Apa itu Nasakomisasi?
Nasakomisasi adalah suatu upaya menerapkan konsep Nasakom dalam segala bidang untuk seluruh lapisan masyarakat di Indonesia atau dengan kata lain bahwa Nasakomisasi adalah menjadikan hal-hal yang ada dibuat menjadi bersifat Nasakom. Begitu pun dengan Presiden Soekarno yang mengeluarkan gagasan Nasakom tersebut, ia menginginkan bahwa ideologi atau nasakomnya dijadikan salah satu ideologi bangsa Indonesia yaitu dengan cara mensejajarkan kedudukan Nasakom dengan Pancasila. Demi mewujudkan cita-citanya, ia mencoba melakukan penyisipan misi Nasakom pada semua gerakan, partai, organisasi masa bahkan dalam tubuh angkatan bersenjata Negara Republik Indonesia khususnya TNI-AD yang bertujuan sebagai alat penyeimbang kekuatan tentara/TNI-AD pada masa Demokrasi Terpimpin. Salah satu bentuk Nasakomisasi ini terlihat pada pidato-pidato Presiden Soekarno pada masa Demokrasi Terpimpin dan diadakannya kursus kilat kader Nasakom pada tahun 1965.
Nasakom merupakan hasil buah pikiran Presiden Soekarno yang dijadikannya sebagai gagasan pemersatu bangsa Indonesia dengan tujuan melanjutkan revolusi kita yang belum selesai dengan berpedoman pada Pancasila. Nasakom merupakan singkatan dari Nasionalisme, Agama dan Komunisme meskipun sebelumnya pada tahun 1920-an Presiden Soekarno menyebutnya dengan persatuan antara Nasionalisme, Islam dan Marxisme yang digunakan dalam melawan imprealisme dan kolonialisme penjajah.
Menurut Presiden Soekarno, Nasakom merupakan perasaan dari Pancasila yang diperas kembali menjadi Trisila dan kemudian menjadi Ekasila. Jadi, siapa yang anti Nasakom berarti ia anti Pancasila. Sebenarnya, Presiden Soekarno membiarkan masyarakat untuk membuat interpretasi sendiri terhadap konsep/ideologinya itu. beliau hanya mengatakan, bahwa dirinya merupakan perasaan dari Nasakom (Soerojo, 1988: 108).
Gagasan Nasakom dan proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dikeluarkan pada masa Demokrasi Terpimpin yang terkandung dalam pidato yang selanjutnya dikenal sebagai Manipol USDEK. Ketika munculnya periode Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno muncul sebagai tokoh pemimpin yang merupakan pusat kekuasaan untuk mencerminkan konsep “terpimpin” dalam penamaan Demokrasi Terpimpin tersebut. Menurutnya, Demokrasi Terpimpin ialah suatu demokrasi yang dipimpin, dalam hal ini ialah Presiden Soekarno sebagai pusat kekuasaan yang harus diikuti oleh rakyat. Oleh sebab itu semua gagasan yang ia keluarkan pun harus diikuti dan dijadikan ideologi bersama termasuk ideologi Nasakomnya.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno mulai memberi penekakan pada gagasannya yang kini dinamakan Nasakom. Tampaknya, gagasan ini mengandung makna bahwa PNI (untuk nasionalisme), NU (untuk agama), dan PKI (untuk komunisme) agar dapat bersama-sama berperan dalam pemerintahan di segala tingkatan, sehingga menghasilkan suatu sistem yang antara lain akan didasarkan pada koalisi kekuatan-kekuatan politik yang berpusat di Jawa (Ricklefs, 2008: 556).
Alasan lain disisispkannya misi Nasakom itu ialah berawal dari tujuan Presiden Soekarno untuk mengimbangi kekuatan militer dalam menghadapi PKI. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan oleh Elson (2009: 346) yang menyatakan bahwa:
Jadi Nasakom yang katanya adalah perpaduan nasionalisme, agama, dan komunisme (dan karena itu suatu langkah mundur dari sikap anti partai Soekarno sebelumnya) merupakan suatu sarana menyeimbangkan, mengacaukan serta mengekang kekuatan militer (TNI AD) yang makin besar dan mengancam dengan cara membuka jalan untuk PKI.
Namun proses penyisipan misi Nasakom ini mengalami banyak hambatan meskipun Presiden Soekarno seorang pemimpin Negara yang seharusnya disegani dan diikuti. Hambatan-hambatan tersebut muncul karena adanya penolakan terhadap gagasan Nasakom terutama pada konsep Komunisme yang telah lama ditentang oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Termasuk penentangan dari pihak TNI-AD, ternyata proses penyisipan misi Nasakom (Nasakomisasi) dalam tubuh TNI-AD tersebut tidak disambut baik, bahkan ketika awal dikeluarkannya konsep Nasakom itu pun sebagian besar pihak TNI-AD menunjukan sikap oposisinya. Meskipun terdapat beberapa perwira TNI-AD yang mengikuti konsep Nasakom tersebut yaitu para perwira yang loyal terhadap Presiden Soekarno. Namun, para perwira yang loyal tersebut pun tidak mau menyebutnya sebagai Nasakom. Nasakomisasi dibelokkan menjadi Nasasos (Nasionalis, Agama dan Sosialis) sebab Komunisme tidak sesuai dengan Sila Pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa (Sulastomo, 2008: 215).
Sebenarnya dengan dikeluarkannya dan disisipkannya misi Nasakom ini menempatkan tentara/TNI-AD dalam posisi yang dilematis karena dalam satu sisi berdasarkan doktrin saptamarga dan falsafah TNI-AD menempatkan Bung Karno menjadi tokoh sentral, yang kehadirannya menjadi tumpuan. Namun di sisi lain TNI-AD menolak kehadiran Komunis di Indonesia karena tidak sesuai dengan misi TNI-AD. Sebagai alat revolusi, sebenarnya TNI-AD bersikap netral, ia tidak secara tegas menerima dan tidak secara tegas pun menolaknya.
Lalu bagaimana bentuk nasakomisasi dalam tubuh TNI AD itu sendiri?
Upaya Nasakomisasi dalam tubuh Angkatan Darat tidak diperlihatkan secara jelas dan nyata. Presiden dan pengikutnya tidak melakukannya secara langsung karena khawatir timbulnya penolakan dan pertentangan dari berbagai pihak. Upaya Nasakomisasi ini dilakukan melalui pidato-pidato yang disuarakan oleh Presiden Soekarno maupun pemikiran dan kebijakan politik yang dikeluarkan Presiden. Upaya Nasakomisasi sebenarnya dilakukan terhadap semua lapisan masyarakat yang ada di Indonesia khususnya lapisan yang memiliki kepentingan politik dalam pemerintahan. Namun penelitian ini hanya memfokuskan pada upaya Nasakomisasi dalam tubuh Angkatan Darat yang dalam perkembangannya memiliki hubungan yang kurang baik dengan presiden maupun pihak PKI.
Salah satu langkah awal dari upaya Nasakomisasi yang dilakukan presiden dan PKI terhadap partai yang anti komunis ialah dengan cara menyerang dan membubarkan partai yang anti komunis atau komunis fobia seperti PSI, partai Murba dan Masyumi. Di dalam sosialisme Indonesia tidak ada ruang bagi PKI-fobia atau komunisto-fobia, seperti yang dinyatakan dalam pidato-pidato atau wawancara terbuka presiden. Hal ini dilakukan karena Presiden Soekarno membutuhkan hubungan yang baik dengan kaum komunis untuk mendapatkan persenjataan Rusia yang dibutuhkan untuk memperkuat kekuatan militer dalam perselisihan Irian Barat.
Secara umum upaya Nasakomisasi dilakukan secara tidak langsung melainkan melalui kebijakan dan pemikiran politik yang dianggap sebagai doktrin politik untuk masyarakat. Doktrin tersebut disampaikan Presiden Soekarno dan pengikutnya khususnya PKI melalui pidato-pidato yang selalu disuarakan dihadapan masyarakat banyak dalam berbagai kesempatan. Pidato-pidato yang berisi anjuran untuk melaksanakan Nasakom dimulai sejak tahun 1960, sejak dikeluarkannya pidato yang berjudul Laksana Malaekat Jang Menjerbu Dari Langit Djalannya Revolusi Kita (DJAREK) yang dijadikan sebagai Manipol Usdek. Pidato presiden ini ditujukan bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk pihak Angkatan Darat. Pidato-pidato presiden yang berisi amanat presiden diharapkan bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat luas.
Dalam perkembangan selanjutnya, misi-misi Nasakom terus diterapkan dalam setiap pidato yang disuarakan di setiap kesempatan, dimana pun dan kapan pun. Dalam pidato Djarek disebutkan bahwa jalannya revolusi kita akan terlaksana apabila kita dapat membentuk dan menjalankan Manifesto Politik. Manifesto Politik tersebut ditambahkan dengan intisarinya yaitu USDEK (Undang-undang, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Nasional). Manipol USDEK ini merupakan perasaan dari Pancasila dan berporoskan Nasakom untuk membentuk Sosialisme Indonesia. Selain itu, menurut Presiden Soekarno, Revolusi kita dapat berjalan jika tiga golongan yang ada di Indonesia bersatu yaitu Islam, Nasionalisme dan Komunis. Sehingga Nasakomisasi memang perlu dilaksanakan.
Upaya Nasakomisasi terhadap angkatan darat juga dilaksanakan secara tidak langsung dan tidak terlihat secara nyata sebagai sebuah indoktrinasi. Sama halnya dengan golongan lainnya, indoktrinasi Nasakom yang dilakukan terhadap TNI-AD pun melalui pidato-pidato yang didalamnya terkandung doktrin-doktrin politik untuk melaksanakan Nasakom. Namun selain itu, pihak angkatan darat menerima indoktrinasi Nasakom melalui perintah yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno langsung yang menjabat sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Dalam tugas dan misi Sapta Marga nya, TNI-AD memiliki tugas untuk mematuhi dan mengikuti setiap perintah dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata/Pemimpin Besar Revolusi yang dikenal dengan Amanat Presiden/Pangti ABRI/PBR. Termasuk mengikuti dan mematuhi doktrin Nasakom karena Nasakom merupakan bagian dari penemuan kembali Revolusi kita.
Dalam perkembangan selanjutnya, Presiden Soekarno mensejajarkan pelaksanaan Manipol USDEK dengan pelaksanaan Pancasila. Slogan yang disuarakan kepada masyarakat luas termasuk TNI-AD ialah “anti Manipol berarti anti Pancasila dan anti-Nasakom berarti anti Pancasila pula”. Dengan kata lain Presiden Soekarno mensejajarkan Pancasila dengan Nasakom. Slogan yang dikeluarkan tersebut dinilai sebagai bentuk Nasakomisasi terhadap TNI-AD. Slogan tersebut disuarakan Presiden Soekarno dengan dibantu oleh pengikutnya khususnya pimpinan PKI yaitu D.N Aidit. Seperti yang digambarkan dalam buku putih yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara RI (1994: 32), yang menyatakan bahwa:
Tema Pancasila sebagai alat pemersatu dikampanyekan oleh D. N. Aidit di kalangan ABRI, bersama-sama dengan kampanye nasakomisasi, pengindonesiaan Marxisme dan ide-ide revolusioner menurut model komunis, yang menjadi sasaran kampanye D. N. Aidit ialah perwira-perwira ABRI terutama yang sedang mengikuti pendidikan di tingkat Sekolah Staf dan Komando (Sesko).
Pada tahun 1961, bentuk Nasakomisasi diperlihatkan dalam bentuk ujian Manipol pada tanggal 11 April 1961, karena Nasakom merupakan bagian dari Manipol. Ujian Manipol ini ditujukan kepada para perwira angkatan darat dan para pemimpin partai. Ujian ini diadakan dengan tujuan untuk melihat seberapa besar kesetiaan para perwira dan pemimpin partai dalam melaksanakan kebijakan Presiden Soekarno. Dalam ujian ini pula diumumkan terbitnya buku Di Bawah Bendera Revolusi jilid pertama yang berisi kumpulan tulisan Presiden Soekarno dari tahun 1926 sampai 1941. Disampaikan bahwa dengan membaca buku ini maka pembaca akan mengerti bahwa sejak tahun 1926 Bung Karno telah mencita-citakan persatuan antara golongan Nasionalis, Islam dan Marxis sehingga persatuan Nasakom sekarang ini pada hakekatnya bukan barang baru (Anwar, 2006: 16).
entuk lain dari Nasakomisasi terhadap TNI-AD ialah dengan dikeluarkannya pidato-pidato oleh D. N. Aidit di depan para peserta Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) pada tanggal 1 juli 1963 atas permintaan komandan sekolah tersebut yaitu Mayjen Sudirman. Pidato Aidit itu berjudul “Front Nasional dan Pertahanan”. Pidato ini juga dimuat di Koran PKI Harian Rakyat dengan judul D.N Aidit di Seskoad: Pertahanan nasional harus tunduk pada strategi umum revolusi Indonesia. Intisari dari pidato tersebut ialah:
Pada hakikatnya Tentara kita adalah kaum tani bersenjata.
Pancasila adalah pemersatu dan progresif.
Cirri kepribadian TNI: Anti fasis, Demokratis, Anti imperialis dan bercita-cita Sosialisme yang berporoskan Nasakom.
Harus dipentingkan kesatuan dan koordinasi efektif antara semua angkatan.
Tolak masuk SEATO baik dari pintu muka maupun dari pintu belakang (Anwar, 2006: 248-249).
Selain Aidit, perwakilan dari PNI yaitu Ali Sastroamidjojo dan perwakilan dari NU yaitu Idham Chalid pun ikut berpidato mengenai pentingnya Nasakom di hadapan para perwira di Seskoad.
Lalu Bagaimana dampak dari adanya Naskomisasi ini terhadap kehidupan politik Indonesia dari tahun 1960-1967
Upaya Nasakomisasi terhadap TNI-AD tersebut menimbulkan berbagai macam reaksi dari pihak TNI-AD. Setiap bentuk upaya Nasakomisasi yang dilakukan terhadap TNI-AD mendapat berbagai tanggapan dan reaksi tersendiri dari pihak TNI-AD. Reaksi yang muncul dari TNI-AD terhadap upaya Nasakomisasi menggambarkan hubungan antara TNI-AD dengan Presiden Soekarno dan PKI pada perkembangannya. Dilakukannya upaya Nasakomisasi terhadap TNI-AD menyebabkan posisi TNI-AD berada dalam sikap yang dilematis karena disatu sisi pihak TNI-AD ialah salah satu pihak yang harus taat dan patuh terhadap pimpinannya yaitu Panglima Tertinggi Angkatan Perang yang dijabat oleh presiden. Namun di sisi lain, pihak TNI-AD merupakan salah satu pihak yang menentang keras keberadaan komunis atau PKI di Indonesia.
Dalam hal Nasakomisasi ini, pihak TNI-AD terbagi menjadi dua pihak yaitu pihak yang pro terhadap Presiden Soekarno atau yang loyal terhadap kebijakan presiden dan pihak yang kontra terhadap pemikiran dan kebijakan presiden. Pihak yang dianggap sebagai pihak yang loyal terhadap presiden ialah kubu Jenderal Letnan Achmad Yani. Achmad Yani sendiri menyatakan bahwa ia setuju dengan Nasakom namun tidak setuju dengan Nasakomisasi. Sedangkan pihak yang lebih dinilai selalu mengkritik kebijakan Presiden terutama konsep Nasakom dan Nasakomisasi ialah kubu Jenderal A. H. Nasution. Presiden dan pengikutnya khususnya PKI telah menyusun strategi untuk menyikapi siapa saja yang menentang Nasakom. Mereka beranggapan bahwa barang siapa yang menolak Nasakom maka ia harus siap untuk di ganyang. Namun isu tersebut hanya pembicaraan semata di kalangan TNI-AD karena yang berhasil diganyang ialah hanya sekumpulan kelompok mahasiswa yang mengkritisi pemerintahan Presiden. Sedangkan pihak TNI-AD yang menentang tersebut tidak berhasil diganyang karena memiliki banyak pendukung dan masa di kalangan perwira.
Berbagai upaya Nasakomisasi yang dilakukan dan berbagai reaksi yang muncul dari kalangan TNI-AD menimbulkan suatu dampak umum dalam hubungan antara ketiga pelakunya. Dampak tersebut dapat dilihat dari dua aspek yaitu dampak dalam bidang politik dan dampak terhadap TNI-AD. Dampak dalam bidang politik yaitu dapat terlihat dengan munculnya pertentangan politik tiga kaki atau segitiga kekuasaan antara Presiden Soekarno, TNI-AD dan PKI yang telah diprediksi sejak lama akan terjadi. Pertentangan tersebut munculnya karena adanya masing-masing kepentingan dari setiap golongan yang ingin dicapai. Perbedaan kepentingan tersebut mencapai puncaknya pada peristiwa G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965 yang bermuara di Lubang Buaya.
Peristiwa tersebut menewaskan tujuh orang perwira Angkatan Darat . Sampai saat ini peristiwa tersebut masih menjadi fenomena kontroversial mengenai siapa yang mendalanginya. Namun yang pasti bahwa dengan adanya peristiwa ini maka tentara khususnya pihak TNI-AD dapat melumpuhkan dan menumpas PKI di Indonesia melalui Supersemar 1966. Dari segi politik, dengan dibubarkannya PKI maka Presiden Soekarno terlihat kehilangan pendukung terbesarnya sehingga menyebabkan turunnya pamor Presiden Soekarno sampai pada akhirnya Soekarno turun dari jabatannya sebagai presiden dan digantikan oleh Mayjen Soeharto melalui Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967.
Dampak secara nyata pun terlihat dalam tubuh TNI-AD sebagai objek dari Nasakomisasi. Tidak tuntasnya Nasakomisasi dalam TNI-AD dan bahkan berubah menjadi pertentangan antara tiga kekuatan besar di Indonesia meruncing pada suatu peristiwa permasalahan internal Angkatan Darat yaitu Peristiwa G30S/PKI. Peristiwa ini membawa dampak yang baik terhadap tentara. Karena dengan berhasilnya tentara untuk membubarkan PKI maka nama tentara pun kembali bersinar di mata masyarakat. Kehidupan politik TNI-AD pun mulai kembali tegak dalam pemerintahan Indonesia bahkan setelah masa Demokrasi Terpimpin yaitu pada masa Orde Baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H