Mohon tunggu...
armand yazin
armand yazin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - #inarmandastheniawetrust

IG: @armandasthenia | penabuh drum tingkat pemula | cityzen di Manchester City FC | just talk and write about music and football

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bertandang ke Markas Sakti Eks Sheila On 7.

10 Januari 2021   19:48 Diperbarui: 10 Januari 2021   19:58 2200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masjid Kampus UGM, siang itu usai jamaah solat Jumat di musim panas 2015, beberapa jamaah tampak melanjutkan aktifitasnya masing-masing. Di satu sudut tampak beberapa tengah membaca Quran, di sudut yang lain tampak jamaah khusyuk berdoa dan solat sunah.

Namun di lantai dasar Masjid yang memang diperuntukkan bagi jamaah laki-laki itu tampak majelis semacam kajian yang terlihat diikuti banyak jamaah membentuk beberapa barisan shaf.

Saya dalam rangka survey lokasi untuk sebuah event yang akan digelar di tempat yang sama pada hari Minggu lusa, saya hanya duduk dari kejauhan kala itu, di sebelah tangga menuju lantai 2 dan mencoba mengamati sosok ustadz yang tengah mengisi kajian tersebut. Sosok yang tak asing bagi saya walau sekilas tampak berbeda dengan jenggot panjangnya.

Saya coba mencuri dengar hal yang dilontarkan oleh ustadz tersebut, tak banyak yang saya ingat. Hanya beberapa kalimat yang masih saya ingat ketika itu adalah tentang bagaimana beliau berkisah seorang sahabat Nabi yang dengan begitu mudahnya mendapat hidayah dan memeluk Islam hanya kerana posisi tidurnya sama persis dengan posisi tidur Muhammad SAW.

Hari demi hari sahabat Nabi yang nota bene non-muslim tersebut tidur tanpa sengaja mirip dengan posisi tidur yang di-sunnah-kan Muhammad SAW, hingga akhirnya suatu hari hidayah datang menjemput dan beliau convert to Islam, sangat mudah.

Dari kejauhan saya hanya bergumam dalam hati, boleh juga ceramah ustadz dengan nama beken  Salman Al-Jugjawy ini, terasa ringan dan membekas di hati.

Salman Al-jugjawy nama lain dari mantan gitaris band fenomenal asal kota kelahiran saya. Saya bukan Sheilagank, maka tak banyak yang saya tahu tentang mas bernama lengkap Saktia Ari Seno ini selama berkarir di industri musik tanah air bersama Sheila On 7, walaupun saya mengikuti musik mereka semenjak  album perdana bertajuk "Sheila on 7", "Kisah Klasik Untuk Masa Depan" hingga album favorit saya "07 des".

Ada satu kejadian dimana saya ikut-ikutan nyunnah, yaitu makan dengan lesehan dan duduk di atas kaki kiri sedang kaki kanan seolah posisi jongkok, lalu oleh anggota keluarga saya dikatakan "Jegang" dalam bahasa jawa.

Duduk Jegang dianggap kurang  sopan dalam khazanah budaya Jawa tentunya, kendati dikatakan demikian saya hanya tersenyum bahkan tertawa sahaja, saya ndak berani bilang bahwa saya nyunah.

Tetapi dikemudian hari saya melihat mas Salman Al-Jugjawy ini tengah terambil gambar makan dengan posisi yang sama lalu beliau posting di media sosial, langsung sahaja saya save foto tersebut dengah harapan kelak ketika saya didakwa "jegang" saya mempunyai "landasan hukum" dengan sikap saya tersebut.

Bukan apa-apa, hanya mungkin akan lebih mudah diterima  apabila saya menjelaskan  sikap duduk saya tersebut jika saya utarakan sebagai "meniru seorang artis", walaupun dikemudian hari malah anggota keluarga saya tak pernah menyinggung sama sekali perihal saya makan dengan posisi duduk tersebut.

sumber : kabarmakkah.com
sumber : kabarmakkah.com
Akhir Desember 2020, saya berkesempatan berkunjung ke bookstore beliau di Jalan Kaliurang kilometer 5, sekitar 1 menit saya menunggu di depan rumah beliau, hingga akhirnya beliau muncul dari dalam rumah dengan sapaan salam dan senyum ramah.

Kami berbincang sejenak di ruang tamu, seolah tahu tentang pertanyaan yang hendak saya lontarkan, beliau langsung bercerita awal mula hijrah, ketakutan beliau akan kematian dan secuil cerita ketika beliau masih berkarir di dunia musik, uraian mas Salman kurang lebih semacam prolog di buku beliau "Markas Cahaya" yang dituturkan secara lisan kepada saya.

Sebuah pertemuan singkat, kami bertukar cerita. Saya berkisah tentang ikhwal suatu pagi di hari minggu  nan gabut, saya browsing media sosial dan mendapati mas Salman memposting perihal acara kajian di salah satu sekolah SMA di bilangan Jalan Magelang, saya perlihatkan postingan tersebut pada istrinda, gayung bersambut istrinda  mengiyakan untuk datang ke acara tersebut.

Hingga pada akhirnya kami tiba di lokasi acara, kami hanya duduk di luar dan mengamati dari luar tempat kajian berlangsung, lucu dan geli jika mengenang saat itu, pasalnya maksud hati mengikuti kajian dari eks Sheila On 7 gagal kerana acara tersebut diperuntukkan bagi kaum Putih Abu-abu, hahaa..

Namun berkat takdir  Tuhan pada akhir Desember kemarin kami dipertemukan dalam suasana santai dan baik, jazzakallah mas Salman..

Beribu tanya tersirat, terjawab pasti terjawab, pecahkan teka-tekiNya dengan panduan yang tersurat..

Selamat pasti selamat, ikuti simbol rambu-Nya.. Ambil kesempatan waktunya kedalam Markaz Cahaya.. 

("Markaz Cahaya" oleh Wowok ERWE Band)

 

~Berteman hujan di petang jelang bedug Magrib, Berbah, 10 Januari 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun