Mohon tunggu...
armand yazin
armand yazin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - #inarmandastheniawetrust

IG: @armandasthenia | penabuh drum tingkat pemula | cityzen di Manchester City FC | just talk and write about music and football

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toa Masjid yang Tak Pernah Salah

5 Mei 2021   00:12 Diperbarui: 5 Mei 2021   00:28 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu lini masa dunia maya tampak ramai gaduh menyoal budaya membangunkan sahur ala-ala muslim di perkotaan lewat pengeras suara Masjid, diawali dengan unggahan akun Instagram  pesohor @zaskiadyamecca perihal cara membangunkan sahur yang lewat pengeras suara Masjid yang menurutnya sedang hits, dan dalam nada bertanya istri sutradara Hanung Bramantyo tersebut mengemukakan tentang etika membangunkan sahur terkait video yang ia unggah.

Saya mencoba flashback ke masa kanak-kanak dan remaja, tentang sebuah pengalaman lucu dan berharga terkait pengeras suara Masjid. Dahulu kala sewaktu Sekolah Dasar, ketika bulan Ramadhan tiba kami bertukar cerita mengenai Mu'asahur (meminjam istilah Mu'adzin atau Adzanist si pelantun adzan). Kami bercerita mengenai siapa yang di-mention oleh penggugah sahur via pengeras suara Masjid, mulai dari Pakde Kartono, Bude Tukiyem, Pak Marjo, Bu Yatmi dan banyak lagi.

Sebuah kebanggan bagi kami anak-anak kecil apabila nama orang tua kami disebut secara random dari sekian banyak warga RW, lalu hal tersebut kami jadikan bahan cerita dan ledekan antar sesama siswa di ruang kelas.

Menginjak remaja, saya iseng sekali waktu mencoba hal serupa, waktu itu saya berlaku sebagai penggugah sahur, saya coba mention beberapa warga. Walhasil beberapa  jam berselang  ketika usai pulang dari ibadah subuh saya dapati mereka yang saya mention menyapa saya lebih ramah dari biasanya. Mention effect, mungkin tak berlebihan jika disebut demikian. Mungkin efek yang sama  ketika kita mengetikkan nama penerima pesan WA ketika kita japri..serasa dekat, hangat dan respectful.

Pengalaman berharga mengenai pengeras suara Masjid saya dapati dari warga mancanegara, kala itu di waktu sore tibalah saat sembahyang Ashar, saya tengah bertandang ke rumah teman sebut saja Putra,  yang mana jarak rumah Putra dengan masjid hanya berkisar 20 meter.

Logo TOA Corporation. (sumber: wikipedia.org)
Logo TOA Corporation. (sumber: wikipedia.org)

Kala bertandang itu saya dapati di rumahnya ada seorang bule, sewaktu kumandang adzan Ashar bule tersebut protes dalam bahasa Inggris. Intinya, mengapa harus memakai pengeras suara tuk memanggil waktu berdoa. Putra, teman saya tersebut tampak kurang enak hati mendengar apa yang diutarakan si bule tersebut dihadapan saya, saya  tersenyum lebar menahan tawa mendengar ujaran tersebut.

5 menit berselang saya pamit untuk solat Ashar. Akward moment..lalu pucat-pasilah si bule tersebut mengetahui saya seorang muslim yang terpanggil oleh suara adzan lewat pengeras suara Masjid, dan sekali lagi saya hanya tersenyum geli..it's  okay Dude, no problemo..

Usai teman bule tersebut berpamitan pulang, Putra bercerita bahwa  suatu kali temen bule-nya menginap dirumah dan terganggu oleh suara pengeras suara Masjid ketika si bule tidur dengan nyenyaknya pada pukul 3:30. Saya bertanya dalam hati, Masjid mana yang mengumandangkan adzan subuh pukul 3:30 ?. Mustahil, itu tidak mungkin.

Esok harinya saya bersaksi bahwa pada pukul 3:30 dari pengeras suara Masjid terdengar lantunan Takhrim, lantunan takhrim yang oleh Putra dan Si bule disangka sebagai kumandang adzan subuh.

Ada suatu gegar budaya bagi bule tersebut menurut saya, dan itu tak sepenuhnya kesalahan dia. Karena di Eropa kita tahu Masque disana tanpa pengeras suara luar, adzan hanya dilantunkan oleh muadzin dengan pengeras suara dalam Masque, karena berkaitan dengan peraturan pemerintah setempat. Dan ketika ia tinggal di Indonesia harus menerima kenyataan bahwa tidur nyenyaknya terganggu oleh pengeras suara Masjid.


Takhrim, sebagai awam dalam beberapa kali kesempatan saya dengar  membuat batin ini sesak dan pilu takala didengar menjelang subuh, bahkan beberapa pengalaman individu ada yang menangis tersedu mendengar takhrim berkumandang, mendayu memecah sunyi di sepertiga malam terakhir, merdu namun menyayat hati, memanggil-manggil rasa rindu akan Muhammad SAW.

Kementrian Agama telah mengatur ikhwal penggunan pengeras suara masjid, hal tersebut tertuang dalam surat  edaran nomor B.3940/DJ.III/Hk.007/08/2018 tentang pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam nomor: KEP/D/101/1978 tentang tuntunan penggunaan pengeras suara di masjid, langar dan musholla.

Takhrim dan Adzan yang bagi sebagiam muslim membuat air mata menetes kenapa terdengar begitu mengganggu? Pasti ada sesuatu yang salah.

Ketika adzan dikumandangkan dan suara diperdengarkan lewat pengeras suara, ada 3 faktor penting yang mempengaruhi.

  1. Kualitas vokal muadzin, banyak dari muadzin kita yang kurang menguasi teknik vokal dan pernafasan, belum lagi kurangnya referensi jenis-jenis maqam adzan.
  2. Perangkat audio, dalam hal ini microphone, amplifier dan perangkat lainnya. Jujur kita akui bahwa hampir semua tempat ibadah muslim kualitas microphone dan amplifier hanya terkesan semampunya. Karena mungkin berkaitan dengan dana jika sistem tata suara adzan harus menggunakan mixer profesional dan sound engineer berpengalaman dalam tiap 5 waktu adzan. Hal ini bisa kita beri solusi  dengan pengaturan potensiometer bass dan treble yang sesuai pada amplifier, dimana hasil audio yang keluar diharapkan cukup bagus.
  3. Kualitas perangkat speaker. Saya tidak setuju dengan penyebutan: "TOA Masjid menganggu..!". Karena TOA adalah sebuah merk dagang seperti halnya merek terkemuka lainnya dalam dunia tata suara seperti halnya JBL, Senheiser, Pioneer, Infinity, Audiocenter, Turbosound dll

Secanggih apapun atau semahal apapun audio system Masjid kita jika tidak di-tune dengan benar akan menghasilkan suara kurang baik, lalu kembali kita mulai menggerutu : "wah JBL Masjid mengganggu..!" dan kalimat senada lainnya, tentu ini tak adil.

Jika ada lembaga yang mengatur sertifikasi arah qiblat, mengapa tidak dibentuk lembaga yang mengatur tunning amplifier Masjid ?.

Saya beberapa kali pernah menjadi mengumandangkan adzan di Masjid, walaupun saya percaya bahwa kualitas vokal saya tidak baik, dan saya jua  berasumsi bahwa kualitas microphone, kualitas mixer (baca: amplifier) Masjid seadannya. Dan pasti jua tiada speaker monitor untuk memonitor suara saya sendiri, dan jua tiada sound engineer yang memanipulasi suara saya sedemikian sehingga suara saya menjadi tidak fals, mencapai oktaf tertentu dan efek vokal lainnya.

Pop Filter, yang juga dapat berfungsi sebagai penjaga jarak antara bibir dengan microphone. (sumber: guitarsquartz.net)
Pop Filter, yang juga dapat berfungsi sebagai penjaga jarak antara bibir dengan microphone. (sumber: guitarsquartz.net)

Tapi satu hal yang saya lakukan, teknik mic-ing. Saya mengambil jarak sejauh 5 ruas jari, dimana jari ibu saya menempel di bibir dan jari kelingking saya saya menempel ke ujung microphone, walhasil suara adzan yang terdengar tidak terlalu load, terkesan tipis namun enak didengar.

Jika ada 100 masjid dalam 1 kecamatan, dan produksi suara adzan yang dihasilkan mild dan on tune mungkin tiada kegelisahan yang kita rasakan. Dan tiada lagi anak bangsa yang menyalahkan TOA, JBL , Kenwood dan sebagainya. Semoga..

Berbah, hari ke 22 Ramadhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun