersebut tidak dilakukan oleh dr hendy melainkan ia menyerahkan "informed consent"/ lembar persetujuan tindakan kedokteran tersebut kepada korban yang sedang dalam posisi tidur miring ke kiri dan dalam keadaan kesakitan dengan dilihat oleh dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI dari jarak kurang lebih 7 (tujuh) meter, dr. HENDRY SIMANJUNTAK  dari jarak kurang lebih 3 (tiga) meter sampai dengan 4 (empat) meter juga turut diketahui dan dilihat oleh saksi dr. HELMI

5. Tetapi ternyata tanda tangan yang tertera di dalam lembar persetujuan tersebut adalah tanda tangan karangan sesuai dengan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011, yang dilakukan oleh masing-masing lelaki Drs. SAMIR, S.St. Mk., lelaki ARDANI ADHIS, S. A.Md. dan lelaki MARENDRA YUDI L. SE., menyatakan bahwa tanda tangan atas nama SISKA MAKATEY alias JULIA FRANSISKA MAKATEY pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan/ "Spurious Signature".

6. Selanjutnya korban dibawa ke kamar operasi pada waktu kurang lebih pukul 20.15 WITA dalam keadaan sudah terpasang infus dan pada pukul 20.55 WITA dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI sebagai operator mulai melaksanakan operasi terhadap korban dengan dibantu oleh dr. HENDRY SIMANJUNTAK  sebagai asisten operator I (satu) dan dr. HENDY SIAGIANsebagai asisten operator II (dua).

7. Bahwa selama pelaksanaan operasi kondisi nadi korban 160 (seratus enam puluh) x per menit dan saat sayatan pertama mengeluarkan darah hitam sampai dengan selesai pelaksanaan operasi, kemudian pada pukul 22.00 WITA setelah operasi selesai dilaksanakan kondisi nadi korban 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan setelah selesai operasi baru dilakukan pemeriksaan EKG/ periksa jantung oleh bagian penyakit dalam.

8. Selanjutnya berdasarkan keterangan Ahli JOHANNIS F. MALLO, SH. Sp.F. DFM. bahwa 30 menit sebelum pelaksanaan operasi sudah terdapat 35 cc udara di dalam tubuh korban.

Bahwa pada saat pelaksanaan operasi, Dr Ayu melakukan sayatan sejak dari kulit, otot, uterus serta rahim dan pada bagian-bagian tersebut terdapat pembuluh darah yang sudah pasti ikut terpotong dan saat bayi lahir, plasenta keluar/ terangkat sehingga pembuluh darah yang berhubungan dengan plasenta yaitu pembuluh darah arteri dan pembuluh darah balik terbuka dan udara bisa masuk dari plasenta.

9. Kemudian berdasarkan hasil Visum et Repertum disebutkan bahwa udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup. Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan itu sendiri.
Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

=====================================ii================================

fakta bahwa korban sudah pecah ketuban dan memiliki riwayat melahirkan secara vakum, ternyata tidak cukup bagi dokter ayu untuk segera melakukan operasi caesar, sehingga di lakukan observasi dan usg yang memakan waktu sekitar 9 jam, padahal ketika di lahirkan, bayi tersebut memiliki berat 4.1 kg.  ini berarti seandainya di paksakan lahir normal pun akan sulit. apakah usg tidak cukup memperkirakan apakah bayi bisa lahir normal atau operasi? apakah operasi caesar ini harus menunggu kondisi korban semakin drop?

dari fakta di atas,  jelas keadaan korban adalah darurat, sehingga perlu penangan dan pengawasan ekstra ketat, hal ini pula yang menjadi pembelaan dari sebagian dokter yang mengatakan kenapa "informed consent" tidak di berikan pada keluarga. padahal korban masuk dari pagi, ditangani sejak pukul 9.00 wita dan di RS sudah ada keluarganya, apa susahnya mendatangi keluarga? kecuali korban kecelakaan hal ini bisa berlaku. lebih parahnya lagi, ada pemalsuan tanda tangan korban.

yang menjadi pertanyaan kedua, mengapa pada sayatan pertama, sudah keluar darah hitam, bukankah ini berarti korban kekurangan oksigen?

mudah-mudahan kejadian ini bisa jadi pelajaran bagi kompasioner semua. mohon maaf, karena sebagian pertanyaan atau pernyataan ini dilandasi oleh kewaman saya dengan dunia medis dan kedokteran. mohon dokter-dokter disini bisa memberi jawaban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun