Manusia yang manusiawi adalah bukan manusia yang egois, melainkan yang mau berkorban demi sesama. Kita akan menyoroti hal ini yaitu sisi humanisme dari seorang perawat dalam kaitannya dengan peran perawat vokasional dan advokat berkenaan dengan implikasi adanya UU Rumah Sakit. Kenapa humanisme, dan apa hubungannya dengan peran perawat baik vokasional maupun advokat? Akan diutarakan seusai prolog ini.
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 pada UU Rumah sakit, yang dimaksud dengan ”nilai kemanusiaan” adalah bahwa penyelenggaraan Rumah Sakit dilakukan dengan memberikan perlakuan yang baik dan manusiawi dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras. Tentunya di dalam hal tersebut mencakup tenaga kesehatan dan salah satunya adalah perawat yang merupakan tenaga terbanyak di rumah sakit.
Melihat fenomena keperawatan era ini, hubungannya dengan peran perawat dalam melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan sesuai, sisi humanisme yang sebenarnya ada dalam diri seorang perawat tampaknya sebagian besar belum terlihat. Padahal dalam keperawatan, humanisme memiliki wadah cakupan yang sangat spesial. Bagaimana tidak, humanisme merupakan suatu sikap dan pendekatan yang memperlakukan pasien sebagai manusia yang memiliki kebutuhan lebih dari sekedar penyakitnya.
Perawat yang menggunakan pendekatan humanistik dalam prakteknya memperhitungkan semua yang diketahuinya tentang pasien meliputi pikiran, perasaan, nilai-nilai, pengalaman, kesukaan, perilaku, dan bahasa tubuh. Problemnya, apakah semua perawat memahami sepenuhnya hakekat humanisme tersebut ataukah hanya menafsirkan secara parsial tentang humanisme dan hanya melihat sisi dasar serta melupakan fakta bahwa manusia memiliki nilai yang lebih tinggi seperti cinta, pengorbanan, perlindungan serta hal lain.
Perawat yang memahami humanisme pada prakteknya akan lebih baik dalam memainkan peran dan fungsinya. Sebaliknya, yang tidak memahami maupun hanya sebagian belum lengkap dalam menafsirkan humanisme membuat perawat tersebut tidak jelas dalam menjalankan peran dan fungsinya.
Dalam RUU Keperawatan disebutkan Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN). Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN).
Selama ini, perawat vokasional masih mendominasi di rumah sakit maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya. Perawat vokasional antara lain perawat dari D3 Keperawatan maupun SPK yang setara dengan SLTA. Karena masih mendominasi di banyak tempat pelayanan umum kesehatan, setidaknya perawat vokasional mampu memahami bahwa dalam jiwa seorang perawat harus melekat erat sisi humanisme. Perawat vokasional memiliki kemampuan aplikasi yang baik dalam melakukan tindakan keperawatan memang tidak dapat dipungkiri. Namun, perawat vokasional memiliki kemampuan teoritis yang lebih terbatas dari perawat profesional.
Perawat profesional yang menjadi role model bagi perawat vokasional, mampu memberi model sebagai perawat yang memiliki humanisme tinggi pada pemberian asuhan keperawatan klien, dan mampu menjelaskan maksud dan tujuan dari dilakukannya tindakan keperawatan yang rasional. Agar dapat membangun citra keperawatan yang ideal di masyarakat, yaitu perawat cerdas, terampil, dan profesional.
Peran perawat sebagai advokat klien dengan melindungi hak klien untuk mendapat informasi dan untuk berpartisipasi dalam keputusan mengenai perawatan yang akan mereka terima. Sebagai advokat, perawat juga berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien. Pada saat ini, masih banyak keputusanpasien dipulangkan sangat tergantung kepada putusan dokter. Dengan peran dan fungsi perawat sebagai advokat, perawat dapat ikut berpartisipasi dalam status kepulangan pasien mengingat perawat lebih sering berinteraksi dengan klien.
Sisi humanisme dalam peran perawat sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Hal tersebut tercantum pula dalam Bab VII tentang Kewajiban dan Hak Pasal 29 UU Rumah Sakit. Ini berarti peran perawat sebagai advokat memang perlu menanamkan humanisme demi terciptanya rumah sakit yang bermutu.
Peran dan fungsi perawat menuntut perawat untuk bekerja seoptimal mungkin dan tidak mengesampingkan esensial kemanusiaan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien. Bagi perawat di rumah sakit, humanisme sangat berpengaruh dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan rumah sakit yang bermutu. Agar tidak terjadi banyak komplain dari para klien, yang dapat merusak citra rumah sakit maupun pada perawat sendiri.
Hal diatas merupakan salah satu langkah perawat untuk membangun citra perawat ideal di mata masyarakat. Untuk mewujudkan citra perawat yang cerdas, terampil, dan profesional serta mampu menjalankan peran dan fungsinya dibutuhkan kompetensi yang memadai, kemauan, semangat, dan keseriusan dari dalam diri perawat sendiri.
Majulah Perawat Indonesia !!!
Selamat hari Keperawatan Sedunia.
Didedikasikan sebagai partisipasi Hari Keperawatan, 11 Mei 2010
Jeanny Ivones
G2B 008 039
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Diponegoro
Daftar pustaka :
Dwidiyanti, Meidiana SKp, Msc. 2008. Keperawatan Dasar. Semarang : Hasani
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Vol. 1. Jakarta : EGC
RUU Keperawatan
Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H