Makanannya masih tradisional, tapi penyajiannya modern, jangan tanya rasa, karena tidaklah nyaman makan nasi pecel rasa rawon. Kekhasan rasa tentulah harus dijaga. Keduanya enak tapi mencampurnya akan menyebabkan keanehan dalam memakannya. Begitulah juga seorang pengkhotbah, usahanya dibalik layar tidak ada yang peduli, para pendengar hanya peduli bagaimana Firman Tuhan dipaparkan dengan cara dan rasa yang menggugah minat, mengisnpirasi kata orang sekarang.
Saya yakin bahwa ketika hari minggu saya dan keluarga menyediakan waktu beribadah 1-1.5 jam ditambah perjalanan berangkat dan pulang sekitar 1 jam, semua yang kami lakukan pasti berarti. Tidak ada yang sia-sia yang dilakukan di dalam Tuhan. Dan saya juga meyakini, sejelek apapun paparan Firman Tuhan, tidak akan pernah sia-sia. Semua itu mendewasakan, bagi saya maka saya akan ‘memasak kembali’ dalam pikiran sehingga sesuai dengan kebutuhan saya. Pesan Firman Tuhan, janganlah kiranya kita meninggalkan ibadah dan persekutuan kita, karena itulah cara Dia memberi kita berkat yang lebih melimpah. Jangan menjadikan ibadah kita sebagai rutinitas yang menyiksa dan menghukum kita. Ibadah raya yang kita lakukan bersama adalah berkat Tuhan bagi kita.
Barito Timur, 20 Maret 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H