Mohon tunggu...
Ngabila Salama
Ngabila Salama Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Dokter PNS Dinas Kesehatan DKI Jakarta

Sebuah opini dari dr. Ngabila Salama, MKM - Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta - Sekretaris Umum Organisasi Dokter Alumni SMANDEL Jakarta - Pengurus IDI Wilayah DKI Jakarta - Mahasiswa S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI - Ibu tiga anak

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Agar Efektif Anggaran Kesehatan Tidak Dipatok dalam RUU Kesehatan

6 Juni 2023   10:28 Diperbarui: 13 Juni 2023   10:43 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak perlu saklek mematok minimal 5 % untuk APBN kesehatan per tahun di Rancangan undang undang / RUU Kesehatan, bahkan bisa 5-15 % anggaran kesehatan terjadi saat pandemi COVID-19, menanggulangi isu prioritas kesehatan, dan upaya pembangunan / teknologi kesehatan yang masif. Kalau pun di UU tidak dibunyikan angka minimal, pemerintah berencana akan membuat skema induk pembiayaan kesehatan untuk pemenuhan tahun pertama, kedua, dstnya sebagai amanat dari UU kesehatan nanti untuk mengikat.

Kesehatan fundamental hak dasar setiap orang dan seksi. Hampir pasti kesehatan menjadi janji kampanye kepala daerah dan presiden rasanya tidak akan jatuh bebas anggarannya yang selama ini APBN minimal 5 persen. Jika anggaran dipatok harus sekian persen tetapi program yang diajukan tidak jelas maka akan sia-sia saja asal diserap. Tanpa output dan indikator jelas dan terukur. Bahkan ada banyak kepala daerah memiliki program universal health coverage (UHC) BPJS untuk memenuhi 100 % warga memiliki BPJS dengan cara pemerintah membayar iuran BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) untuk warga kurang mampu. Mandatory spending itu juga patokan angka di luar anggaran belanja pegawai (gaji, insentif). Jadi mandatory spending tidak termasuk komponen gaji dan insentif tenaga kesehatan. Tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan tenaga kesehatan.

Di tengah kondisi ekonomi global tidak menentu juga harus bijak menggunakan anggaran. Yang ideal adalah money follow program sehingga sangat bisa dipertanggungjawabkan, program-programnya dulu disusun dan diajukan berjenjang bottom up, termasuk janji-janji kampanye top down program (RPJMD dan rencana strategis) dipastikan masuk perencanaan dan di acc anggarannya. Anggaran juga tidak dapat dikotak-kotakkan dan harus luwes, selama program jelas outputnya dan merupakan program prioritas kesehatan tentunya akan diterima (stunting, imunisasi, TBC, penyakit tidak menular, kematian ibu dan bayi) dan penyebab kematian terbanyak seperti penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, hipertensi, kecelakaan, kanker, gagal ginjal kronik, dll.

Pemerintah sebagai regulator dan penjahit kolaborasi juga tidak tinggal diam. Untuk pemenuhan anggaran diperlukan sinergi pemerintah pusat dan daerah, mendapat dan mengelola hibah, dan kolaborasi pentahelix (pemerintah, swasta / pelaku usaha, akademisi dan mahasiswa, masyarakat, dan pers).

Sebagai contoh pilar ke 6 TRANSFORMASI KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI adalah TEKNOLOGI KESEHATAN utk menjadikan lebih digitalisasi, otomatis, based on data (data driven policy), preventive and precise medicine, adaptasi kemajuan sistem kesehatan global di Indonesia. BGSi Kementerian Kesehatan RI berupaya melakukan precise medicine yang sudah dilakukan oleh banyak negara utk preventive medicine, berbasis pemetaan genetik kita akan tau pny bakat apa saja yg bs dihindari / deteksi dini secara berkala misalnya kita pny genetik: thalasemia, DM, cancer, penyakit genetik lainnya.

Semoga kesehatan Indonesia lebih efektif, efisien, modern. Genome sequencing banyak manfaatnya termasuk di era covid19 mendeteksi varian, kemungkinan puncak gelombang kasus dan kapan gelombang kasus akan berakhir, dsb. Pencegahan berbasis genetik yang precise ini kita pasti perlahan bisa melakukannya. Kalau negara lain bisa, kenapa negara kita tidak bisa? Dengan pencegahan akan minimalisir cost dan baik utk masyarakat krn aspek cegah sakit diutamakan dan lebih efektif serta efisien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun