Dari arti kata kanon yang dasar, kemudian berkembang dengan memiliki pengertian metafora. Yaitu, bahwa kanon berarti standar atau norma. Pada jaman Latin penggunaan istilah kanon ini telah mengacu pada pengertian metafora antara lain untuk mengambarkan standar dalam etika, seni, literatur dan pada bidang-bidang lain. Dalam pengertian teologis, pada masa kekristenan yang mula-mula, kata kanon ini dipakai untuk menyatakan standar iman atau Alkitab yang berotoritas, Firman Tuhan.
Standar
Otoritas dalam istilah Yunani menggunakan kata exousia berarti kuasa yang adil, sungguh, dan tak terhalangi bertindak, atau memiliki, mengontrol, memakai atau menguasai sesuatu atau seseorang. Otoritas ini menuntut ketertundukan, kepatuhan dari mereka yang ada dibawah otoritas tersebut (Douglas, 1996). Gereja dapat merasakan dan mengalami otoritas itu, tetapi otoritas Alkitab tidak didapat dari gereja walaupun gereja yang mengumpulkan, menyatukan kitab-kitab tersebut dan menggunakannya. Otoritas hanya didapat dari Dia, Allah yang mengilhamkan, yang adalah sumber penulisan itu sendiri. Seorang pengkhotbah pada masa penulis kuliah di STT Telkom pernah memberikan ilustrasi sebagai berikut:
Ada seorang bapak memiliki anak yang suka bermain dengan mainan yang menggunakan baterai. Si anak telah memiliki banyak baterai tapi banyak, sebagian besar, diantaranya sudah tidak memiliki daya. Kemudian sang bapak membelikan lagi banyak baterai baru, yang masih memiliki daya yang kuat. Kemudian oleh si anak, baterai yang masih ada dayanya dan yang sudah tidak berdaya dicampur. Untuk menentukan baterai mana yang masih memiliki daya maka perlu diuji. Namun demikian yang membuktikan apakah baterai itu masih memiliki daya atau tidak adalah baterai itu sendiri.
Diwahyukan oleh Allah sendiri, tanpa Allah menyatakan diri-Nya tidak mungkin manusia, umat-Nya, dapat mengenal diri-Nya. Dalam 2 Pet 1:21 “... oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.” Pada bagian kedua ini jelas sekali ditekankan bahwa Roh Kuduslah yang mendorong para nabi untuk berbicara dan atau menulis, menyampaikan, apa yang dikehendaki Allah kepada manusia. Para penulis kitab sendiri menuliskan sesuai apa yang dinyatakan Allah kepada mereka yaitu dengan segala kerterbatasan yang dimilikinya. Allah bertindak, seperti pengasuh terhadap bayi, Allah berbicara kepada kita, merendahkan diri-Nya agar dapat dipahami oleh umat manusia (Milne, 1996).
Yesus menghormati Firman Allah. Dalam Mat 5:17 tertulis, “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakan, melainkan untuk menggenapinya.” Pada bagian ini jelas bahwa Yesus menghormati otoritas Firman Tuhan yang datang melalui para nabi dan kemudian menunjukkan bahwa dirinya adalah penggenapan dari Firman Tuhan (Milne, 1996).
Kudus dan Dinamis
Dalam suratnya yang kedua kepada Timotius Rasul Paulus menuliskan, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Tim 3:16-17). Hal pertama yang dapat kita pelajari adalah bahwa Alkitab diilhamkan oleh Allah. Kemudian dapat kita lihat bahwa kata ‘diilhamkan’ dalam bahasa Inggris terjemahan NIV digunakan kata ‘God breathed’, dinafaskan Allah, hal ini menunjukkan bahwa Alkitab adalah penyataan diri-Nya. yaitu Allah sendiri.
Hal kedua yang dapat kita pelajari adalah peranannya dalam membentuk orang kepunyaan-Nya. Firman-Nya bukanlah tulisan yang mati yang tidak mempengaruhi kehidupan para pembacanya, namun ia aktif dan dinamis mengubah orang ke arah yang dikehendaki oleh Allah. Firman Allah dinamis, mampu memberikan pencerahan dan mengubah karakter dan hidup manusia. Sangat penting sehingga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia pada semua generasi dan waktu (Stott, 1989).
Orisinalitas
Kita mempercayai bahwa pada penulisannya, Alkitab tidak memuat kesalahan. Dan dalam penyalinannya ada pemeliharaan Allah yang nyata dengan suatu aturan penyalinan yang ketat. Tulisan-tulisan Alkitab dapat ditelusuri hingga pada tulisan yang mendekati asli. Penemuan arkeologi sangat membantu dalam membuktikan kebenaran tulisan Alkitab. Salah satu penemuan yang menonjol adalah Dead Sea scrolls, yang kemungkinan digunakan oleh kaum Essenes (Milne, 1996; Harrison, 1991; Elwell, 1995; Packer at al, 1962).
Satu Kesatuan dan Menyeluruh
Ada banyak teolog menyatakan bahwa Alkitab mengandung Firman Allah, ada juga orang yang mengatakan bahwa dalam Alkitab banyak terdapat kesalahan dan pertentangan ayat. Namun demikian kita, penulis percaya seperti keyakinan Iman GKI mengakui Alkitab sebagai Firman Tuhan yang utuh dan menyeluruh. Kitab-kitab yang dikumpulkan untuk dijadikan kanon tidak saling bertentangan, bahkan saling melengkapi.
Pandangan bahwa terjadi kontradiksi dalam Alkitab dapat dijelaskan sebagai berikut (Sproul, 1998):
- Pertentangan dalam Alkitab yang dilihat merupakan kontradiksi adalah paradoks, dimana hal ini menunjukkan bahwa penyalin dan pembaca tidak memiliki proses berpikir yang cukup teliti. Seakan-akan bertentangan, walaupun sesungguhnya tidak.
- Banyak hal yang tidak dapat dimengerti sehubungan dengan keberadaan Allah. Namun demikian ketidak mengertian tersebut tidak berarti bahwa hal tentang Allah, tidak rasional, lebih tepat hal-hal yang berhubungan dengan Allah dikatakan sebagai sebuah misteri.
Setiap kitab yang diakui dan termasuk dalam kanon memiliki pola pikir yang menyeluruh dalam rangkaian janji dan penggenapan keselamatan dari Allah dalam diri Yesus Kristus.