Mohon tunggu...
armand yazin
armand yazin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - #inarmandastheniawetrust

IG: @armandasthenia | penabuh drum tingkat pemula | cityzen di Manchester City FC | just talk and write about music and football

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Soneta dan Gigi, Contoh Baik dan Buruk Kualitas Musisi di Atas Panggung

13 Juni 2020   22:47 Diperbarui: 13 Juni 2020   22:44 2258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tony Subarkah, salah satu sound engineer terbaik di Indonesia. (sumber: facebook IAEC)

Pernahkah kita menyaksikan konser secara langsung lalu mendapati penampilan artis yang kita saksikan tak istimewa daripada album rekaman studio ?, atau kita merasa ada sesuatu yang timpang dan "bolong" dari penampilan langsung artis di atas panggung ?, atau jangan-jangan kita malah lupa akan atmosfer pertunjukan musik karena terlalu lama tak menghadiri konser diakhir pekan karena wabah virus corona yang memaksa dunia pertunjukan ditiadakan ?.

Sejenak kita mengenang masa dimana konser ramai diadakan sebagai salah satu atraksi pariwisata dan roda penggerak ekonomi kreatif, dimana hampir tiap akhir pekan selalu ada gigs yang berlangsung, lalu kita ingat baik-baik adakah artis yang performa nya "berbeda" daripada rekaman yang biasa kita dengar di perangkat stereo. Adakah ?, pasti ada.

Yep, tidak semua artis mampu membawakan hasil karya secara  live show sebaik hasil album studio. Karena hasil rekaman studio yang kita analogikan sebagai "masakan" tentu  telah melewati beberapa proses "dimasak", dimana  hasil rekaman dari beberapa personil mengalami proses edit, over-dub, mixing kemudian mastering. Hasil dari proses "masak-memasak" di dapur rekaman tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga hasilnya cantik, rapi, sempurna dan layak dinikmati selayaknya yang kita dengar di rilisan fisik (kaset, disc, vinyl dan sebagainya) atau melalui platform musik digital kesayangan kita. Bahkan perkara produksi album seperti recording, mixing dan mastering ini acap kali memaksa musisi tanah air untuk mengungsi ke luar negri demi mengejar kepuasan serta hasil maksimal, karena bunyi yang wah itu mahal.


Proses rekaman dengan tujuan akhir hasil yang sempurna dan bunyi yang istimewa bukan suatu hal yang mudah dan murah, walaupun di era saat ini rekaman dapat kita lakukan di kamar rumah bahkan di luar ruangan dengan seperangkat hardware dan software yang bisa kita dapatkan di toko daring, pernah dengar doktrin "anti studio" dan "anti tembok"-nya Bang Indra BIP ? that's it..!

Oleh karena itu, artis atau band yang terlanjur sempurna dihasil rekaman tentu mempunyai tanggung jawab untuk menyajikan "masakan" sebaik hasil rekaman dengan baik di atas panggung, nah hasilnya tentu seperti yang pernah kita saksikan di gelaran-gelaran pertunjukan yang pernah kita sambangi sebelum era pandemi. 

Ada artis yang live perform nya sama persis, ada yang hampir mendekati, dan tentu ada juga  yang "berbeda" daripada hasil rekaman. Namun bukan berarti kita bisa serta merta men-judge band tersebut tidak jujur dan buruk, tentu tidak.

Ada beberapa band yang kualitas penampilan panggungnya berbeda  dengan hasil rekaman studio, apakah memang karena kualitas permainan band tersebut jelek? Ataukah karena proses rekaman band tersebut terlalu banyak "bumbu masakan"? 

Well banyak faktor yang menentukan baik-buruknya  live perform suatu band, semisal instrumen yang tidak memenuhi kualitas standar, sistem tata suara yang kurang memadai dan banyak faktor lain. 

Maka untuk mengantisipasi hal tersebut band mempunyai apa yang kita kenal sebagai technical riders, yaitu mekanisme produksi, daftar instrument dan sarana yang harus dipenuhi oleh pengelola acara sesuai standar demi menunjang kesempurnaan artis beraksi di atas panggung. 

Namun dibalik semua itu kembali kepada kemampuan masing-masing personil dalam bermain musik, dan juga kemahiran individu yang tidak pernah kita sadari kehadirannya yaitu sound engineers dalam menata suara lewat perangkat mixing console. 

Dan tidak semua lagu itu mudah dan cocok dibawakan secara live bahkan oleh penyanyi aslinya sendiri.

Tony Subarkah, salah satu sound engineer terbaik di Indonesia. (sumber: facebook IAEC)
Tony Subarkah, salah satu sound engineer terbaik di Indonesia. (sumber: facebook IAEC)

GIGI adalah contoh buruk band yang membosankan dalam live perform nya, bagaimana tidak ?, saya adalah saksi dimana Kang Armand Maulana dan kawan-kawan membawakan 20 lagu  dalam suatu konser dengan sedikit jeda dan hampir semua nomor  yang dibawakan mendekati kualitas rekaman album studio.

Bahkan Kang Armand yang atraktif loncat kesana-kemari  tetap tak mempengaruhi kualitas vokal beliau. Teramat bagus memang, hampir tiada beda antara menonton konser langsung dengan mendengarkan album GIGI lewat perangkat audio di rumah, ckck..

Hormat yang tinggi patut kita berikan pada Bang Haji Rhoma dan Soneta Group yang dalam setiap live konsernya selalu dalam formasi gotong-royong, terlepas dari genre musik yang mereka usung yang tentu wajib melibatkan banyak instrument musik.

Terhitung 11 personil memenuhi stage dan menghasilkan output yang "penuh" dan "padat", pun ditingkahi dua hingga empat biduanita yang biasa disebut sebagai Soneta Femina Backing Vocal yang selalu tampil dalam koreografi nan menarik. 

Dangdut jika boleh dikata sebagai musik rakyat bawah, tentu rakyat bawah itu tiada peduli dengan kualitas audio dan performa Soneta Grup. Yang mereka tahu Sang Raja diatas panggung dengan gitar buntungnya bernyanyi, seruling berdenging, gendang kulit lembu bertalu dan mereka bisa bergoyang merayakan kebahagian lepas dari penat hidup beberapa waktu. 

Tapi apa dikata, Soneta bertanggung jawab terhadap musik yang mereka mainkan, bertanggung jawab penuh terhadap kualitas, bertanggung jawab pada empu-nya acara terlebih kepada rakyat kerajaan Dangdut Indonesia. Mari bangkit berdiri dan berikat tepuk tangan..!!

Dangdut jika boleh dikata sebagai musik rakyat bawah, tentu rakyat bawah itu tiada peduli dengan kualitas audio dan performa Soneta Grup. Yang mereka tahu Sang Raja diatas panggung dengan gitar buntungnya bernyanyi, seruling berdenging, gendang kulit lembu bertalu dan mereka bisa bergoyang merayakan kebahagian lepas dari penat hidup beberapa waktu.


Banyak  band papan  atas nasional baik dari arus utama ataupun indie yang memakai jasa additional musician dalam live perform-nya. Sheila On 7 adalah salah satu contohnya, band yang secara formasi asli kuartet ini selalu membawa 2 personil tambahan pada posisi kibor dan gitar akustik, apalagi jika bukan karena alasan kualitas dan totalitas yang diberikan untuk para Sheilagank pada khususnya dan khalayak musik pada umumnya.

GIGI adalah contoh formasi minimalis dengan hasil maksimal

GIGI adalah contoh formasi minimalis dengan hasil maksimal, sedang Soneta dan Sheila on 7 dan banyak band-band lain yang adalah sedikit contoh dari banyak musisi yang mencoba menghargai dan bertanggungjawab kepada para penikmat karya mereka, mencoba menghadirkan kualitas hiburan yang hampir menyerupai karya studio rekaman mereka.

Sekali lagi kualitas bunyi itu mahal, maka seyogyanya kita apresiasi musisi yang mencoba menghargai kita dengan menghadirkan penampilan live performance dengan baik dan totalitas penuh, karena salah satu bahan bakar musisi untuk berkarya adalah apresiasi khalayak. Panjang umur dunia pertunjukan musik tanah air.

Timur Landas Pacu Adisucipto, 13 juni 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun