Museum Sang Nila Utama juga memiliki berbagai koleksi alat atau perkakas. Perkakas ini adalah alat-alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Melayu. Ada alat memasak, alat makan, alat musik dan lainnya. Kain-kain yang menjadi ciri khas suku Melayu juga terpajang sempurna.
Di dekat akses keluar, terdapat sejumlah wahana yang memaparkan sejarah perjalanan Riau. Aku membacanya dengan cermat. Ternyata nama museum ini diambil dari nama seorang raja Bintan yang berkuasa sekira abad 13 di Pulau Bintan. Ya, sebelum ada pemekaran, Bintan merupakan salah satu pulau dalam wilayah Provinsi Riau.
Dari papan nama yang terpajang di pagar, museum ini juga merupakan lokasi Dinas Kebudayaan Provinsi Riau. Di halaman museum juga terdapat replika pompa angguk yang menunjukkan eksplorasi minyak di bumi Riau.
Alhamdulillah, aku puas mengunjungi Museum Sang Nila Utama. Aku jadi lebih tahu soal suku Melayu dan Riau. Aku tak menyesal memasukkan museum ini sebagai salah satu objek yang akhirnya kukunjungi selama berada di Pekanbaru.
Sepulang dari museum, aku membatin. Kenapa orang kebanyakan tidak tertarik untuk mengunjungi museum? Yah, aku paham sih. Setiap orang berbeda, dan mempunyai preferensinya masing-masing. Kalau aku pribadi, aku cukup tertarik dengan keberadaan sebuah museum. Dari museum, aku bisa mengetahui sejarah akan sesuatu. Sejarah dan perjalanan dari sebuah objek maupun tempat tertentu.
Bagiku, tantangan yang dihadapi para pengelola museum saat ini adalah bagaimana supaya museum tidak terjebak dalam stigma sebagai tempat kusam. Tempat yang hanya digunakan untuk menyimpan barang-barang lawas. Menurutku, museum harus berperan signifikan sebagai salah satu wahana edukasi bagi segenap masyarakat. Terlebih untuk para siswa sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H