Selasa, 8 maret 2011. Judgement day.
Inilah ritual rutin warga Jakarta. Mungkin, tak berbeda jauh dengan warga kota atau daerah lainnya. Tetapi yang jelas berbeda adalah waktu. Setiap pagi, om bersama kedua putranya alias sepupuku, berangkat dari rumah jam 6 pagi. Para sepupu pergi ke sekolah, sementara om, tentu ke kantor. Kantor om memang cukup jauh dari rumah. Setahuku, berada di daerah kuningan. Huuffttt.....
Hari ini, aku mendapat jadwal interview pukul 14.30 wib. Agak siang. Namun, bukan berarti aku bisa lenggang kangkung bersantai ria. Awalnya aku hendak mencapai pondok indah sendiri. Tapi om tak membolehkanku. Takut aku nyasar di rimba beton yang bernama Jakarta ini, hahaaaa.......
Okelah. Aku manut om saja. Beliau sudah paham seluk-beluk ibukota. Jadi, setelah makan siang dan sholat dhuhur plus ashar (kujamak, karena takut tidak keburu, maklum..... kan sedang di perjalanan, heheheee), aku telah siap dengan pakaian terbaikku.
Sekitar jam setengah 1 siang, aku telah berangkat. Kata tante, jalan di Jakarta tidak bisa diprediksi. Termasuk siang, jalan tetap ramai karena waktu makan siang para karyawan. Tante adalah guru smp. Tapi beliau mendapat jadwal mengajar pada siang hari. Jadi, setelah mengantarkan tante ke sekolahnya, barulah asisten om mengantarku ke pondok indah.
Hujan. Hujan deras dan berangin. Aku jadi waswas melewati jalan tol, dengan cuaca seperti ini. Rasa khawatir juga dikatakan mas asisten padaku. Menurutnya, jika hujan begini, maka tol akan macet. Tak jauh berbeda dengan jalan biasa. Waduuhh........?!!
Tapi rupanya, ini hanyalah hujan lokal. Belum sampai keluar tol, hujan perlahan mereda. Dan, ketika keluar jalan tol, cuaca di Jakarta selatan cukup cerah. Bahkan amat cerah, dengan sengatan matahari khas dataran rendah.
Tak berapa lama, mas asisten telah mengantarkanku ke tempat tujuan. Mobil berhenti di depan sebuah gedung yang....... megahhhhhhh. Megah menurut orang kampung sepertiku. Jarinya menunjuk ke sebuah tulisan besar: wisma bca pondok indah. Aku sudah sampai.
Aku bilang pada mas asisten, tidak usah dijemput. Mungkin aku pulang naik taksi. Mas asisten meninggalkanku, dan aku segera berjalan masuk ke gedung ini. Aku masuk dengan bergetar, mungkinkah jodoh pekerjaanku di sini? Di Jakarta? Apakah aku akan hijrah ke ibukota? Untuk mencari sesuap nasi?
To be continued...........................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H