Brosur Resiko Menikah Dini (sumber: BKKBN)
Berdasarkan data rata-rata usia perkawinan pada tahun 2007 didapatkan hasil yang mengejutkan,yaitu rata-rata usia kawin pertama pada usia 19.8 tahun. Dengan menikah di usia muda akan membawa banyak konsekwensi yaitu dari sisi kesehatan,organ reproduksi yang belum matang berpotensi 5 kali lebih besar mengalami kematian saat kelahiran. Resiko terhadap berbagai penyakit mengerikan, seperti kanker serviks, kanker payudara, mioma dan kanker rahim juga menghantui pasangan menikah di usia muda. Dari segi pendidikan,menikah di usia dini mengakibatkan terputusnya mengeyam pendidikan di jenjang berikutnya yang lebih tinggi karena terbebani dengan mengurusi anak.Menurut riset, hanya 0,02 % pelaku pernikahan dini yang dapat melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi.
Selain itu menikah di usia muda berpotensi menghadapi kegagalan (bercerai) dikarenakan ketidaksiapan mental pasangan suami istri dalam menghadapi dinamika rumah tangga. Selain itu banyaknya kasus perceraian pasangan menikah usia dini juga disebabkan karena adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).Dengan jiwa muda yang masih labil,pasangan menikah usia muda akan dihadapkan pada kenyataan sulitnya memahami serta menahan ego masing masing dalam mengurus/mengatur rumah tangga,mencukupi ekonomi rumah tangga serta mengasuh/mendidik anak.
Melalui program Pendewasaan Usia Perkawinan ini sebagai upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama,sehingga pada saat perkawinan diharapkan bagi perempuan diharapkan mencapai usia rata-rata 20 tahun serta usia 25 tahun untuk laki-laki.Dengan perkawinan yang dilakukan pada usia yang tepat,tentu akan membawa kebahagian bagi keluarga dan pasangan.Selain untuk menghindari berbagai dampak yang merugikan bila menikah di usia muda,program ini juga memberikan edukasi kepada kalangan remaja tentang kesehatan reproduksi,tentang jumlah dan jarak kehamilan serta pemberian ASI eksklusif. Bila semua sudah direncanakan,hasilnya tentu kebahagian keluarga dapat dicapai.Perencanaan finasial pun dapat dimaksimalkan tanpa terganggu dengan adanya konflik antar anggota keluarga.
Remaja yang bisa memahami dan melaksanakan 8 funsi keluarga menuju Keluarga yang Bertanggungjawab.
Dari berbagai data menunjukkan bahwa keluarga melalui pola asuh orangtua, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam pembentukan karakter remaja,termasuk yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua dengan remaja, pengawasan orangtua, dan komunikasi orangtua dengan remaja. Melalui komunikasi, orangtua hendaknya menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang kesehatan reproduksi remaja, juga tentang perencanaan kehidupan remaja di masa yang akan datang. Namun demikian, orangtua sering menghadapi kendala dalam berkomunikasi kepada remajanya, begitupun sebaliknya.
Di sebuah keluarga yang didalamnya terdapat anak seusia remaja,orang tuanya dituntut dapat berperan sebagai pendidik,panutan,tempat konsultasi,tempat curhat (komunikasi) serta dapat berperan sebagai teman/sahabat sang anak tersebut.Upaya tersebut untuk kondisi saat ini memang memerlukan perjuangan luar biasa apalagi bila kedua orang tua dalam kondisi bekerja semua.Waktu bertemu dengan anak yang berkurang karena kesibukan bekerja,membuat sang anak mendapatkan kurangnya perhatian dari orang tuanya.Sehingga waktu yang tersisa dimalam hari dapat dimaksimalkan oleh orang tua untuk mengenal lebih dekat serta selalu mengontrol pelajaran sekolahnya.