Suatu ketika saat ngobrol dengan seorang teman yang penggemar kopi saya dikasih tahu soal kesalahkaprahan orang Indonesia dalam menikmati kopi,yaitu menambahkan gula.Akibatnya kekhasan rasa dari masing-masing kopi menjadi hilang dan terkubur rasa manis.Begitu katanya.
Gara gara informasi dari teman tersebut,sejak saat itu saya mencoba memulai "ngopi" tanpa gula di rumah.Awalnya terasa pahit dan belum bisa membedakan kopi yang bagus dan biasa-biasa saja. Sampai akhirnya kemudian melalui media sosial saya menemukan tempat yang menyajikan kopi murni asli Indonesia yang dibuat berdasarkan pesanan,fresh dan tanpa gula.Selain dapat menikmati kopi dengan benar,kita dapat juga belajar meracik kopi langsung dengan pemilik kedainya.
Kamis sore kemarin (21/05/2015),saya menyempatkan diri mengunjungi tempat yang dimaksud yaitu Klinik Kopi yang berlokasi di Jl. Kaliurang Km 8,Sinduharjo,Ngaglik,Sleman,Yogyakarta. Posisinya dari arah Yogyakarta,berada di gang kecil Gang Madukoro namanya sebelah utara Gardu PLN Banteng lalu masuk ke kanan sekitar 50 meter.Akan tampak pagar bambu dan semacam pondokan yang terbuat dari bambu rancangan hasil rancangan dari Studio Akanoma dengan arsitek Yu Sing.Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam dengan sepeda motor dari Piyungan, jam 18.00 WIB saya sudah sampai di Klinik Kopi.Ditandai papan nama di atas pintu masuk yang terbuat dari bambu yang tertulis Klinik Kopi dalam huruf kapital.Di samping pintu masuk sudah berderet sepeda motor yang terparkir menandakan sudah banyak penggemar kopi yang datang. Dari plat nopol yang terpasang di sepeda motornya,terlihat pengunjungnya tidak hanya dari wilayah Yogyakarta saja,tapi juga dari wilayah kota lainnya.Bahkan ada yang berasal dari Bali dan Pulau Sumatera.Bisa ditebak bila sebagian besar pengunjungnya malam itu adalah kalangan mahasiswa serta pekerja muda yang pulang kerja dan menyempatkan diri ngopi sejenak untuk menghilangkan kepenatan rutinitas menjalani aktivitas sehari hari.
Dengan konsep menyatu dengan alam terlihat dari area di bagian depan yang dinamakan MisBar yang kepanjangannya gerimis bubar.Area publik yang terbuka ini dikhususkan bagi para perokok ngobrol sambil ngopi bersama teman-temannya.Suasana area Misbar ini dimalam hari hanya diterangi dengan sebuah lampu yang ditembakkan ke tembok.Terkesan romantis dan privat walaupun berada di area terbuka.
Lepas dari area terbuka,saya memasuki bangunan yang terbuat dari bambu,inilah tempat ngopi yang dirancang lesehan di lantai warna warni.Tidak ada meja ataupun kursi seperti yang biasa kita temukan di kedai kopi lainnya.Ruang racik kopinya terdapat di bangunan terpisah,persis di depan bangunan dari bambu tersebut.Memasuki ruang racik yang berukuran 3x2 meter tersebut, didalamnya sudah berjejer pengunjung yang sedang antri menunggu giliran pesanan kopinya.
Di tengah tengahnya terdapat meja racik lengkap dengan segala perabotan pembuat kopinya serta berderet toples yang berisi biji kopi lengkap dengan tulisan asal mula biji kopi tersebut termasuk nama petaninya,jenis varietasnya,metode paska panennya serta ketinggian geografis kopi tersebut ditanam.Terlihat ada kopi yang berasal dari Ciwidey Jawa Barat,Kota Baru dan Air Dingin Solok Sumatera Barat,Solok Selatan,Sunda Jahe,Nagari Lasi,Kopi Papua,Kopi Temanggung,kopi Arjuna dari Malang.Oh ya,semua jenis kopi tersebut adalah kopi Arabika.Khusus di ruangan lesehan dan brewing ini,pengunjung dilarang merokok,salah satu alasannya adalah banyak terdapat anak anak.
Di belakang meja racik seorang pria muda dengan celemek kebesarannya serta dengan memakai topi terbalik dengan tulisan Bukan Barista ini dengan cekatan melayani permintaan calon peminum kopinya. Firmansyah adalah nama pria muda tersebut,sedangkan nama panggilannya adalah Pepeng.Pria kelahiran Yogyakarta ini pada kartu namanya tertulis nama Pepeng,Storyteller of Coffee,Micro Roastery Coffee awalnya adalah mahasiswa lulusan dari Universitas Nurtanio Bandung yang berkutat dengan mesin turbin pesawat waktu kuliahnya.Perkenalannya dengan kopi diawali ketika sedang bekerja di sebuah perusahaan furniture bertemu dengan orang Australia dan memberinya kopi enak. "Ini kopi Toraja,ini dari tanah airmu...."
Saat itulah,Pepeng menyadari akan potensi kopi di Indonesia.Dari berbagai sumber,dia mempelajari segala hal tentang kopi.Mulai tahun 2009 ia belajar meracik kopi dan mulai membeli peralatan untuk memproduksi kopi sendiri.Ia juga memburu kopi dari banyak tempat di seluruh Indonesia.Ia bergaul,belajar dan berbagi pengetahuan kopi dengan petani kopi dan membagikan pengalamannya kepada para tamunya di Klinik Kopi ini.Ia percaya bahwa kualitas kopi itu dimulai dari pola tanam,pola petik dan pola budayanya.Kalau cara nanamnya baik,kualitas kopinya bisa dipastikan juga baik.
Di depan meja racik terdapat sebuah kursi deret yang diperuntukkan bagi tamu Klinik Kopi untuk menikmati sambil melihat proses pembuatan kopinya.Berhubung malam itu antriannya cukup banyak, saya harus menunggu sekitar 20 menitan untuk dapat dilayani.Sambil menunggu,masih di bangunan yang sama persisnya didepan ruangan tempat meracik kopi tersebut terdengar suara menderu sebuah mesin yang sedang bekerja.Saya pun melongok ke ruangan tersebut,terlihat 4 orang tamu yang sedang melihat proses roasting (sangrai) dari biji kopinya yang dilakukan oleh sebuah mesin kecil berwarna orange.
Belajar Roasting Kopi
Menurut penuturan dari Mas Pepeng,Klinik Kopi awalnya juga seperti warung kopi biasa, membeli roasted bean yang sudah jadi.Tinggal pesan dan bayar maka kopi sampai ke tempat. Ternyata masalah tidak hanya itu,selama perjalanan itulah banyak faktor yang mempengaruhi sehingga membuat umur kopi jadi berkurang.Simpelnya kurang fresh lagi.Pernah juga menggunakan sistem roasted bye order,artinya roaster tersebut hanya melayani pemesanan berdasarkan orderan maka kopi yang kami terima fresh.Tapi kendalanya dengan sistem order tersebut adalah Klinik Kopi tidak bisa bermain di profile yg ekstrim.Mulai dari light roasted dan bahkan sampai ke dark roasted (vienna roasted).
"Kopi yang kami beli rata-rata dari tengkulak, dengan kondisi acak adul. Awalnya kami beli di Jakarta,Denpasar bahkan sampai ke Aceh. Sama, di level tengkulak kopinya acak adul. Ukuran green beans tidak sama dan biasanya kurang kering, terparah adalah saat kopi di roasting malah hasilnya bau tanah.Ini kami jumpai di beberapa green beans yang paska panennya di jemur di lantai/tanah.Dengan punya mesin roasting,mau tak mau kami harus turun ke lapangan memastikan proses paska panen baik.Mulai proses petik merah hingga penjemuran,hingga pembungkusan green beans.Itulah kenapa akhirnya kami terjun ke petani,sebab dari petani awal sejarah kopi enak di mulai.Hingga akhirnya kami berburu kopi dari Papua hingga Nagari Lasi Sumatra Barat." ujarnya.
Dari situlah akhirnya Klinik Kopi memutuskan untuk mempunyai mesin roasting sendiri.Kualitas biji kopi fresh tersebut merupakan nyawanya Klinik Kopi.Dengan modal nekat dan pengetahuan soal roasting juga terbatas,Klinik Kopi tetep kekeh memesan ke Bali. Pak William adalah arsitek dari mesin roasting W600 yang dipakai sampai saat ini.
Mesin roasting berbahan bakar LPG dan berkapasitas maksimal 1 Kg ini memberikan keuntungan lebih banyak,salah satunya bisa bermain profile roasting serta dengan alat ini juga tidak membuang biji biji kopi yg tersisa.Dari penuturan asistennya Mas Pepeng,saya mendapatkan ilmu tentang metode roasting kopi.Ada 2 metode roasting kopi yang biasa digunakan dalam memasak kopi yaitu long roasting dan short roasting. Long roasting adalah metode roasting dengan api rendah tapi dengan waktu yg panjang ( slow ) sedangkan short roasting (fast roasting) adalah kebalikannya,api besar,durasi lebih pendek.
Nah,di Klinik Kopi ini lebih senang menggunakan metode long roasting karena akan mendapatkan biji kopi yang berbeda dan tingkat kematangan lebih merata serta aroma kopinya lebih terasa.Saya pun mendapatkan kesempatan menyaksikan proses roasting di mesin W600 dengan metode long roasting ini.Biji kopi dimasukkan dalam corong penampung dengan ukuran minimal 200 gram dan maksimal 1 Kg.Biji kopi tersebut tidak langsung masuk dalam silinder sangrai akan tetapi menunggu sampai suhu didalam silinder sangrai tersebut mencapai 180-200 C baru biji kopinya dimasukkan.Bila pengunjung menghendaki profile medium roasted misalnya,waktu roasting yang diperlukan sekitar 7-10 menit.Sedangkan bila menghendaki profile dark roasted, waktu yang diperlukan adalah 10-15 menit,semuanya tergantung dari karakteristik dari biji kopinya.Sebagai penanda bahwa biji kopinya sudah matang adalah terdengarnya suara crack.Saatnya biji kopinya dikeluarkan dari dalam silinder mesin roasting dan didinginkan dengan cara diputar dengan piringan yang berada didepan tutup keluarnya.Setelah itu baru dikemas dalam kertas pembungkusnya. Sedangkan untuk metode short roasting,suhu silinder di mesin roasting-nya hanya 100-150 C baru biji kopi dimasukkan.Waktu roast-nya tergantung dari roasternya,karena durasinya pendek kadangkala biji kopi yang dihasilkan dengan metode short roating ini bila di haluskan bagian dalamya belum matang sempurna dan masih menyisakan getah kopinya.
Teknik Brewing Kopi
Puas mendengarkan penjelasan metode roasting dari asistennya Mas pepeng,saatnya saya menuju ke ruangan racik untuk memesan secangkir kopi yang di racik sendiri oleh Mas Pepeng.Karena saya baru pertama kali datang ke Klinik Kopi,saya ditanyai mau minum kopi yang mana oleh Mas Pepeng ini.Setelah tanya jawab sebentar untuk mengetahui selera kopi saya,akhirnya saya dipilihkan kopi yang berasal dari desa Air Dingin Solok Sumatera Barat.Toples yang berisi biji kopi dari desa Air Dingin tersebut diambil oleh asistennya dan segera menuju ke mesin grinder yang berada disebelah pojok kiri.Terdapat 2 mesin grinder yang berkapasitas maksimal tidak sampai 0.5 kg tersebut,mesin no 1 untuk menghasilkan butiran kopi yang halus untuk melayani kopi esspresso dan americano serta mesin no 2 yang menghasilkan butiran kopi sedikit kasar untuk melayani pengunjung yang menghendaki rasa kopi tidak terlalu pahit dengan teknik brewing filter kopi.
Untuk ukuran satu cangkirnya,hanya dibutuhkan 10 gram biji kopi untuk digiling dalam mesin grinder ini.Jadi setiap ada pesanan dari tamunya,walaupun berbeda jenisnya kedua mesin grinder kopi tersebut siap melayaninya.Hasilnya kopi yang di seduh benar benar kopi fresh bukan kopi hasil penggilingan 1 jam ataupun 1 hari sebelumnya.
Di Klinik Kopi terdapat 2 pilihan cara pembuatan kopinya.Pilihan pertama adalah cara tuang atau purover.Cara purover ini masih dibagi 2 lagi yaitu dengan Cone Able (cone filter) dan Aeropress. Kedua cara ini menggunakan serbuk kopi yang digiling dengan ukuran kasar.Serbuk kopi ini ditempatkan dalam alat penyaring permanen.Dari sana dituangkan air panas dengan suhu 80 C. "Harus tepat.Suhu 85 C kopi akan gosong,kalau dibawah 80 C tidak akan jadi",kata Pepeng.Terlihat pada gambar kedua,teko untuk menuangkan air panasnya terdapat alat pengukur suhu atau thermometer.
Pilihan kedua adalah dengan pressing dengan menggunakan alat penekan manual bernama Presso.Hasilnya adalah espresso.Biji kopinya digiling di mesin 1 dengan hasil yang lebih halus ketimbang serbuk kopi untuk purover.Semakin halus akan menghasilkan kopi yang semakin pahit atau kuat.Untuk pilihan espresso ini,air panas yang digunakan bersuhu 85 sampai 90 C.Proses pembuatannya hampir sama dengan kopi americano yang saya nikmati di Kota Baru beberapa waktu yang lalu.
Kedua cara tersebut menghasilkan sensasi rasa yang berbeda.Kopi hasil purover terasa lebih ringan,adapun espresso terasa lebih pekat,kental dan pahitnya lebih menyodok.Persamaannya adalah sama sama enak.Harap dicatat,rasa nikmat kopi itu diukur ketika kopi itu dicecap sebagai kopi murni,tanpa gula atau unsur lainnya seperti susu.
Kembali ke kopi pesanan saya.Karena saya menghendaki rasa kopinya tidak terlalu pahit serta dengan tingkat rasa asam yang menengah,biji kopinya digiling dengan menggunakan mesin grinder nomor 2 yang menghasilkan butiran kopi agak kasar.Metode brewing (meracik) yang digunakan adalah filter kopi dengan teknik Aeropress. Setelah selesai menampung hasil penggilingan biji kopinya,serbuk kopi pesanan saya tersebut ditampung dalam gelas hitam.Segera ia menyeduhnya. "Umur kopi itu hanya satu menit," kata Pepeng.Maksudnya aroma dan rasa prima dari kopi itu hanya berumur 1 menit setelah digiling.Nah,di Klinik Kopi ini hanya menyuguhkan kopi yang masih berada dalam puncak kenikmatan tersebut.
Setelah selesai menyeduhnya tak lupa Pepeng pun menghirup aroma dari kopi pesanan saya sekedar untuk mengetes apakah sudah sesuai dengan keinginan saya atau belum.Baru kemudian segelas kopi arabika dari desa Air Dingin Solok sudah berpindah tangan dan siap saya nikmati.Rasa kopi pesanan saya ini ada 2 macam yang dominan yaitu rasa asam dan pahit.Paling terasa setelah kopi menjadi dingin,rasa asamnya tambah kuat sementara rasa pahitnya sudah berkurang. Walaupun ada rasa pahitnya,tetap terasa enak dan tidak terasa eneg di perut saya.After tastenya luar biasa.Tidak terasa secangkir kopi sudah tidak tersisa lagi.
Yah,tidak rugi saya datang ke Klinik Kopi karena ternyata saya belajar banyak mengenai kopi Nusantara.Ternyata setiap daerah di Indonesia memiliki jenis kopi yang berbeda-beda.Banyak faktor yang mempengaruhi hasil rasa kopi ketika diseduh.Pepeng pun menjelaskan bahwa kondisi tanah,ketinggian tanah,kondisi cucaca dan kondisi alam bisa mempengaruhi hasil akhir ketika diseduh.Penyeduhan kopi ternyata sangat detail dan bisa terukur. Selama ini saya hanya mengenal kopi dengan cara ditubruk saja.
Uniknya kedai Klinik Kopi ini selain kita dapat belajar meracik kopi serta merasakan berbagai rasa kopi dari berbagai penjuru Nusantara yaitu ketika kita sudah selesai menikmati kopi dan ingin membayar,kita cukup menaruh uangnya dalam toples besar dan dipersilahkan ambil sendiri kembaliannya.Unsur kejujuran juga diterapkan di Klinik Kopi ini.Sedangkan harga untuk satu cangkir kopi Arabika ini cukup terjangkau sekali,hanya Rp 15 ribu.Harga yang cukup murah dan tidak sebanding dengan ilmu yang kita dapatkan disana.Jikalau menginginkan biji kopi pilihan untuk dibawa pulang,yang sudah di roasting tentunya,Klinik Kopi pun melayaninya.
Misi Edukasi Kepada Pengunjungnya
Pepeng dengan Klinik Kopi ingin penikmat kopi mendapat pemahaman tentang fase-fase yang dilewati sebelum kopi akhirnya tersaji.Fase itu adalah fase paska panen,pemanggangan atau roasting dan fase peracikanatau brewing. "Ketika orang pulang dari sini,mereka dapat pemahaman tentang kopi," ujar Pepeng. Itulah mengapa Pepeng menamakan kedai kopinya dengan nama Klinik Kopi.
"Konsepnya seperti klinik.Saya bukan barista,saya story teller tentang kopi.Orang datang kesini saya tanya,kamu mau kopi apa.Saya ajak cerita,ini kopi dari mana,roasting-nya bagaimana,efek ke tubuh seperti apa.Bukan orang yang datang, pesen 2 gelas,selesai lalu pergi..." ujarnya.
Di Klinik Kopi,kita belajar cara menghargai dan menikmati secangkir kopi yang disajikan dengan sisi humanis yang kental dari pengelolanya.Selain itu kenikmatan kopi yang disajikan itu adalah dampak dari kesungguhan Pepeng dalam menyiapkan secangkir kopi.Dan ketika kopi ada cerita itu menarik,kalau kopi tanpa cerita itu cuma air putih warna hitam.
--------------------------------------------------------------
*Klinik Kopi buka setiap hari Senin-Sabtu mulai jam 16.00 WIB dan tutup jam 22.00 WIB. Pemesanan terakhir jam 22.00 WIB.Minggu dan bila ada event private brewing luar kota,kedai tutup.
*Lokasi Klinik Kopi di Jl. Kaliurang Km 8 (Gang Madukoro - Sebelah utara Gardu PLN Banteng) email : kopiklinik@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H