Mohon tunggu...
Nezaretta Nezaretta
Nezaretta Nezaretta Mohon Tunggu... pegawai negeri -

apa adanya ajalah, biar gampang ;)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Susahnya Menentukan Ranking 2

1 Maret 2017   11:18 Diperbarui: 1 Maret 2017   11:29 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: distrodoc.com

Tapi kenapa harus ISIS, bukannya masih banyak orang yang seiman dengan kita yang baik, yang berintegritas, yang jujur, yang tidak korupsi, yang........ Eits! Kalau seperti itu, itu sudah masuk kategori pertama, ranking satu itu, pilih dia! Sekarang kan kita lagi bicara soal ranking dua, makanya contohnya ISIS.

Dua-duanya ada minusnya tapi kita harus memilih. Dan semua orang akan berbeda pendapat dengan argumentasi masing-masing.

Tidak banyak panduan tentang tata cara menentukan ranking dua ini, dalam hal jodoh ada panduannya. Kanjeng Nabi memberikan arahan, bila kita temukan yang cantik, bening, beriman pula maka pilihlah yang ini, ini ranking satu. Persoalannya yang seperti ini ada tidak? Kalaupun ada mau nggak dengan kita? Nah bila tidak kita temukan yang seperti itu, apakah kita akan memilih yang tidak beriman tetapi cantik atau yang jelek tapi beriman? Kata Nabi, budak yang hitam legam itu, apabila dihatinya ada iman, maka sungguh itu lebih baik. Walaupun saya berkeyakinan tidak begitu banyak yang patuh dengan arahan Nabi ini.

Itu soal jodoh. Dalam hal menempatkan seseorang untuk bekerja, Kanjeng Nabi memberikan arahan berikanlah tugas dan tanggung jawab kepada orang yang ahli, bila kita serahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.

Nah, sekarang kita sedang mencari jodoh atau tengah melaksanakan seleksi untuk orang yang akan kerja pada kita?

Kembali ke cerita Ustadz tentang infak diatas. Ketika beliau bertanya tentang ranking dua itu sebagian besar kami menjawab bahwa sedekah itu yang penting ikhlas, tidak mengapa walaupun kecil jumlahnya. Bukankah ada haditsnya yang mengatakan seperti itu. Lalu beliau tersenyum kemudian memberikan contoh, katakanlah seluruh jamaah disini mungkin ada 100 orang, ikhlas semua menyumbang untuk pembangunan masjid, tapi menyumbangnya hanya seribu, bahkan sebagian lagi hanya Rp 500,-, menurut kalian berapa tahun masjidnya akan berdiri. 

Bisa ratusan tahun, atau mungkin tidak akan pernah berdiri sama sekali. Tapi bila sebagian ada yang menyumbang Rp 500 juta, sebagian lagi Rp 1 M, walaupun tidak ikhlas saya yakin dalam waktu singkat masjid baru akan siap digunakan. Ikhlas itu adalah urusan hati, urusan iman yang bersangkutan kepada Allah, kepada Tuhan. Tapi manusia lain melihatnya dari kemanfaatan. Ikhlas dihatimu tapi tidak ada manfaatnya bagi orang lain maka jariahnya tidak juga akan terwujud. Lagian kadang kala ikhlas itu    bukan sesuatu yang seketika, bisa saja hari ini belum ikhlas, besok atau minggu depan atau bahkan tahun depan jadi ikhlas, karena memang tidak ada pilihan lain, seperti dapat jodoh yang jelek tadi.

Satu lagi, adakah orang yang ikhlas merasa sedekahnya besar? Tidak ada, merasanya sedikit selalu, lupa malah. itu maknanya hadits Nabi itu.

Kok ceritanya jadi menyimpang jauh seperti ini?

Ya gak apa-apalah sekali-sekali tak mengapa menyimpang jauh, asal kembali lagi.

Lalu kesimpulannya apa ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun