Perkembangan kurikulum di Indonesia berkembang cukup baik dari masa ke masa. Mulai dari awal kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk mencerdasan kehidupan bangsa terbukti di dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945, yang menjadi salah satu tujuan bangsa Indonesia. Perubahan kurikulum di Indonesia mencerminkan bahwa adanya dinamika politik, sosial, dan pendidikan di Indonesia.Â
Indonesia saat ini menerapkan kurikulum merdeka sebagai kurikulum nasional. Kurikulum merdeka bertujuan memberikan fleksibilitas kepada satuan pendidikan dan pendidik dalam mengembangkan materi ajar, serta berfokus pada pengembangan profil pelajar Pancasila. Kurikulum ini juga menekankan pada kemampuan numerasi, literasi, pengembangan karakter, dan kompetensi abad 21"
Namun, ada beberapa hal yang perlu di kritik dalam perkembangan kurikulum sejauh ini terutama dalam kurikulum merdeka yang sedang di terapkan di Indonesia untuk terus membantu memberi masukan dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum yang ada
Kurikulum merdeka memiliki fleksibilitas dalam pelaksanaannya. Sekolah dapat mengembangkan kurikulum yang relevan dengan konteks lokal dan kebutuhan siswa sehingga memungkinkan adaptasi yang lebih cepat terhadap perubahan dan inovasi pendidikan. Kurikulum ini juga membantu membentuk siswa yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan siap menghadapi tantangan global. Kurikulum Merdeka yang dimana menggunakan metode penilaian lebih holistik, termasuk penilaian formatif, penilaian sumatif, asesmen kompetensi minimum (AKM), dan survei karakter, dapat memberi gambaran yang lebih lengkap tentang kemampuan dan perkembangan siswa, bukan hanya dari sisi akademis tetapi juga karakter dan keterampilan. Penguatan literasi dan numerasi membantu siswa mengembangkan keterampilan dasar yang penting untuk sukses di berbagai bidang. Kurikulum ini juga mendorong pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar sehingga mampu untuk menyelesaikan permasalah dari pengalaman nyata.Â
Namun, dari banyaknya kelebihan yang di tawarkan dalam kurikulum merdeka tidak sepenuhnya menjadikan pihak-pihak yang berada di dalamnya termasuk guru dan siswa merasakan kurikulum ini 'merdeka' secara nyata. Nyatanya, banyak yang dikeluhkan dalam pelaksanaan kurikulum ini salah satu yang paling terasa adalah beban administrasi guru yang menjadi momok hingga berimbas pada siswa.Â
Meskipun tugas utama guru adalah mengajar dan menginspirasi siswa, guru sekarang harus menangani sejumlah tugas administratif. Tugas administratif adalah bagian utuh dari pekerjaan sehari-hari seorang guru. Menyusun rencana pembelajaran, menyusun laporan, mengisi formulir, dan mengelola dokumen siswa lainnya yang dapat memakan banyak waktu dan tenaga. Namun, guru sering menghadapi masalah karena terlalu banyak tugas administratif juga dapat mengganggu kualitas pembelajaran. Dengan sistem Pendidikan Merdeka Mengajar (PMM), bahkan waktu mengajar terkadang terabaikan karena kesibukan administrasi.Â
Ada banyak keluhan dari guru dan pemerhati pendidikan tentang sistem pendidikan Indonesia yang sangat memberatkan guru. Ini terjadi meskipun tugas utama guru seharusnya adalah mendidik siswa untuk menjadi generasi bangsa yang cerdas. Bahkan, Presiden Jokowi pernah memberikan komentar khusus terkait dengan beban administrasi seorang guru. "Ini berkali-kali saya tekankan, mengenai beban administratif guru. Guru tidak fokus kegiatan belajar-mengajar tapi lebih banyak dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan administratif. Ini tolong digarisbawahi" (kutipan Presiden Jokowi di CNN).
Guru memang di tuntut untuk lebih kreatif dan fleksibel dalam pembelajaran, fokus terhadap karakter dan kompetensi siswa, dapat menyusun penilaian yang autentik dan komprehensif seperti penilaian AKM serta penggunaan teknologi dalam pembelajaran yangmana itu semua harus diperoleh dalam pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar. Namun, hal ini sepertinya menjadikan guru berlomba-lomba untuk mendapatkan poin kompetensi itu sehingga meninggalkan tugas mengajar
Alokasi waktu adalah salah satu masalah utama yang dihadapi guru. Tugas administratif seringkali memakan waktu yang seharusnya digunakan untuk membuat pembelajaran yang menarik dan efektif. Hal ini dapat mengurangi jumlah waktu yang mereka habiskan untuk memikirkan metode yang paling efektif untuk mengajar siswa mereka. Karena kurangnya persiapan, kualitas pengajaran dapat terpengaruh. Selain itu, terlalu banyak tugas administratif dapat menyebabkan guru lelah dan stres. Menyusun laporan, mengisi formulir, dan mengelola dokumen lainnya memerlukan banyak waktu dan tenaga. Guru mungkin frustrasi karena waktu dan energi mereka teralihkan dari tugas utama mereka, yaitu mendidik. Jika psikologi seorang pendidik terganggu, hal itu secara otomatis akan berdampak pada bagaimana dia mengajar di kelas.
Keluh para guru seharusnya tidak boleh diabaikan. Mereka adalah ujung tombak dalam mencapai tujuan Kurikulum Merdeka. Penting untuk membangun lingkungan yang mendorong guru dalam mendidik dengan hati. Ini bisa melibatkan pengurangan beban administratif yang tidak perlu, pelatihan yang memungkinkan guru mengembangkan keterampilan mendidik dengan hati, dan pengakuan atas peran penting yang dimainkan oleh guru dalam membentuk karakter dan masa depan generasi muda.Â