Tulisan ini lahir, awalnya karena gemas dengan kejadian yang sedang menimpa Partai Solidaritas Indonesia (PSI). PSI yang menjadi salah satu parpol baru di gelaran pemilu 2019, hari Kamis, 1 Maret lalu, berkunjung ke Istana untuk menemui Presiden Jokowi.
Terlepas dari berbagai topik yang mereka bicarakan, tetiba ada yang merasa 'terusik' dengan peristiwa ini. Dialah kelompok advokat yang menamakan dirinya Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). Sampai-sampai ACTA perlu untuk membuat laporan ke Ombudsman.
Sebagai partai baru, tentu PSI ingin melakukan berbagai hal taktis, agar semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satunya ya ini. Dengan mengunjungi presiden di Istana Negara, maka PSI akan mendapatkan publisitas dari media nasional.
Tetapi kali ini aku tidak ingin membahas polemik antara PSI dengan ACTA tersebut. Aku lebih tertarik untuk membahas sepak terjang seorang Hary Tanoesoedibjo. Terutama setelah aku melihat-lihat unggahan terakhir dari akun instagram officialmiliknya.
Manuver Hary Tanoe dan Perindo yang Mencolok Mata
Sungguh menarik mencermati 15 parpol yang sampai saat ini telah berhasil menjadi peserta pemilu di 2019. Partai-partai lama masih nangkring dengan nyaman. Tetapi yang perlu digarisbawahi adalah, ada beberapa parpol baru, yang dinyatakan lolos menjadi peserta pemilu tahun depan.
Bagiku, nama-nama seperti Perindo dan PSI, adalah parpol baru yang cukup mendapatkan popularitas. Mereka berdua menjadi partai yang baru pertama kali hendak mengikuti pemilu. Selain itu, juga ada Partai Berkarya besutan Tommy Soeharto, dan Partai Garuda.
Tak dipungkiri, diantara kita pasti amat mengenal Partai Perindo. Perindo yang kependekan dari Persatuan Indonesia, merupakan satu parpol baru yang digawangi Hary Tanoesoedibjo. Taipan ini memang tak lagi hanya berkecimpung di dunia bisnis. Ia juga terjun di ranah politik.
Menurut catatanku, setidaknya mulai 2010, Hary Tanoe mulai cawe-cawedi dunia politik. Pria ini pernah terlibat bersama Surya Paloh, untuk membidani lahirnya ormas Nasional Demokrat (Nasdem). Namun ketika ormas ini berubah menjadi sebuah parpol, Hary Tanoe pindah ke lain hati.
Ia kemudian bergerilya ke Partai Hanura. Sempat bersama Wiranto ingin mengikuti pilpres 2014, tetapi angan tinggalah angan. Jumlah suara Hanura tak memungkinkan untuk maju seorang diri tanpa koalisi. Tatkala Hanura (baca: Wiranto) lebih memilih untuk memberikan dukungan kepada Jokowi, Hary Tanoe malah merapat ke kubu Prabowo. Ia pun resmi cabutdari Hanura.
Perjalanan inilah, yang akhirnya membuat lelaki asal Surabaya itu membentuk partai politik miliknya sendiri. Seingatku, Perindo juga dimulai dengan status sebagai organisasi massa (ormas). Namun kemudian, setali tiga uang dengan Nasdem. Perindo menjelma parpol, yang siap meramaikan pemilu 2019.
Sebagai pemilik grup MNC, sudah pasti Hary Tanoe bakal memaksimalkan media-media miliknya. Di bawah panji MNC Media, ada berbagai media yang sanggup menopang sepak terjang Hary Tanoe terjun ke dunia politik. Yang paling kentara, tentu saja perihal mars Partai Perindo yang fenomenal itu. Setidaknya ada tiga stasiun televisi nasional, dan satu jaringan radio, yang siap memperdengarkan mars Perindo hingga ke pelosok negeri.
Kamu hapal mars Perindo...? Hehee.
Barangkali Perindo berkaca dari 'aksi' yang telah dilakukan oleh PSI. Sama-sama menjadi parpol baru, namun PSI seolah berani mengambil langkah lebih jauh. PSI dengan gagah datang ke Istana untuk menemui Presiden Jokowi. Peristiwa ini telah terjadi pada 1 Maret lalu.
Seakan tak mau kalah, Perindo pun melancarkan aksi serupa. Ya, Senin, 5 Maret kemarin, giliran Perindo yang sowanmenemui Pak Jokowi. Sebagai ketua umum, tentu Hary Tanoe yang memimpin bala kurawa Perindo, untuk berinteraksi langsung dengan RI-1.
Dari akun instagram resmi (@hary.tanoesoedibjo), Hary Tanoe 'memamerkan' kunjungan tim Perindo ketika audiensi dengan Jokowi. Bahkan, ada satu foto yang bagiku sungguh mengejutkan. Hary Tanoe tak segan untuk mengambil pose selfie dengan Jokowi!
Tapi biarlah orang mengira-ngira. Terlepas dari apapun pendapat yang muncul, toh Perindo hampir dipastikan bakal memberikan dukungannya kepada Jokowi di pilpres tahun depan.
Hanya saja, aku pribadi sungguh geli. Aku masih ingat betul. Pada gelaran pilpres 2014 lalu, televisi-televisi milik Hary Tanoe begitu pongahnya 'membombardir' Jokowi. Dengan lihainya, media-media itu mengemas peristiwa sedemikian rupa, yang membuat Jokowi terkesan negatif dan memiliki banyak kekurangan.
Barangkali memang benar adanya. Bahwa tahun yang sedang kita jalani ini, adalah tahun yang sarat dengan aroma politik. Semua elit sudah mulai memasang kuda-kuda, langkah apa yang perlu ditempuh.
Hingga kemudian kita sebagai rakyat (jelata), tak sanggup menahan tawa, dengan segala tingkah polah elit politik yang bagaikan pepatah Jawa: isuk tempe, sore dhele.
Pak Hary, selfie-mu sama Pak Jokowi gak nguati banget...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H