Mohon tunggu...
Johar Dwiaji Putra
Johar Dwiaji Putra Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai

Alumni Ilmu Komunikasi. PNS dan staf Humas.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadan di Masa Kecil: Sahur dan Sinterklas

2 April 2023   10:09 Diperbarui: 2 April 2023   10:24 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak menunggu berbuka puasa. Pic source: alif.id

Aku mengenal bulan Ramadan sejak kecil. Sejak aku belum ikut berpuasa seperti kedua orangtua dan kakakku. Sejak aku yang hanya ikut-ikutan makan sahur, tetapi di siang hari aku tetap makan, hahaa. Yang kutahu, di akhir bulan Ramadan aku akan melakukan perjalanan bersama mereka. Perjalanan pulang kampung alias mudik.

Kami sekeluarga tinggal di Malang. Namun di setiap momen Idul Fitri, kami pulang ke Blitar. Ya, karena bapak ibuku berasal dari sana. Momen Lebaran selalu dimanfaatkan kedua orangtuaku untuk melepas kangen dengan keluarga besar mereka masing-masing.

Aku masih ingat, kala seusia Sekolah Dasar, aku dan kakakku amat girang kala kami diberi galak gampil oleh sanak saudara. Ya, aku dan sejumlah orang di daerahku menyebutnya galak gampil. Jika kamu belum tahu, galak gampil simpelnya adalah angpau. Di hari Lebaran biasanya anak-anak kecil akan diberi uang yang dibungkus amplop, sekadar untuk melengkapi kebahagiaan di hari raya. Jadi sudah paham 'kan, galak gampil itu apa? Hehee.

Tidak hanya momen Idul Fitri yang kutunggu di setiap pengujung bulan Ramadan. Ada banyak kisah yang aku alami kala menjalani puasa Ramadan di masa kecil dulu. Ada satu momen menarik, yang ingin kuceritakan kali ini. Aku masih ingat, kala itu aku masih duduk di bangku kelas 5 SD.

Kejadian ini berlangsung di akhir tahun 1998. Ya, cuma beberapa bulan semenjak orde reformasi mulai bergulir di tanah air. Kala itu bulan Ramadan berlangsung di sekitar bulan Desember hingga awal Januari 1999. Pada masa itu, sekolah selalu libur di awal Ramadan, dan di akhir Ramadan hingga momen Idul Fitri.

Pada akhir bulan Desember 1998, sekolah telah libur. Aku dan kakakku bersuka cita menikmati liburan sekolah seraya menjalani ibadah puasa. Karena sudah libur, kami lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saja. Sesekali membantu Ibu untuk membersihkan rumah dan di sore hari keluar untuk membeli aneka takjil untuk berbuka.

Selain itu, kami hanya menonton televisi, atau tidur, hahaa. Pada saat itu momennya adalah akhir tahun, dan tentunya ada hari raya Natal. Kami memang tidak merayakan Natal, meski kami punya sejumlah saudara yang merayakannya. Namun, kami turut menikmati sejumlah sajian di televisi, yang sengaja dihadirkan untuk merayakan hari Natal.

Di antaranya adalah diputarnya film Home Alone. Hhmm, bagi kalian para generasi yang tumbuh besar di tahun '90an, sudah paham'kan? Di momen hari Natal, saluran RCTI selalu menayangkan film bertema Natal yang amat legendaris itu. Home Alone dibintangi oleh aktor Macaulay Culkin.

Saat diputar di televisi, aku dan kakakku nyaris tak pernah melewatkan untuk menonton film Home Alone ini. Apalagi yang sekuel kedua, dimana ceritanya berpetualang di kota New York. Ahh, pengalaman yang menyenangkan dan tak akan pernah terlupakan. Sambil menunggu waktu berbuka puasa, kami duduk anteng di depan televisi untuk menonton Home Alone dan film-film lainnya, yang sengaja dihadirkan stasiun televisi untuk menemani momen pergantian tahun.

Yah, yang namanya film bertema Natal, pasti akan dihiasi oleh pernak-pernik khas Natal. Begitu juga dengan Home Alone. Tidak hanya pohon cemara yang selalu ada di setiap perhelatan Natal. Tak ketinggalan, sosok Santa Claus atau kita biasa menyebutnya Sinterklas.

Sinterklas, kita orang Indonesia biasa untuk menyebut sosok lelaki tua berbaju merah yang selalu melengkapi momen Natal. Perawakannya biasanya gemuk berperut besar, dan memiliki kumis serta jenggot putih yang nyaris menutupi wajahnya.

Sinterklas ini biasanya akan ditunggu-tunggu oleh anak-anak. Karena Sinterklas digambarkan membawa sekantong besar hadiah, yang akan dibagi-bagikan di malam Natal. Sosok Sinterklas ini juga muncul di dua film Home Alone. Dan ini tentunya menjadi salah satu daya tarik dari film tersebut.

Bahkan, bagiku yang tidak merayakan Natal, jujur aku tertarik dengan Sinterklas ini di masa kecilku. Aku sempat mengharap, aku juga akan mendapatkan sebuah hadiah dari Sinterklas. Yah, namanya juga anak kecil yang belum baligh. Imajinasi anak-anak kadang memang tak terbatas 'kan...? Hahaa.

Aku pun tidak kehabisan akal. Kala itu, seusai menonton Home Alone, ada sebuah ide yang terlintas. Namanya saja anak-anak. Waktu kecil dulu, aku paling suka dihadiahi sesuatu. Kala tidak ada satupun yang memberiku hadiah, aku berinisiatif membeli sesuatu. Dan barang ini kuberikan pada diriku sendiri, hehee.

Supaya terlihat seperti sebuah hadiah, sengaja barang ini kubungkus dengan kertas kado. Kuambil kertas kado bekas milik ibuku. Lalu kugunakan untuk membungkus kado yang isinya hanya berupa notes kecil dengan warna sampul yang menarik, dan sebuah pensil. Setelah kado itu terbungkus rapi, di luarnya tak lupa kububuhi tulisan "Selamat Tahun Baru 1999".

Kado ini kuletakkan di sebelah bantal tidurku, tepat di malam tahun baru. Tentu saja aku melewatkan detik-detik malam pergantian tahun, karena aku masih kelas 5 SD dan belum kuat untuk begadang. Namun di dini hari, aku tetap bangun untuk menjalankan sahur. Tatkala bangun untuk sahur, kudapati sebuah kado yang teronggok di sebelah kepalaku. Aku girang bukan main, walau tahu bahwa itu kado yang kubungkus untuk diriku sendiri.

Aku keluar kamar dan menghampiri bapak dan ibuku seraya berujar, "Aku dapat hadiah dari Sinterklas," sambil kuacungkan sebuah kotak berbungkus kertas kado rapi. Bapak dan ibuku hanya tertawa, dan menyuruhku untuk segera makan sahur. Ahh, kebahagiaan anak kecil memang sederhana. Sesederhana itu.

Momen diriku yang menghadiahi diriku sendiri itu, memang tak terlupakan. Ya, saat bersantap sahur aku memperoleh hadiah dari "Sinterklas". Sungguh sesuatu yang kocak. Namun menarik dan menjadi salah satu kenangan terindah di masa kecilku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun