Mohon tunggu...
Neylasari
Neylasari Mohon Tunggu... profesional -

ketika mimpi dan harapan datang terlalu pagi... maka cukup hanya secercah senja merah saga yang tertinggal di tepian asa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[PDKT] Ujung Jalan Terjal...

4 April 2015   22:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:32 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Neylasari #41

Ketika malam tak lagi menunjukkan keangkuhannya. Ketika surya terang tak mampu lagi menggemingkan makna, hanya berpijak pada harapan semu, dan kelelahaan hati telah pada ujungnya. Kelelahan senja menorehkan sejarah tinta hitam yang tak terhapuskan walau dalam maya abadi.

Ketika keangkuhan malam bergelut akan kemilaunya keindahan suci. Ketikasemua hidup telah mempertanyakan keartian dan kemaknaan cinta, disana ada sebuah kala yang mengukir dan meremukkan raga. Meluluh lantakkan keduniaan maya. Membuat hidup tinggal pada batasnya.

Dan aku yang pongah telah tumbang dalam kebisuan semu. Aku yang angkuh tunduk dan terjatuh dalam kubangan lumpur nan berduri. Menjadikan setiap nestapa adalah luka hati nan tak terperi, dan disanalah aku akan terpenjara dalam sepi.

Yangti… aku hamil…” akhirnya kuucapkan kata-kata itu, sambil bersujud di kaki Eyang putri yang masih mengenakan mukena setelah sholat subuh.

“Apa….?” Eyang Putri tersentak dan begitu kagetnya.

Aku tidak bisa berkata-kata lagi, selain tersedu sedan dan menangis seadanya. Diriku sendiri telah diliputi kegundahan hati dan kebingungan karena perbuatan bodohku.Dan aku tidak pernah berfikir bahwa akan begini jadinya.

Aku telah putus asa dan tak tahu lagi harus berbuat apa. Segala macam obat terlambat datang bulan telah aku minum, tapi tak kunjung juga membuat aku datang bulan. Hingga ku coba memberanikan diri untuk membeli test pack untuk mencoba mengetahui kepastiannya.

Dan hasilnya aku hamil.

Entah sudah lebih dari 5 bungkus test pack yang aku coba, tapi tak satupun yang menunjukkan garis tunggal. Kelimanya menunjukkan 2 garis merah yang tampak tegas.

Aku sudah tidak tahu, harus bagaimana lagi. Hingga, hal terakhir yang aku pikirkan adalah aku harus duduk bersimpuh dan mohon ampun untuk kebodohanku ini.

Aku tidak tahu bahwa apa yang aku lakukan menimbulkan petaka hidup untuk selamanya. Ingin rasanya aku memutar waktu dan membenahinya dari awal. Tapi aku tidak mampu. Aku tidak bisa. Jika tidak ada yang lebih baik lagi aku lakukan maka aku akan lebih memilih mati saja. Aku sadar aku telah membuat malu keluarga. Aku telah mencoreng dan menorehkan tinta hitam ke wajah orang-orang yang aku sayangi.

Bagaimana bisa kamu melakukan ini kepada Yangti, Wuk…?” katanya sambil terisak, “kamu cucu kebanggan Yangti, kamu cucu kesayangan Yangti, Yangti berharap banyak sama kamu,Wuk. Kenapa bisa kamu menghancurkan hati Yangti sedemikian sadisnya…?” kata eyang putri sambil menepuk-nepuk pundakku.

Aku sudah tidak bisa berkata-kata, hanya air mata yang tidak berhenti mengalirlah yang dapat mewakili segalanya, jika aku mati hari itu juga aku telah rela. Dosa dan kehinaan yang aku lakukan sungguh tidak bisa ditawar, yang aku rasakan hanya ada ribuan anak panah telah dihadapkan padaku dan siap lepas dari busurnya. Aku telah menyerahkan jiwaku. Aku telah menyerahkan segala kematianku. Jujur, mati kala itu jauh lebih indah dari pada harus hidup menanggung malu.

Ayo, ke dokter…” kata mamaku, seraya menyeret tanganku.

Mah,…” pekikku pelan.

Nggak usah banyak tanya, kita cek dulu ke dokter apa ada kemungkinan kandunganmu digugurkan. Kamu sudah telat berapa bulan…?” tanya mamah dengan suara tegar, tapi kepedihan hatinya jelas tidak bisa dia sembunyikan dari sorot matanya.

Baru 2 minggu…?”jawabku dalam tangis.

Cepat ganti baju….”

Aku tidak manjawab hanya menuruti saja semua kata mama. Apapun sudah tidak bisa kulakukan lagi. Tinggal pasrah yang mampu kulakukan. dengan membantah hanya akan menambah luka hatinya. Aku telah sangat berdosa melakukan hal yang sangat tidak pantas dilakukan oleh anak yang dibesarkan dengan bermandikan keringat dan air mata. Aku sungguh anak durhaka dan tidak tahu diri, yang tega mencabik-cabik harga diri dan kehormatan mama, yang telah dibangunnya susah payah berpuluh-puluh tahun. Aku yang nista akan kehinaan ini berdiri diatas kepongahan keegoisan cinta dengan mengabaikan kemurniannya. Jika saja maaf bisa menebus kesalahanku, akan aku ucapkan kata maaf itu sepanjang sisa umurku. Jika bersujud dan mencium kaki mamaku bisa menghapus luka itu, maka akan kulakukan sebatas habis kenafasanku. Betapa aku telah meluluhlantakkan dunianya. Betapa aku telah merampas kebanggaannya.

Ini, usia kandungannya kurang lebih 4 minggu, bu…”kata dokter Sp.OG yang kami kunjungi setelah memeriksa perutku dengan USG.

Jadi, benar positif hamil, Dok?” tanya mamaku dengan berlinang air mata.

Iya, bu. Ini sudah terbentuk kantungnya. Masih belum bernyawa, tapi ini sudah disebut janin.” Kata dokter itu lagi sambil menunujuk hasil USG perutku tadi.

Tumpah lagi air mata mamaku kala itu,apa tidak bisa digugurkan, dokter…?”

Dokternya tersenyum kecil dan berkata, “kenapa, bu…? Kehamilan itu suatu anugerah….”

Iya dokter, tapi saya belum bisa menerimanya…” jawab mamaku dengan sedu sedan dan air mata.

Sebenarnya, ketika seseorang berani melakukan hubungan sejauh ini, itu secara sadar dia sudah siap, bu. Begitu pula dengan mbaknya ini. Saya yakin sepenuhnya mbaknya ini sudah sangat sadar bahwa resikonya bisa hamil.” Kata dokkter itu sambil melihatku.

Tapi dia masih belum dewasa, Dok…”lagi, kata mamaku dengan menahan tangis dan kepedihan.

Dokternya hanya tersenyum. Lagi-lagi dia menatapku, dan aku tidak berani membalas tatapan matanya.Aku hanya menunduk dan menyesali kebodohanku sendiri.

Apa benar-benar tidak bisa digugurkan Dok, mumpung masih kecil…?”tanya mamaku kali ini dengan nada penuh pengharapan.

Dokter itu pun hanya menghela nafas panjang dan berkata, “bukannya saya tidak mau membantu,bu. Tapi, saya coba jelaskan permasalahannya dulu Bu, bahwa setiap orang diciptakan dengan anatomi dan organ tubuh yang tidak sama antara satu dengan yang lain, begitu pula dengan rahim atau kandungan manusia. Antara satu wanita dengan yang lain itu berbeda-beda dan tidak sama. Ada beberapa wanita yang memiliki rahim unik. Kenapa saya bilang unik, karena begitu terjadi pembuahan,dan terbentuk embrio di dalam rahim, maka mulut rahimnya akan menutup rapat dan mengunci kuat sekali, dan tahan sekali tidak akan membuka sampai banyinya siap dilahirkan. Hanya ada 20% wanita Indonesia yang memiliki tipe kandungan seperti ini. Saya sudah pengalaman menjadi dokter kandungan 25 tahun. Dan saya sudah hafal betul, bahwa kandungan putri ibu ini adalah termasuk kandungan dengan tipe seperti ini.”Kata dokter itu sambari menunjukkan gambar anatomi alat reproduksi wanita, “sebenarnya beruntung sekali perempuan memiliki kandungan tipe ini, sekali hamil, resiko kegugurannya sangat kecil, dan sangat mudah hamil.”

Apa tidak bisa di kuret, Dok…?” Tanya mama masih berusaha.

Bisa, asal mulut rahimnya bisa dibuka. Yang jadi masalahnya sekarang bisa tidak mulut rahim putri ibu ini, hanya bisa dibuka paksa, saya yakin, jika hanya dirangsang memakai obat, tidak akan bereaksi.” jawab dokter itu sambil menghela nafas. Aku tidak berani menatap. Aku tidak punya keberanian untuk menatap. Sudah hilang semua kemanusiaanku. Yang tinggal hanya rasa bersalah yang berkepanjangan.

Lalu saya harus bagaimana, Dokter…?” tanya mamaku dengan penh kegetiran.

Begini, Bu. Coba saya beri gambaran saja. Bisa kandungan putri ibu ini digugurkan dengan obat pembersih rahim. Tapi resiko terjadi pendarahan sangat besar. Dan jika terjadi pendarahan hebat, Ibu pasti tahu apa akibatnya.“ kata dokter itu sembari menatapku, “atau, bisa di kuret dengan paksa, tapi resikonya…sekali mulut rahim putri ibu ini dibuka paksa, maka seumur hidup kemungkinannya putri ibu tidak akan memiliki keturunan lagi, karena mulut rahimnya telah rusak. Menggugurkankandungan itu tidak mudah, Bu. Beresiko tinggi. Apalagi dengan tipe rahim seperti ini, jika digugurkan paksa resiko terkecilnya adalah mulut rahimnya rusak dan tidak akan bisa punya keturunan.

Dan benar saja, mamaku langsung lemas dibuatnya. Mamaku terlihat tinggal dagingnya saja tanpa tulang. Aku tidak pernah melihat mama sepedih ini. Aku tidak pernah melihat mama seputus asa ini. Bahkan saat mama bercerai dengan papa pun tidak sepedih ini.

Rasa bersalahku semakin menjadi. Rasa pedihku tidak bisa terlukiskan lagi. Aku sudah tidak memiliki hati lagi untuk menatap wajah mamaku. Aku sudah tidak memiliki hati lagi melihatnya menangis. Semuanya membisu. Semuanya tidak bergeming. Tidak ada tempat ku lagi untuk berpaling.

Aku hamil…” kataku pada Fahmi, karena dialah orang yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi dan menimpaku saat ini.

Kita menikah...” jawabnya datar seperti tidak ada masalah.

Aku ingin menggugurkannya…”

Jangan…!”

Aku tidak menginginkan ini. Aku tidak bisa hamil sekarang…”kataku setengah berteriak.

Apa masalahnya…? Aku akan tanggung jawab dan kita menikah. Selesai masalahnya…”

Masalahnya aku belum mau menikah…”

Tapi kamu telah hamil…”

Tapi aku tidak mau menikah dengan kamu, aku tidak bisa menikah sekarang, aku tidak mau…”

Kamu tidak mencintaiku…?” tanyanya sambil mencengkeram pundakku.

Aku hanya bisa menangis.

Lalu, apa yang telah kita lakukan selama ini bersama itu kau sebut apa…?” jawabnya sambil berdiri, “kita akan menikah akhir bulan ini…”

Enggak. Aku tetap akan berusaha agar janin ini bisa keluar dari perutku. Apapun caranya. Tegasku.

Ibu macam apa dirimu yang tega menggugurkan bayinya sendiri…?”

Janin ini belum bernyawa…”

Tapi dia berhak hidup. Inikesalahan kita, dosa kita. Diatak layak menanggungnya…” jawabnya sengau, “kita yang wajib menebus kesalahan dan dosa kita dengan merawatnya…”

Aku akan tetap berusaha menggugurkan janin ini…”

Diluar sana banyak pasangan lain yang belum diberi anak, dan menginginkan anak dengan berbagai cara. Tapi kita yang diberi amanah ini, kamu sia-siakan begitu saja. Dimana hati nuranimu sebagai wanita…?”

Aku tidak mau menikah denganmu… aku tidak bisa…”

Ada banyak wanita hamil merengek dan memohon pacarnya untuk menikahinya, bahkan ada yang ditinggal begitu saja dan tidak mau bertanggung jawab. Sekarang aku akan menikahimu, membina rumah tangga denganmu, merawat anak kita, kamu malah menolaknya. Kamu lebih suka aku lari dari tanggung jawab dan tidak mengakui itu anakku…?”

Aku hanya diam dan tertunduk lesu. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. aku hanya terdiam dan berfikir apa yang harus kulakukan.

Harusnya kamu malah senang kan, terbebas dari tanggung jawab, dan kamu tidak harus bertanggung jawab padaku.”Kataku parau.

Kamu pikir, aku bisa tidur dengan siapa saja dan meninggalkannya begitu saja…? Kamu pikir aku bisa melakukannya tanpa berfikir akan bertanggung jawab dan menikahimu….?”

Aku belum tahu apa yang harus kulakukan. Yang jelas aku harus menggugurkankanya. Demi mama. Aku tak sanggup melihatnya begitu putus asa.”

Lalu, setelah kamu gugurkan bayi itu, apa yang akan terjadi dengan hubungan kita…?”

Itu terserah mama…”

Kalo mamamu minta kita putus?“

Ya putus… aku telah menghancurkan hidupnya lebih dari sebelumnya.”

Enggak…aku enggak mau…”

“Tapi aku harus melakukannya…”

Coba saja kamu berani melakukannya, aku akan bunuh diri…”

Loh, jika sekarang pun kamu mau bunuh diri dihadapanku itu tidak akan menghalangi niatku untuk menggugurkan janin ini..”

Kamu bukan manusia ! Kamu enggak punya hati…!

Kamu ini laki-laki, kenapa kamu bisa lebih cengeng dari yang kukira…? Janin ini belum bernyawa, berhentilah berkata kalau ini anak kita…”

Ayah mana yang tega melihat anaknya sedang dibunuh oleh ibunya sendiri….! Kamu enggak punya hati….!”

Hatiku sudah mati, dengan hadirnya dia dalam perutku….”

Katakan… apa yang harus aku lakukan agar kamu mengurungkan niatmu…?katakan… apa yang harus aku lakukan agar aku bisa menyelamatkan anakku…?

Berhentilah menyudutkan aku dan membuat aku terlihat kejam….!!! Yang ada dalam perutku ini belum bernyawa, belum berbentuk…” kataku seraya memukuli perutku sendiri dengan hebatnya.

“Hentikan...!!!” bentaknya, “meski begitu, kamu merasa berhak merampas hak nya untuk hidup…? Kamu merasa pantas merampas kesempatannya untuk melihat dunia…? Kamu bukan manusia….”

Aku tidak menjawab…hatiku semakin tertusuk dengan ucapannya. Aku berlalu meninggalkannya.

Aku sudah tidak memperdulikannya lagi. Dia berteriak-teriak seperti orang gila yang habis obatnya.Aku terus berlalu, dan tidak peduli dengannya. Kanapa aku harus mempedulikan perasaannya jika persaaanku saja dia tidak mau mengerti. Kenapa bisa dia masih ingin mempertahankan janin belum bernyawa ini. Sementara ada begitu banyak hati yang terluka. Betapa hidup dan pikirannya begitu egois kurasakan.

Aku hamil, Na…” pecah tangisku saat Ena datang ke rumahku. Kupeluk dia erat dan kutumpahkan semua kepedihan hatiku padanya.

Kok bisa sih, Put ? Bukannya kamu tidak mencintai Fahmi..?” katanya bingung sambil melepaskan pelukanku, “saat pacaran sama Angga yang kamu bilang cinta mati, kamu bilang kamu tidak pernah ML sama dia, kenapa setelah hanya beberapa bulan jalan sama Fahmi tiba-tiba kamu hamil…?”

Aku enggk tahu, Na. semua terjadi begitu saja. Begitu tiba-tiba.” Jawabku sambil menyeka air mata, “sejak aku putus dari Angga aku sudah tidak mau lagi mencintai, aku sudah tidak mau lagi menjadi orang cengeng dan bodoh. Aku ingin dicintai, aku ingin dimengerti, dan sejauh yang kulihat Fahmi lebih mencintai aku…”

Lalu dengan bodohnya kamu tanpa berfikir panjang mau ML sama dia. Kamu enggak mikir kamu bisa hamil..?” tanyanya kemudian.

Aku hanya terdiam, aku tidak bergeming. Lebih pada menyesali kebodohanku.

Kenapa kamu jadi seperti ini sih, Putri ?”

“Udah terlanjur, Na. waktu enggak bisa diputar lagi. Sekarang yang aku pikirkan bagaimana bisa menggugurkan kandunganku ini….”

Sejauh ini, apa yang udah kamu lakukan…?”

Aku diajak mama ke dokter, tapi kata dokter kandunganku ini tidak bisa digugurkan…”

Mana ada dokter yang mau menggugurkan kandungan, Ra. Itu perbuaan illegal dan kriminal…”

Aku merasa, aku ingin bunuh diri aja, Na...”

Jangan...! jangan menambah beban orang tuamu dengan melakukan perbuatan bodoh. Kamu ingin berakhir dipanggangan api neraka dengan mati bunuh diri plus hamil diluar nikah...?”

Kalimat Ena, membuatku sedikit menciut membayangkan panasnya api neraka.

“Tapi, aku lebih tidak sanggup melihat mamaku, Na...”

Ini aku ada obat, kamu berani minumnya…?”

Obat penggugur kandungan..?”

Bukan, tapi ini digunakan untuk membersihkan kandungan. Katanya negatifbisa langsung keluar… tapi, kalau positif aku enggak tahu. Aku belum pernah…” katanya sambil menyerahkan beberapa kapsul yang dia sembunyikan di balik dompetnya.

Aku hanya menatap dan mencermatinya, “sakit…?”

Iya, sakit banget….”

Aku hanya memandanginya, “apapun akan aku lakukan agar janin ini keluar dari perutku…. Meski dia harus pergi bersama nyawaku…”

Tapi, Put.Jjika dengan cara apapun janin itu tidak bisa keluar dari perutmu bagaimana…?”

Aku terdiam. Aku hanya bisa menumpahkan air mataku.

Menikahlah dengan Fahmi, Put. Toh, dia juga mau bertanggung jawab, bukan ?”

“Itu terserah mama saja.” Jawabku dengan pasrah,aku mau dinikahkan sama siapapun aku nurut.”

Dia memelukku sembari mengusap-usap bahuku, “maafkan aku ya… aku tidak bisa membantu banyak.

“Mungkin sudah jalan takdirku harus begini, Na.” jawabku penuh kepenatan.

Tak ada lagi hari kulalui tanpa derai air mata, tak ada lagi hari kulewati tanpa tangis dan duka. Semuanya serasa mati dan gelap dunia. Semua serba kelabu tanpa jingga. Tak ada kata indah lagi. Tak ada kata tawa lagi. Yang ada hanya sesak kalbu dan membius bisu. Tak ada sapaan lagi. tak ada derai keceriaan lagi. Semuanya berpaling menatapku. Semuanya menoleh mendengar keberadaanku. Aku hanya sebuah harapan mati yang berpendar mati dan akan sunyi. Semuanya diam seribu bahasa. Semuanya mati rasa. Saat itu mati untukku seribu kali lebih indah dari pada harus ku jalani hidup dalam luka nestapa ini.

Dan akhirnya dengan segala cara yang tidak boleh dilakukan oleh ibu hamil, aku lakukan. Aku melakukan sprint sehari 2 kali masing-masing 100 kali. Aku ngepel rumah dengan jongkok sehari dua kali. Kuhabiskan tenagaku sehabis-habisnya…. Kulelahkan badanku selelah-lelahnya… tapi, semua yang kulakukan tidak membuat perutku bergeming. Semua yang kulakukan tidak membuat sesuatu terjadi padaku.

Kuminum pula obat pembersih kandungan yang diberika Ena padaku….sehari…dua hari…tiga hari…hingga habis obatnya tidak ada sesuatu yang terjadi pada perutku. Yang kurasakan malah kepalaku sangatlah berat, sangat pening, sangat sakit… Rasanya tubuhku ini ditarik dari 2 arah yang berlawanan. Kabur pandangan mataku, tercabik-cabik rasanya kepalaku. Tak kuat berdiri. Hanya terduduk lemas dilantai yang dapat kulakukan.

Dengan sangat putus asa kuremas-remas perutku, kupukul-pukul perutku sekuat tenaga… kutumpahkan kekesalanku semuanya pada diriku sendiri, “kumohon…. Mengertilah…. Keluarlah kamu dari perutku…kehadiranmu tidak aku inginkan…kehadiranmu menghancurkan masa depanku…kehadiaranmu menghancurkan hidupku….mengertilah…terlalu banyak orang terluka akan kehadiranmu…tolonglah aku… keluarlah dari perutku sekarang…. Aku mohon….” kubisikkan teriakan hati yang tertahan di tenggorokanku, masih terus dengan kuremas-remas perutku sekuatnya. Aku sudah sangat tidak tahu harus bagaimana… aku telah tidak bisa melakukan apa-apa dan begitu putus asa. Aku berharap janin ini mau dengan suka rela menerima keadaan dan mau keluar sendiri tanpa menyusahkan aku.

Mbak…, sudah mbak…sudah…!” kata adikku tiba-tiba seraya memelukku “Berhentilah menyiksa dirimu seperti ini. Aku sudah tidak tahan melihatmu terus saja menyiksa diri… dia berhak untuk hidup, mbak…dia berhak untuk melihat dunia…dia juga tidak minta untuk hadir mbak…dia juga tidak minta hadir di dalam perut ibu yang tidak menginginkannya…dia tidak minta dilahirkan untuk menghancurkan hidup ibunya…kasihan dia mbak… sadarlah…jangan kau tambah penyesalanmu dengan menyiksanya….” katanya lagi seraya mengusap lembut perutku.

Ada ribuan pisau tertancap semakin dalam di jantungku. Rasa sakit yang jauh lebih lebat dari sebelumnya menusuk igaku dalam-dalam. Kami pun saling berpelukan. Ku tangiskan segala pedih perih dari bahasa hatiku. Ucapannya semakin menyayat hatiku lebih dalam dan lebih dalam. Semakin membuat aku merasa bukalah manusia.

Keadaan yang membuatku menjadi manusia yang bukan manusia.

Beberapa waktu ini semua orang dirumahku menjadi bisu dan tuli. Tidak ada yang mendengar dan menyadari keberadaanku sama sekali. Semua yang aku katakan hanya dianggap hembusan angin lalu. Keberadaanku adalah seperti makhluk kasat mata, tidak terlihat dan tidak dapat tersentuh. Aku seperti transparan. Aku seperti hidup di padang tundra yang sangat dingin dan tidak ada kehidupan.

Ma…pukul aku Ma…hukum aku …caci aku…hina aku…ludahi aku….! Apapun akan aku terima Ma…atau bunuh aku sekalian Ma…aku rela…aku rela…Mama boleh melakukan apa saja kepadaku… tapi tolong jangan diamkan aku seperti ini…” kataku merintih sambil berlutut di depan mamaku yang sedang terbaring di ranjangnya.

Aku sudah tidak tahan lagi dengan semua ini…aku sangat tidak tahan. Semuanya menjadi bisu dan tuli. Semuanya memalingkan wajahnya dariku…semuanya merasa jijik melihat diriku.

Sedikit pun mamaku tidak bergeming.... sedetikpun mamatidak menatapku.... hanya sejurus pandangannya menusukkan tombak kesakitan yang menembus langsung ke ulu hatiku... aku semakin tertikam aku semakin tersudut. Tolong katakan apa yang harus kulakukan... akan aku lakukan... apapun itu... kumohon... dengan marah dan merobek harga diriku, mencaci atau pun menamparku itu jauh lebih melegakan untukku, dari pada harus menerima ketidakberadaanku.

“Wuk..., makan dulu....”sapa Eyang putri penuh kelembutan sembari membuka pintu kamarku.

Untuk pertama kalinya aku mendapat sapaan dari orang yang menghuni rumahku setelah beberapa hari.

“Yangti... aku mohon ampun... ampunilah aku... aku akan melakukan apa saja untuk menebus segala dosa dan kesalahanku. Apa saja yang yangti katakan akan aku lakukan... tolong jangan diam begini terus... jangan menganggapku tidak ada...” jawabku sambil bersujud di kaki eyang putri yang sedang membawakan makan untukku.

Diletakkannya piring dan gelas berisi air putih itu diatas mejaku. “sudah, sudah.... bangunlah... makan dulu...” jawab eyang putri sembari membangunkan aku dari bersujudku.

“Aku tidak lapar...“ jawabku sambil menggelengkan kepala.

Sudah…hentikan menyiksa dirimu sendiri…” kata eyang putri sembari duduk bersamaku di ranjang, “tadi malam ayah dan ibu Fahmi datang kesini. Mereka meminta kepada eyang dan mama agar janin yang ada di kandugamu itu tidak digugurkan. Fahmi dan orang tuanya akan beranggung jawab kepadamu, dan mereka ingin kalian menikah secepatnya.

Tapi, mama tidak setuju eyang…eyang juga pasti sangat kecewa… aku gugurkan saja janin ini…”

Jangan… sudahlah…” jawab eyang putri sambil menghela nafasnya. “kalo mau tidak setuju…memang tidak setuju… kalau dibilang kecewa juga sangat kecewa…sebenarnya mama dan eyang belum bisa sepenuhnya merestui hubunganmu dengan Fahmi…yangti kira kamu tidak serius pacaran sama dia. Yangti kira tidak akan sejauh ini hubungan kalian. Tapi, kalau memang ini sudah jalan jodoh untuk kalian berdua mau bilang apa…?”

Lagi-lagi aku hanya bisa membenamkan wajahku dalam tangis. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Suara dan nada bicara eyang yang begitu lembut justru terasa berat menusuk telingaku. Terasa begitu membuatku sesak dan tersentak.

Dipeluknya aku, dan dikecupnya keningku, “mungkin, yangti dan mamahmu belum sadar kalau kamu sudah beranjak dewasa. Kami masih berfikir kamu gadis kecil kami yang polos. Rasanya, baru kemarin, yangti mengganti popokmu... sekarang kamu sudah mau menikah...”

Tumpah lagi air mataku. Kesedihanku semakin menjadi.

“Sudah...” ucap Eyang Putri pelan, seraya mengusap air mataku.

Tapi yang kulihat, beliau juga tak kalah hebat menahan air matanya yang tumpah, hingga Eyang Putri lebih memilih meninggalkan kamarku.

Aku hanya bisa memeluk bantal. Menyesali perbuatan bodohku yang berbuah petaka. Jalan ini sungguh begitu terjal. Sungguh begitu menanjak. Akankah ada ujungnya...? akankah ada akhirnya...?

Sudah makan…?” Tanya ibu Fahmi tiba-tiba yang sudah berada di dalam kamarku membuaku tersentak dari lamunan panjangku.

Aku hanya tersenyum sayu sambil mengusap air mataku.

Di usapnya rambutku, diciumnya keningku penuh kelembutan.“ ini, ibu bawakan bubur ayam…dimakan…” ucapnya kemudian.

sebelum kupegang, tiba-tiba saja Fahmi meraihnya dan membukanya, disuapinya aku kemudian.

Tapi, sesegeranya kutepis suapan itu… hatiku masih hancur tak terkira…

Dimakan, ya…! Kamu kan dari kemarin belum makan.” Pinta ibu Fahmi.

Aku hanya menggeleng tanda tidak mau.

Hatiku menjadi bertanya…? apakah ibu Fahmi tidak marah…? Apakah ibu Fahmi bisa menerima begitu saja apa yang aku lakukan dengan Fahmi. Apakah ibu Fahmi mau begitu saja menerimaku? “ibu, maafkan aku…” kataku kemudian.

Maaf untuk apa…?”

Aku telah membuat kesalahan yang tidak bias dimaafkan….” Jawabku sambil berlinang air mata. Aku merasa air mataku ini sudah tidak bias lagi kutahan.

Tidak ada yang perlu disesali…semua telah terjadi… ibu malah berterimakasih, karena kamu memberikan cucu baru untuk ibu…”

Aku herankenapa tanggapan ibu Fahmi sangat berbeda sekali dengan mama dan eyang? Kenapa ibu Fahmi tidak marah dan tidak murka seperti yang aku bayangkan. Aku akan mengira jika aku tidak akan dengan mudah mendapatkan simpati dan kasih sayang dari orang tua Fahmi. Apalagi aku telah membuat kesalahan yang begitu fatal.

Begini….” Kata ibu Fahmi mengawali pembicaraan, “kemarin malam bapak, ibu, sama Mas Fahmi sudah berbicara banyak hal tentang semua ini, Mas Fahmi sudah mengakui kesalahannya dan mohon ampun kepada Mama dan Eyang.” Katanya lagi dengan sejurus menatap padaku.

Aku hanya tertunduk lesu, masih dengan linangan air mata.

Bagaimanapun juga, ini adalah jalan Allah untuk menyatukan kalian. Kesalahan yang begitu besar awalnya, dan menjadi berantakan ini, harusnya bisa dibenahi pelan-pelan dan diperbaiki satu per satu.” Lanjutnya lagi sambil mengusap-usap tanganku.

Aku masih tidak bergeming… aku masih tidak berani menatap…

Bisa kan ibu minta tolong sama kamu ? Berhentilah menyiksa diri dan menyiksa bayi yang ada di dalam perutmu… kasihan…bagaimanapun juga dia itu cucu ibu… mama, eyang, ibu dan bapak semalam sudah sepakat bahwa kalian baiknya menikah saja.

Aku kaget dengan ucapan barusan….

Ibu dan bapak yang akan mempersiapkan semuanya. Awal bulan depan kalian bisa menikah, sebelum kandunganmu terlihat dan membesar. Lebih cepat lebih baik…”

Aku tidak tahu harus berkata apa… haruskah aku merasa senang…? Ataukah aku harus pergi…? Padahal untukku, pernikahan adalah sekali selamanya. Pernikahan adalah sekali seumur hidup. Aku tidak mau dan sangat tidak mau bercerai seperti yang terjadi pada keluargaku… bisakah aku hidup abadi seperti yang aku inginkan bersama Fahmi…? Bisakah aku mencintainya dengan setulus hatiku…? Bisakah cinta sejati hadir perlahan dengan berjalannya waktu..?

Terlalu banyak keraguan dan pertanyaan yang hadir di kepalaku…terlalu banyak keraguan dan ketidak pastian mengahantuiku. Bisakah aku mencintainya seperti yang kuinginkan…? Lalu jika ini adalah jalan Allah untuk menyatukan hidupku, apalagi yang harus kulakukan.

Mulai hari ini…. Mulai saat ini… kumantabkan hati dan kuyakinkan diri untuk mengabdikan diri dan mencintai Fahmi sebagai ketulusan dan jalan takdirku.

Terima Kasih telah membaca

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun