Mohon tunggu...
H. N. Sobolim
H. N. Sobolim Mohon Tunggu... Freelancer - word id power

Anak Yesus Kristus dan Adik Dari Che Guevara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bisnis Miras dan Peredaran Khusus di Papua Ancaman Bagi OAP

22 Juli 2019   16:42 Diperbarui: 22 Juli 2019   22:39 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minuman Keras (Miras) atau Minuman Beralkohol (Minol) oleh masyarakat Indonesia sering di identikan dengan orang asli Papua (OAP), terlebih masyarakat di kota-kota studi di Jawa. Ini adalah salah satu  alasan sering mahasiswa Papua ditolak saat mencari kos-kosan dan kontrakan.

Walaupun saya sendiri belum mengalami, banyak teman-teman yang menceritakan bahwa mereka tidak diterima di kosan dengan alasan-alasan tertentu, misalnya kosnya sudah penuh. Padahal depan jalan ada tulisan terima kos.

Hal seperti itu digeneralisir bahwa semua orang Papua terbiasa mengkonsumsi miras. Padahal tidak semua orang Papua demikian. Miras sendiri bukanlah budaya asli orang Papua. Orang Papua baru mengenal miras ketika bersentuhan dengan masyarat dari daerah lain setelah terjadinya integrasi, atau setelah Papua dimasukan kedalam negara Indonesia. Sejak saat itu masyarakat dari sejumlah daerah berdatangan ke Papua dan Miras mulai dikenal.

Kebudayaan tidak statis, selalu dinamis dan dialektis. J.L. Gillin dan J. P. Gillin berpendapat bahwa perubahan sosial sebagai suatu fariasi dari cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, maupun karena adanya difusi atau penemuan baru dalam masyarakat.[1]

Melalui proses asimilasi dan akulturasi kebudayaan ini ditambah tuntutan ekonomi orang Papua juga membuat minuman lokal dalam berbagai jenis seperti Saguero dan Boboh yang dibuat dari air kelapa, Baloh dan Air Nanas yang terbuat dari campuran Vernipan, Susu dan Beras Merah. Keberadaan minuman lokal itu tidak serta merta bebas, para pembuat sendiri pun menyadari dan takut pada dua hal. Pertama, takut disita dan ditangkap Polisi. Kedua, menjaga nama baik di depan masyarakat lain. Sehingga biasanya dijual di tempat-tempat tertentu secara sembunyi. Itu pun hanya mereka yang biasa membeli saja yang mengetahui.

Selain itu, kota-kota besar di Papua seperti Jayapura, Timika, Nabire, Sorong dan lainnya ada sejumlah toko yang menjual minol produk pabrik secara legal dengan label bertuliskan "khusus Irja" di setiap tutup botolnya. Jenis-jenis minuman produk pabrik yang beredar di Papua seperti Wiro (Whiskey Robinson), Topi Miring, Vodka, Mensen dll. Memiliki kadar Alkohol yang cukup tinggi dibandingkan dengan minol yang beredar di Jawa misalnya.

Akibatnya setelah minum tak jarang terjadi keributan, ketabrakan di jalan raya, kekerasan fisik baik di tempat umum, lingkungan  maupun dalam rumah tangga. Konsumennya bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak dibawah umur.

Melihat dampak yang ditimbulkan semakin banyak, sejumlah daerah berinisiasi untuk menutup tempat-tempat penjualan minuman keras. Kepedulian itu datang dari sejumlah kalangan mulai dari tokoh adat, tokoh gereja dan masyarakat umum.

Namun upaya-upaya itu tidak berhasil. Alias penjualan minol makin tak terkendali. Dan persoalan-persoalan sosial hingga kematian akibatnya makin banyak. Di Indonesia dalam catatan Gerakan Nasional Anti Miras (Genam), di tahun 2013 lalu setiap tahunnya jumlah korban meninggal akibat miras mencapai 18.000 orang.[2] Gubernur Papua menyebut 22% orang Papua mati akibat miras.[3] Dengan melihat hal itu,  pada 30 Maret 2016, pemerintah Provinsi Papua secara resmi berlakukan perda miras. 

"Hari ini merupakan sejarah bagi generasi Papua. Di mana keputusan yang diambil untuk kepentingan menyelamatkan orang asli Papua dari kepunahan," kata Gubernur Papua Lucas Enembe di hadapan Bupati dan Walikota se-Provinsi Papua.[4] 

 Realisasi dari diberlakukannya perda itu ribuan botol miras disita sebagai barang bukti disita kemudian disiram di halaman Kantor Gubernur, pada 9 Juli 2017. [5] Hal itu diikuti oleh beberapa kabupaten. Misalnya pada 11 Septemeber 2017, Bupati Jayapura mengembalikan 1 kontainer berisi ribuan botol Miras ke Surabaya.[6]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun