Mohon tunggu...
Ngadiman
Ngadiman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Perlunya Langkah Tegas & Kebijakan Konkret Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Kemiskinan

28 Juli 2017   10:00 Diperbarui: 28 Juli 2017   10:13 1534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 17 Juli 2017, Badan Pusat Statistik ( BPS ) mengumumkan bahwa jumlah penduduk Indonesia miskin Indonesia selama periode September 2016 -- Maret 2017 dari 27,76 juta menjadi 27,77 juta jiwa atau naik sekitar 6900 jiwa. Namun secara persentase per Maret 2017 turun dibandingkan September 2016 yaitu dari 10,70% menjadi 10,64%. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Berbicara masalah kemiskinan pasti kita semua selalu menyalahkan tingkat inflasi yang tinggi terutama adanya kenaikan harga kebutuhan dasar pokok seperti beras, gula pasir, telur dan daging.

Bahkan berdasarkan analisis dari BPS dikatakan beras memberikan kontribusi kemiskinan sebesar 25% sampai 26%, sehingga upaya pemerin tah selalu berusaha melakukan stabilitas harga beras dan penyaluran bantuan beras untuk 15 juta warga miskin yang dikenal dengan beras sejahtera ( Rastra ). Menurut hemat saya ini hanya merupakan solusi jangka pendek yang tidak banyak memberikan kontribusi besar dalam mengurangi tingkat kemiskinan. Pemerintah harus melakukan langkah tegas dan berbagai kebijakan kongkret secara komprehensif baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, yakni :

Pertama, Pemerintah pusat maupun daerah harus mendukung sektor pertanian melalui program pembiayaan murah terhadap petani. Selain pemberian bibit-bibit unggul untuk sektor pertanian termasuk bibit beras serta modernisasi sektor unggul pertanian setempat. Setiap daerah harus dapat mensuplai kebutuhan pokok pangan utama terutama kebutuhan beras didaerahnya masing-masing. Disinilah peran pemerintah daerah penting sekali dalam melakukan penyusunan program prioritas bagi daerahnya melalui pembiayaan APBD yang terukur. Disinilah peran penyusun program unggulan yang tepat di APBD harus dilakukan.

Tapi kenyataannya banyak daerah dalam penyusunan APBD justru tidak mencerminkan apa yang dibutuhkan, namun hanya pada program tidak berguna dan sektor kroni atau sektor-sektor mudah yang hanya menghabiskan anggaran pembangunan daerah secara sia-sia. Salah satu sumber penyebab kemiskinan dan ketimpangan bisa dengan melihat data gini ratio tahun 1990 yang berkisar 0,30% kemudian setelah adanya Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah atau sejak adanya otonomi daerah kepada daerah yang sebenarnya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat termasuk kebebasan pengelolaan keuangan, justru semakin tinggi naiknya gini ratio dari tahun 2004 sampai 2015 dan menurun sedikit di tahun 2016.

Tahun

Angka Gini Ratio

1990

0,30

2004

0,32

2005

0,36

2007

0,36

2008

0,35

2009

0,37

2010

0,38

2011

0,41

2015

0,41

2016

0,39

Sumber : BPS

Kenaikan gini ratio sejak otonomi daerah bukanlah kebetulan semata. Berdasarkan hasil penelitian Indef ( Institute Development of Economics and Finance ) dikatakan bahwa salah satu penyebab ketimpangan dan kesenjangan di Indonesia yang semakin lebar adalah sejak diberlakunya otonomi daerah. Dana perimbangan yang tujuan semula untuk memberikan sokongan kepada pemda untuk membangun daerahnya masing-masing justru tidak diikuti oleh kualitas belanja yang baik dan dikorupsi melalui proses penyusunan APBD yang tidak benar.

Saya melihat pemerintah harus berani mengganti UU No. 42 Tahun 2014 ini dengan Perpu yang bisa lebih tegas mengatur tentang dana perimbangan dan penyusunan anggaran belanja daerah yang benar dan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing dan serta pengawasan pelaksanaannya agar tidak bocor. Bila perlu APBN dan APBD di susun di pusat agar arah pembangunan jelas terkoordinasi dengan baik antara pusat dan daerah. Tentunya langkah ini akan menimbulkan gaduh politik yang besar terutama dari pihak-pihak yang selama ini menikmati bocornya APBD tersebut.

Kedua, Pengawasan yang ketat dari semua aparat untuk menjamin pelaksanaan APBN dan APBD tidak di korupsi. Pada jaman orde baru dikatakan tingkat korupsi sebesar 30% dari APBN, dan dijamin orde reformasi justru tingkat korupsi naik menjadi 45%. Disinilah reformasi birokrasi dengan menggunakan system Reword and Punishment           harus berjalan dengan baik. Sistem penggajian dan pemberian insentif harus ada dan terukur. Alangkah indahnya apabila setiap birokrasi dan aparat bisa di gaji dengan tinggi seperti perusahaan swasta, serta adanya pemberian insentif dengan menerapkan KPI ( Key Performance Indicators).

Pemberian insentif dan gaji yang tinggi dan memadai tentunya diharapkan juga, akan meningkatkan etos kerja dan produktivitas kerja yang lebih baik, serta dapat merekrut SDM yang lebih berkualitas dari kalangan profesional.  Berdasarkan data 2015 hasil penelitian Cornel University, INSEAD dan WIPO diketahui tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia berada di urutan no.97. sebagai perbandingan Singapura di urutan no.7, Malaysia di urutran no.32, Thailand no.55, Brunai no.62, Kamboja no.93. Prihatin sekali ternyata kita masih kalah dari  Kamboja. Berdasarkan penelitian tersebut juga disebutkan tingkat produktivitas tenaga kerja Singapura 92.000 USD / tahun, Malaysia 33.000 USD / tahun, Indonesia 9.200 USD / tahun. Dan apabila dibandingkan rata-rata negara ASEAN sebesar 10.700 USD / tahun, ternyata Indonesia masih dibawah rata-rata negara ASEAN.

Tingkat produktivitas yang rendah juga disebabkan gizi buruk sehingga menghasilkan kualitas SDM yang kurang bermutu. Saya sangat setuju dengan program Menteri Susi yang menganjurkan agar setiap anak Indonesia harus mengkonsumsi ikan untuk menghasilkan anak Indonesia yang kuat dan cerdas. Selain itu program pemerintah baik pusat maupun daerah khususnya untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar seperti sanitasi, air bersih dan listrik harus bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat secara merata di seluruh daerah Indonesia.

Ketiga, Perlunya pemberian insntif pajak, program bunga murah serta pemberian lahan oleh pemerintah secara gratis untuk jenis industri tertentu pada daerah khusus yang ditunjuk pemerintah. Belajarlah kita dari China yang berani memberikan berbagai fasilitas dan insentif untuk industri yang dibangun di daerah kawasan tertentu. Hal ini akan dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan ekonomi daerah setempat sehingga kita akan mengurangi ketimpangan antara daerah perkotaan dan perdesaan.

Keempat, Pemerintah pusat dan daerah melalui BUMN dan BUMD harus bisa di jadikan motor untuk menggerakan roda perekonomian. BUMN dan BUMD harus dikelola secara profesional dengan tenaga profesional yang berkualitas dan mempunyai integritas tinggi. Penempatan jajaran direksi dan komisaris harus bebas dari unsur politis dan KKN. Hasil keuntungan dari BUMN dan BUMD baik berupa deviden dan pajak akan menjadi penyumbang yang besar dalam pembiayaan pembangunan baik dipusat maupun daerah. Masalah yang klise yang harus diatasi disini adalah tingkat korupsi yang masih tinggi sehingga kinerja daripada BUMN dan BUMD tidak maksimal dan tidak bisa memberikan kontribusi yang maksimal didalam penerimaan yang akhirnya bisa dipakai untuk program pemerintah dalam mengatasi kemiskinan dan ketimpangan.

Sebagai akhir dari tulisan saya, saya ingin mengutip satu kiasan " Poverty is like punishment for a crime you didn't commit." " In a country well governed, poverty is some thing to be ashamed of. In country badly governed, wealth is some thing to be a shamed of ".

 

Dr. Ngadiman

Pengamat Ekonomi

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun