Pagelaran pemilihan umum 2014 sudah berlalu. Beberapa DPRD bahkan sudah melantik orang-orang baru yang resmi menyandang predikat “anggota dewan”. Begitu juga dengan pemilihan presiden. Presiden ketujuh yang akan melanjutkan estafet yang bernama Indonesia, sudah diputuskan. Bahkan, presiden terpilih itu bersama timnya sudah mulai “bekerja”. Dalam konteks transisi, bukan dalam pemerintahan tentunya.
Pemilihan presiden tahun ini barangkali akan menjadi ajang yang tak akan terlupakan. Mau tidak mau, rakyat terbelah menjadi dua. Sebelum ada salam tiga jari yang dikumandangkan presiden terpilih dari pelabuhan Sunda Kelapa, rakyat “dipaksa” menentukan. Mau salam dua jari, atau salam merah putih.
Proses hingga memperoleh satu pasangan calon yang unggul secara final dan mengikat, harus dilalui dengan garang dan gontok-gontok’an. Di hari coblosan 9 Juli, televisi nasional ikut terbelah, laiknya pilihan rakyat. Sejumlah teve menayangkan hasil quick count, dimana pemenang adalah pasangan A. Tetapi teve-teve lainnya malah menayangkan hasil berbeda.
KPU sebagai penyelenggara pemilu, mengumumkan hasil resmi pada 22 Juli. Kupikir pemilu telah selesai pada titik itu. Namun ternyata tidak. Lebaran harus dilalui rakyat Indonesia masih dalam keadaan bertanya-tanya. Karena satu pasangan calon mengajukan keberatan ke MK.
MK, Mahkamah Konstitusi. Jujur aku tak begitu memperhatikan, apa fungsi MK dalam ketatanegaraan. Aku mulai mengikuti berita MK kala dipimpin oleh Mahfud MD. Dibawah pimpinannya, MK menanjak populer. Saat dipimpin Akil Mochtar, semakin populer. Walau populernya dalam arti negatif. Karena Akil disangka menerima suap untuk mengubah suatu hasil pemilihan kepala daerah.
Adanya gugatan hasil pilpres, membuat MK kembali terkenal. Kali ini dipimpin oleh Hamdan Zoelva. Dan semua juga sudah tahu, siapa pasangan yang berjaya pada pengumuman tanggal 21 Agustus lalu. Hamdan Zoelva pun mengetuk palu, bahwa keputusan pemilihan presiden ini final dan mengikat. Oke.
***
Bagiku, ada hal menarik yang akan dikenang masyarakat Indonesia pada sesi sidang MK kemarin itu. Khususnya bagi kaum hawa. Banyak celetukan di dunia maya, yang menyorot figur sang ketua MK. Sang ketua yang memang sering nongol memimpin sidang-sidang yang disiarkan TVRI dan dua teve yang konon teve bergenre berita.
“Hamdan Zoelva effect”. Tampaknya ibu-ibu rumah tangga tak lagi menonton Dahsyat atau infotainment di SCTV. Mereka lebih memilih menonton TV One dan Metro TV sembari mengupas kentang atau mengiris bawang. Mereka tak menyia-nyiakan paras Hamdan Zoelva yang disorot kamera dan diputar sepanjang hari.
Tak bisa dipungkiri, Hamdan Zoelva akan dikenang sepanjang 2014 ini. Bukan cuma karena paras rupawannya yang mampu menyihir ibu-ibu agar betah menonton sidang MK. Melainkan putusannya bersama hakim MK lainnya perihal hasil pilpres. Ia sempat dicap tak netral karena backgroundnya yang sempat menjadi elit di sebuah parpol. Namun anggapan itu luntur, tatkala ia mengamini hasil pemilihan presiden versi KPU.
Aku pribadi terkesima dengan keputusannya pada 21 Agustus lalu itu. Kupikir ia dan timnya akan mengeluarkan keputusan yang bertolak belakang dengan KPU. Ternyata tidak. Hamdan Zoelva pun meroket menjadi selebritis politik papan atas. Sebagian besar masyarakat mengelu-elukannya. Karena keputusannya yang dirasa sesuai dengan keadilan.
***
Aku sedang iseng membuka “recent updates” di blackberry messenger-ku. Seorang teman, sebut saja namanya Mas Fahri. Ia adalah rekan di kantorku yang dulu. Mas Fahri mengunggah sebuah foto di display picture-nya. Foto seorang bayi yang baru lahir. Kontan aku terkejut dan memutar memoriku. Oh ya. Istrinya Mas Fahri sedang mengandung. Berarti anaknya telah lahir. Congratulations.....!
Kuucapkan selamat pada Mas Fahri, melalui BBM. Tak lama, Mas Fahri pun membalas. Kutanya jenis kelaminnya. Laki-laki, ujarnya. Apa sudah punya nama, tanyaku. Mas Fahri menjawab belum.
“Ada usulan nama....?”
Kubaca kalimat BBM-nya yang terakhir ini. Eemmm..... sejenak aku diam. Entah kenapa, aku berkeinginan untuk menyumbang usulan nama untuk si jabang bayi. Padahal tidak biasanya seperti itu. Biasanya aku hanya memberi selamat, jika salah satu temanku mempunyai keturunan. Tak sampai jauh perihal nama.
Aku berpikir. Lalu yang terlintas adalah Hamdan Zoelva. Hahahahaaaa...... aku sendiri bingung. Apakah aku terkena “hamdan zoelva effect”.....? Atau karena aku ikut gembira, karena putusannya terkait pilpres seperti yang lubuk hatiku inginkan? Tak kupikir panjang, kubalas pertanyaan Mas Fahri tersebut.
“Gimana kalo ada kata ‘hamdan’-nya.... Inspired dari ketua MK, Hamdan Zoelva, hihihiiii......”
Tak ada respon dari ayah si jabang bayi. Hanya kode bahwa pesan telah di-read. Ahh... tak masalah. Aku kan hanya usul. Kalau diterima ya alhamdulillah. Kalau nggak ya it’s okeeeee.
Sepintas aku berpikir. Jangan-jangan Mas Fahri adalah pendukung pasangan yang gagal di pemilihan presiden lalu. Sehingga ia tak berkenan dengan unsur “Hamdan Zoelva”, ketua MK yang seolah “menjegal” calonnya menjadi presiden Indonesia ketujuh. Ahh,,, kubuang jauh-jauh asumsi itu. Khuznudzon saja.
***
Eehhh.... dua hari kemudian aku dikagetkan dengan status BBM Mas Fahri. Ia masih memajang foto bayinya yang baru lahir. Ditambah status yang berbunyi: MUHAMMAD ATHALLA HAMDANI. Aku cukup terkesiap. Barangkali itu adalah nama yang telah diberikan Mas Fahri untuk sang jagoan. Ku-BBM dirinya.
“Lho mas lho mas...... Itu namae si kecil??? Ada unsur hamdan-nya....? Pdhal aku kmrn cuma spontan n iseng lhoo :D”
“Iya bro.... terinspirasi hamdan zoelva. ‘Hamdan’ itu artinya mulia... lha sebelumnya emang cari pasangan nama yg pas utk Muhammad Athalla,,,, kok hamdan cocok :P”
“Owww.... lha kalo Athalla artie opo Mas?”
“Athalla itu anugerah dari Allah......”
“Ohhh,,, alhamdulillah.... selamattttt yo mas”
[caption id="attachment_322975" align="aligncenter" width="270" caption="Muhammad Athalla Hamdani. Sumber: BBM pribadi."][/caption]
Aku hanya bisa senyum-senyum sendiri setelah kegiatan BBM ini. Padahal aku spontan saja melontarkan usulan berbau Hamdan Zoelva itu. Sebagai orangtua, tentu Mas Fahri berharap agar putranya seperti apa yang tercantum dalam nama yang telah diberikan. Muhammad, tentu sebagai seorang muslim. Athalla, sebagai rezeki, anugerah dari Yang Kuasa. Lalu Hamdani, berarti mulia. Si jabang bayi sebagai anugerah yang mulia. Atau, kelak si Athalla bisa menjadi orang yang mulia. Di dunia dan di akhirat. Amin.
Wallahu ‘alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H