Adzan shubuh berkumandang ketika dia melangkah masuk kedalam kamarnya. Sudah hampir satu setengah tahun dia menyewa kamar itu. Dekorasinnya tidak banyak berubah, hanya beberapa perabotan tambahan disudut-sudutnya. Kamarnya itu terasa sempit.Â
Sebenarnya luas, cukup lapang. Namun gejolak perasaannya yang membuatnya seakan terhimpit. Jangankan kamarnya, dunia yang luas ini tak lagi terasa nyaman untuk ditinggalinya. Malam-malamnya hanya dihabiskan untuk memuaskan nafsu birahi lelaki hidung belang yang meninggalkan ranjang istrinya di tengah malam.
"Masih ada beberapa jam lagi sebelum jam masuk sekolah. Cukup untuk sekejap ku memejamkan mata. Menggumpulkan energi untuk kembali menceburkan diri dalam hingar binggar pelajaran dikelas nanti. Semoga saja aku tidak bangun kesiangan." Kata Fina dalam hati.
Kejadian tabrak lari di Lampu Merah Bangkal tadi masih melintas terbayang-bayang dalam kepalannya. Walhasil dalam tidurnya yang sebentar itu dia bermimpi tentang tragedi naas yang merengut nyawa bapaknya dulu.
***
Fina duduk manis di beranda rumahnya. Menunggu bapaknya yang tak kunjung pulang. Seharusnya sekarang bapaknya sudah kembali dari kerja. Duduk santai di beranda rumah dengan secangkir kopi seduhan ibunya.Â
Bapaknya adalah seorang pegawai swasta di Kantor Pos Jonggol, Bogor. Pekerjaannya hanya sebatas menggecek resi kiriman di setiap surat dan paket sebelum melesat ke alamat-alamat tujuan. Upahnya tidak seberapa namun cukup untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya dan juga membayar SPP sekolah Fina dan kakaknya.Â
"Buk kok Bapak gk pulang-pulang ya?" tanya Fina kepada Ibunya.Â
"Bentar lagi juga dateng kok, paling kerjaanya lagi banyak Fin" jawab ibunya sambil menyapu pekarangan rumah.Â
"Bener mungkin ya kata ibu barusan" ketus Fina dalam hati.Â
Sudah hampir setengah jam bapaknya tak kunjung terlihat batang hidungnya. Bising motornya Honda C 70 juga tak kunjung terdengar. Ibunya yang sedari tadi terlihat santai kini mulai terlihat raut cemas di wajahnya. Entah apa yang ada di pikiran ibunya sekarang. Yang jelas sampai detik itu Fina masih menunggu kedatangan bapaknya.Â